TETAP KREATIF DI MASA PANDEMI

Berbagi Limbah hingga Teh Telang yang Menjanjikan

Feature | Senin, 31 Agustus 2020 - 18:57 WIB

Berbagi Limbah hingga Teh Telang yang Menjanjikan
Suasana usaha bersama Kayu Pesanan Kawan yang digagas Kakang Eko, di Pandau Jaya Kampar.(KUNNI MASROHANTI/RIAUPOS.CO)

''Pandemi membuat kacau. Tapi, pandemilah yang mengubah stres jadi happy survive. Tetap bisa membantu sesama meski kecil, bahkan dari limbah sekalipun.''

Laporan: Kunni Masrohanti (Kampar)

Baca Juga :Pemko Pekanbaru Bakal Larang Penggunaan Kantong Plastik

INILAH kata-kata yang diucapkan Eko saat bertemu Riaupos.Co beberapa waktu lalu. Di ruang sederhana, di samping rumahnya, di sinilah Eko saat ini menghabiskan hari-hari dengan di rumah saja. Katanya, sesuai dengan arahan pemerintah agar Covid-19 yang beberapa hari terakhir terus meningkat kasusya di Riau, tidak menyebar dan semakin meluas. Pandemi memang membuat banyak orang ‘gila’, kata Kakang. Mulai dari tidak tahu apa yang harus diberbuat, sampai kehilangan pekerjaan hingga penghasilan makin sekarat. Tidak sedikit juga kisah baru bermunculan akibat pandemi. Salah satunya kisah Eko pemilik nama lengkap Eko Handyko Purnomo yang juga akrab dipanggil Kakang Eko ini. 

Kakang Eko dikenal suka berkomunitas. Ia mendirikan Komunitas Pondok Belantara sejak delapan tahun lalu. Basis komunitas ini adalah  pendidikan, sosial dan seni. Anak-anak muda yang bergabung dalam komunitas ini juga bergabung dengan komunitas lain. Ada komunitas musik reggae, vespa, pencinta alam dan masih banyak lainnya. Tak heran jika acara seni sering meramaikan tempat ini. Mereka juga memiliki lapak pustaka keliling yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Bahkan dari satu kampung ke lain kampung. Hampir tidak pernah sepi dari kegiatan bersama yang melibatkan banyak orang. 

Sejak pandemi, kegiatan ini berkurang jauh, bahkan berhenti sama sekali. Tidak ada kegiatan baik di dalam maupun di luar basecamp. Berkumpul antara sesama anggotapun sangat jarang. Basecamp yang ramai tersebut sunyi tanpa aktivitas. 

Eko, merasa pusing dan bingung. Tak tau apa yang harus dilakukan. Berkegiatan tidak bisa. Berkumpul ramai-ramai takut. Eko pun tidak ke mana-mana alias di rumah saja. Tapi lama kelamaan bosan, bingung, bahkan stres. Keluar masuk rumah tak tau mau kemana atau mengapa. Sementara, teman-teman yang lain juga mengalami hal serupa. 

Sempit yang melilit tanpa ada kepastian kapan pandemi akan berakhir, membuat Kakang Eko berpikir jauh ke depan. Ia tak mau menyerah apalagi kalah dengan keadaan serta berdiam diri di rumah tanpa berbuat sesuatu yang menghasilkan, paling tidak menolong diri sendiri dari kesulitan sehat dan ekonomi akibat pandemi. Syukur-syukur bisa berkontribusi bagi orang lain. 

Coba-coba. Barangkali itulah awal yang dilakukan Kakang Eko sampai sebelum ia menghasilkan pendapatan atau bisa membantu tetangga kanan kiri seperti sekarang ini. Hal yang dilakukan Eko tersebut yakni membuka bengkel usaha bersama dan bertani di kebun peninggalan milik orang tuanya.

Kayu Pesanan Kawan

Pondok kayu panggung dua tingkat di samping rumahnya, tidak lagi seperti biasa. Di bagian atasnya memang untuk bersantai. Bagian bawah, setengahnya berlantai, setengahnya lagi tidak. Di bagian yang berlantai, juga untuk bersantai. Di sana ada hemmock dan tempat tidur kecil. Sedang di bagian yang tidak berlantai, dipenuhi banyak kayu dan peralatan. Ada kayu yang sudah diketam dan dipaku, ada yang masih berupa kayu palet.

Sejak awal, Eko dan kawan-kawan memang sudah kreatif, tapi lebih kepada kegiatan sosial. Kali ini ia memyentuh kreatif di bidang ekonomi. Maka usaha bersama yang diinisiasinya tersebut benar-benar hidup dan dilakukan bersama-sama tapi untuk membesarkan usaha masing-masing. Dan, basecamp yang biasanya ramai dengan kegiatan seni, suara orang berdiskusi, rapat dan kumpul bareng untuk melaksanakan aksi sosial hingga ke ceruk kampung, berubah menjadi suara mesin las, kompresor, gergaji, palu dan masih banyak lainnya. Dari siang hingga tengah malam. Bahkan bangunan kayu bertingkat dua yang dulunya bersih, kini penuh debu dan deru. 

Nama usaha bersama ini memang Kayu Pesanan Kawan (KPK). Sekilas memang seperti bengkel atau pabrik kayu. Tapi jangan salah, di basecamp ini tidak ada kayu-kayu besar yang berasal  dari hutan. Apalagi Kakang Eko juga aktif sebagai mahasiswa pencinta alam (Mapala). Yang ada hanyalah kayu- kayu bekas seperti kayu palet, kayu bekas gagang cangkul, parang atau sejenisnya. Di sini juga banyak kaca bekas, seperti kaca jendela nako yang sudah tidak trend dan sering dibuang oleh pemiliknya. Kaca-kaca bekas ini sebagiannya juga sudah diolah menjadi akuarium.

Selain memenuhi ruang bawah pondok yang tak berlantai, barang-barang tersebut juga berserak di antara bangunan tingkat dua dan rumah Kakang. Bahkan sampai ke pustaka Pondok Belantara yang terletak di dalam rumah Kakang yang bersebelahan langsung dengan pondok usaha bersama tersebut. Ratusan jenis buku ada di sini. Buku inilah yang sering dibawa keliling oleh Kakang atas nama Pondok Belantara saat menjalankan pustaka keliling baik di Pekanbaru maupun luar Pekanbaru.  

Kayu-kayu dan kaca nako bekas inilah yang disulap menjadi banyak jenis barang. Ada rak buku, pembatas ruangan, kursi, keranjang bayi, berbagai jenis akuarium dan bingkai foto serta bingkai piagam. Bentuknya macam-macam, tergantung pesanan. Harganya juga harga kawan sesuai namanya; Kayu Pesanan Kawan. Kawan yang pesan, harga pun harga kawan. 

Meski barang-barang ini dibuat dari limbah atau barang bekas, tapi bukan berarti tidak berkualitas. Semuanya disulap sedemikian rupa dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh sehingga kuat dan berkualitas. Ada beberapa kafe yang sudah pesan partisi dan ada beberapa komunitas yang pesan bingkai foto atau bingkai piagam.

Sebagian besar hasil usaha bersama ini memang dijual. Tapi, sebagian yang lain disumbangkan begitu saja. Salah satunya bingkai foto yang sering disumbangkan kepada sesama teman komunitas. Bukan Kakang Eko dan timnya tidak perlu uang, tapi lebih kepada mengajak kawan lain, bahwa, bangkit saat pandemi itu penting dan berbagi itu tetap perlu, bukan hanya sekedar mengeluh dan mengalah.

Jika ditanya berapa keuntungan yang sudah diperoleh sejak usaha ini dibuka, Kakang Eko menjawab, ''Kami tidak mencari kaya, tapi bagaimana bisa bertahan hidup dan bisa membantu sesama  di saat pandemi seperti ini. Stres memang, tapi setelah dijalani, hasilnya happy survive. Sangat menyenangkan.''

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook