KALEIDOSKOP KESEHATAN PROVINSI RIAU 2021

Selain Covid-19, DBD Masih Jadi Ancaman Masyarakat

Feature | Kamis, 06 Januari 2022 - 09:48 WIB

Selain Covid-19, DBD Masih Jadi Ancaman Masyarakat
Tim Satgas Penanganan Covid 19 membawa pasien yang terpapar Covid-19 ke tempat isolasi yang telah disediakan Pemprov Riau, yakni Asrama Haji di Jalan Mekar Sari, Pekanbaru, beberapa waktu lalu. (MHD AKHWAN/RIAUPOS.CO)

Dalam dua tahun terakhir, masyarakat Riau hampir setiap hari disuguhkan dengan informasi terkait Covid-19. Pasalnya, memang sejak ditemukan kasus pertama Covid-19 di Riau Maret 2020 lalu, hingga saat ini Covid-19 masih ditemukan di Riau.

Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru


HINGGA saat ini, total masyarakat Riau yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Riau sebanyak 128.568 orang. Dari jumlah tersebut, masyarakat yang meninggal dunia tercatat 4 ribu jiwa lebih. Namun selain Covid-19, ada juga beberapa penyakit lainnya yang juga mengancam masyarakat, seperti demam berdarah dengue (DBD). Pasalnya, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, total 7.678 masyarakat Riau t erjangkit DBD. Dari jumlah tersebut, 75 orang di antaranya meninggal dunia.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Riau Masrul Kasmy mengatakan, pada 2019 total penderita DBD di Riau sebanyak 4.135 orang, dari jumlah tersebut 30 di antaranya meninggal dunia. Kemudian pada 2020 jumlah kasus DBD mengalami penurunan menjadi 2.948 orang, namun jumlah yang meninggal bertambah menjadi 38 orang.

"Pad tahun 2021 ini, angka masyarakat yang terjangkit DBD juga kembali menurun yakni sebanyak 595 kasus, dengan kasus meninggal tujuh orang," paparnya.

Untuk kasus DBD, hingga saat ini Kota Pekanbaru menjadi daerah yang paling banyak terdapat masyarakat yang terjangkit. Dalam kurun waktu setahun terakhir, tercatat 286 masyarakat terkena DBD.

"Yang meninggal dunia dua orang. Kemudian juga Kabupaten Kampar cukup tinggi, yakni 70 kasus juga dengan dua pasien yang meninggal dunia," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Masrul juga menyampaikan bahwa untuk mencegah penyebaran penyakit DBD bisa dilakukan dengan cara kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) mulai dari lingkungan rumah masing-masing. Kegiatan PSN harus difokuskan pada tempat-tempat yang disukai nyamuk aedes aegypti tersebut.

"Kegiatan PSN harus difokuskan pada genangan air yang tidak bersentuhan dengan tanah secara langsung. Seperti misalnya bak kamar mandi, tempat  penampungan air, air pembuangan kulkas tempat minum burung, pot bunga, dispenser air minum (wadah limpahan airnya), atau barang bekas di sekitar rumah," katanya.

Pada tempat-tempat tersebut, hendaknya dapat dipastikan tidak terdapat jentik nyamuk.

Karena satu jentik nyamuk betina, dalam 12-14 hari akan berubah jadi nyamuk dewasa. Dan satu nyamuk betina dewasa sekali bertelur bisa mencapai 100-150 butir telur.

"Dalam masa hidup nyamuk betina dewasa berkisar satu bulan, bisa bertelur hingga lebih kurang empat kali. Jadi bisa dibayangkan satu nyamuk betina bisa bertelur hingga 600 telur sebulan. Jadi jika melihat ada jentik berarti kita bisa terancam demam," ujarnya.

Sementara itu untuk stunting, dari tahun ke tahun terpantau terus mengalami penurun. Berdasarkan pendataan yang dilakukan, saat ini persentase angka stunting di Riau sebanyak 24,1 persen.

Dikatakannya, pendataan angka stunting di Riau dilaksanakan selama tiga tahun sekali. Di mana jika dibandingkan dengan enam tahun lalu, angka stunting di Riau terus mengalami penurunan.

"Pada tahun 2013, persentase angka stunting di Riau sebanyak 36,6 persen. Kemudian tiga tahun berikutnya sebanyak 25,1 dan pendataan terakhir pada tahun 2019 kembali turun menjadi 24,1 persen," katanya.

Masrul menjelaskan, saat ini persentase angka stunting di Riau terbesar ada di Kabupaten Indragiri Hulu yakni 29,67 persen, Kuantan Singingi yakni 29,55 persen, Indragiri Hilir 27,43 persen, Pelalawan 27,97 persen.

"Kemudian Kabupaten Siak 27,79 persen, Kampar 23,07 persen, Rokan Hulu 24,37 persen, Bengkalis 22 1,07 persen, Rokan Hilir 28,87 persen," paparnya.

Sementara itu, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengatakan, untuk menurunkan angka stunting di Riau tersebut perlu kerja sama dari semua pihak. Termasuk jajaran pemerintah daerah baik di lingkungan provinsi maupun kabupaten/kota agar terus berupaya menekan angka prevalansi stunting di Riau.

"Agar anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi yang unggul dan memiliki daya saing, oleh sebab itu semua pihak dan lintas sektor harus ikut serta mendukung gerakan bebas stunting di Riau," kata Gubri.

Sebab, ujar Gubri, dampak stunting pada anak-anak dapat dilihat dari kecerdasan anak. Di mana anak-anak stunting biasanya lebih rendah IQ-nya jika dibandingkan dengan anak tinggi badan normal. Sedangkan pada usia dewasa akan berdampak pada produktivitas.

"Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 1.000 hari pertama kehidupan berperan dalam kejadian penyakit hipertensi, ginjal dan diabetes melitus," kata Gubri.

Terkait Covid-19, Gubri juga mengingatkan masyarakat untuk tetap patuh terhadap protokol kesehatan. Karena saat ini Covid-19 masih ditemukan di Riau, termasuk juga bagi para tenaga kesehatan yang telah bekerja keras merawat pasien selama ini.

"Namun meskipun kasus Covid-19 saat ini turun, tempat isolasi, rumah sakit rujukan Covid-19 kapasitasnya tidak dikurangi. Termasuk juga rumah oksigen, hal tersebut untuk mengantisipasi jika terjadi lonjakan kasus Covid-19," ujarnya.

Saat ditanyakan terkait masih adanya tagihan rumah sakit rujukan Covid-19 yang belum dibayarkan pemerintah. Gubri menyebut pemerintah pusat sedang memproses pembayaran tagihan rumah sakit tersebut.

"Karena hal tersebut juga untuk kelancaran pelayanan dan kebutuhan rumah sakit. Maka itu, sudah kami sampaikan kepada bapak Wamenkeu saat datang ke Riau beberapa waktu lalu. Alhamdulilah aspirasi ini mendapat tanggapan baik dari Wamenkeu yang siap menindaklanjuti pembayaran kedepannya," ujarnya.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook