PERJALANAN KE PULAU KARANG (11)

Hidup Cadas di Pulau Karang Raijua

Feature | Jumat, 17 Januari 2020 - 20:03 WIB

Hidup Cadas di Pulau Karang Raijua
Suasana Pelabuhan Namo dengan latar belakang Pulau Raijua, di Kabupaten Sabu Raijua. Terlihat pelantar yang sudah bolong. (HARY B KORIUN/RIAUPOS.CO)

Pulau Raijua adalah bentuk nyata tentang kehidupan yang sangat berat dan keras. Faktor alam membuat hidup di pulau ini memang harus diperjuangkan. Tetapi, justru di sinilah muncul orang-orang yang mau berkorban untuk orang lain, demi generasi yang lebih baik.

Oleh Hary B Koriun


“KAMU harus pergi ke Pulau Raijua. Kamu akan menemukan kehidupan masyarakat yang luar biasa di sana yang pasti belum pernah ada dalam pikiranmu sebelumnya...”

Itu kata-kata Dr Sastri Sunarti saat saya bertemu dengannya di ruang kerjanya di Badan Bahasa, ketika kami masih dalam proses pembekalan dan bertemu dengan para kurator. Dr Sastri ternyata pernah ke Sabu Raijua, dan dialah yang mengusulkan agar kabupaten itu menjadi salah satu tempat residensi untuk Program Sastrawan Berkarya ke Wilayah 3 T. Dr Sastri juga yang ikut mengantarkan saya sampai ke sana bersama staf Badan Bahasa lainnya, Mbak Eko Marini.

Saya benar-benar penasaran dengan Pulau Raijua. Terutama apa yang dikatakan Dr Sastri, bahwa saya “harus” ke pulau itu. Kata “harus” membuat saya berpikir, pasti ada yang aneh atau istimewa di pulau itu. Jika tidak, tak mungkin Dr Sastri berkata begitu. Apalagi dia menambahkan frasa “luar biasa”. Juga, “yang pasti belum pernah ada dalam pikiranmu sebelumnya...”

 Ini adalah sebuah tantangan yang tak bisa dibiarkan begitu saja. Saya jadi teringat kisah-kisah dalam banyak cerita, baik di film atau fiksi-fiksi petualangan tentang perjalanan ke sebuah pulau terpencil di tengah lautan. Bukan karena efek nonton film-film Indiana Jones yang dibintangi aktor kece Harrison Ford, atau kisah Lara Croft: Tomb Raider (yang belakangan di-remach ulang dengan bintang Alicia Vikander), tapi memang Pulau Raijua layak didatangi jika tak ingin penasaran. Saya malah teringat kisah-kisah dalam buku-buku petualangan Mark Twain, atau  kisah-kisah lucu Scooby-Doo karya Hanna Barbera yang misterius tapi kocak itu.

Seperti apakah Pulau Raijua?

Sejak sampai di Pulau Sabu, keinginan untuk ke Raijua selalu muncul di kepala saya. Saya selalu menghubungi Yulius Boni Geti, reporter Victory News yang ditempatkan untuk meliput di Kabupaten Sabu Raijua. Dia asli kelahiran Raijua. Bahkan anak-anak dan istrinya juga masih tinggal di pulau itu, bersama ayah kandungnya. Suatu saat dia bilang akan pulang ke Raijua.

 Saya bilang, “Pokoknya kasih tahu saya kalau pulang ke Raijua...”

“Iya Bang, saya rencana memang mengajak Abang ke Raijua. Biar tahu kondisi kehidupan kami di sana seperti apa...”

Ada tekanan nada yang aneh saat dia mengatakan tentang itu. Seakan ada sesuatu yang tak ingin disampaikannya secara langsung, tetapi saya harus melihatnya sendiri di sana. Saya bilang, bahwa saya memang ingin –dan harus— ke Raijua sebelum saya meninggalkan Sabu, juga NTT.

“Kehidupan kami di sana pasti tak seperti yang Abang bayangkan...” kata Yulius kemudian. Waktu itu kami bertemu bertiga dengan  Jefrison Haryanto Fernando di siang yang panas di Pantai Napae.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook