Mendag: Harus Ada Kesetaraan Kesempatan dalam Perdagangan Bebas Dunia

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 27 Mei 2022 - 19:30 WIB

Mendag: Harus Ada Kesetaraan Kesempatan dalam Perdagangan Bebas Dunia
Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi menjadi pembicara pada diskusi panel yang disponsori Channel News Asia (CNA) dari Singapura bertema Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) pada penyelenggaraan World Economic Forum (WEF) 2022 di Davos, Swiss, Kamis (26/5/2022). (KEMENDAG FOR RIAUPOS.CO)

DAVOS (RIAUPOS.CO) - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengingatkan harus  ada  kebersamaan  dan  kesetaraan  kesempatan dalam perdagangan bebas  dunia. Ini disampaikan Mendag Lutfi saat menjadi pembicara dalam  salah  satu  panel  diskusi  yang  disponsori  Channel News  Asia  (CNA)  dari Singapura  bertema “The  Biggest  Trade  Deal  in  the  World". Mendag berharap semua partisipan bahwa Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bisa memberi solusi nyata bagi perekonomian dunia yang dilanda inflasi tinggi saat ini.

 


Kondisi   tersebut   diakibatkan   khususnya   oleh hambatan   perdagangan   dunia   yang   disebabkan proteksionisme  dan  perang  dagang,  serta  tidak  berfungsinya  Organisasi  Perdagangan  Dunia  (WTO) sebagaimana mestinya.

“Ketika  negara-negara  yang  sudah  maju  menerapkan  standar  ganda, WTO justru tidak berkutik,”tegas Mendag Lutfi.  

Cukup  mengejutkan  panelis  lainnya,  Mendag  Lutfi  justru  mengatakan,“Tingginya  harga  komoditas dunia saat ini adalah peluang bagi para petani di negara-negara berkembang besar seperti Indonesia, India, Brasil  dan Tiongkok untuk   menikmati   keuntungan   lebih.   Ini   ekuilibrium   baru   dalam perdagangan  komoditas  pangan  dunia.  Jangan  dirusak  dengan  menyalahkan  salah  satu  negara misalnya Tiongkok karena  posisi  dagang  yang  kurang  menguntungkan.  Bahaya  kalau  beberapa negara maju berkelompok untuk membenarkan standar ganda.

”Hal   yang   dimaksud   standar   ganda   oleh   Mendag   Lutfi  adalah   negara-negara   yang   sudah  maju menyalahkan  dan  mengganggu  perdagangan  bebas  dunia,  ketika  mereka  kurang  diuntungkan  posisi dagangnya terhadap suatu negara tertentu,misalnya Tiongkok.

Padahal, dahulu ketika posisi dagang mereka diuntungkan sehingga petani di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang makmur, semua negara berkembang dipaksa membuka pasar mereka.

“Harus  ada  kebersamaan  dan  kesetaraan  kesempatan  dalam  perdagangan  bebas  dunia,” kata Mendag Lutfi.

Mendag  Lutfi  sempat  berdebat  cukup  tegang  dengan  panelis  lainnya  yaitu  CEO  Suntory  Holdings, salah  satu  produsen  makanan  dan  minuman  terbesar  di  dunia  asal  Jepang,  Tak  Miinami.  Sang  CEO menyatakan pesimis dengan situasi perdagangan dunia saat ini, khususnya karena Tiongkok yang saat ini  menutup  pasarnya  karena  kebijakan  Zero-Covid  yang  diterapkan  Presiden  China  Xi  Jin  Ping. Sehingga Tiongkok, menurutnya, perlu dibatasi perannya dalam perdagangan dunia.  

Mendag Lutfi menyayangkan pandangan tesebut apalagi mengingat Jepang sudah merasakan menjadi negara maju.

Menurut  Mendag  Lutfi, dunia  harus  mengakui  fakta  bahwa  ketika Tiongkok mulai  mendominasi perdagangan  dunia, dampak  positifnya  dapat  dirasakan  seluruh  masyarakat  dunia  dengan  harga barang-barang yang semakin terjangkau.

“Kami  di  Indonesia  sangat  merasakan  betul  manfaatnya.  Apalagi Tiongkok juga  menjadi  sumber utama transfer teknologi bagi negara-negara berkembang saat ini,”tegas Mendag Lutfi menjelaskan.

Padahal, lanjut Mendag Lutfi, Tiongkok baru bergabung dengan WTO di tahun 2001. Tapi manfaatnya jauh  lebih  terasa  dibandingkan  empat  puluh  tahun  lebih sejak perdagangan  dunia  didominasi  oleh kapitalisme Barat.

“Biarkan  harga  pangan  tinggi  saat  ini  menjadi sinyalagar  petani  dan  peternak  di  negara-negaraberkembang   termasuk   Indonesia   meningkatkan   produksi,sehingga   nantinya   harga   akan   turun dengan sendirinya karena pasokan melimpah,” tegas Mendag Lutfi.

Panel Diskusi World Economic Forum oleh CNA, 26 Mei 2022 (sumber: World Economic Forum)RCEP Peluang dan KatalisMendag  Lutfi  mengatakan,“RCEP  berpotensi  memperbaiki  tata  niaga  perdagangan  dunia.  Dari yang sebelumnya   berbasis   akumulasi   dan   konsentrasi   kemakmuran,   menuju   tata   niaga   baru   yang  meratakan kemakmuran dan menciptakan kesejahteraanbersama.

”Bila dievaluasi secara jujur, menurut Mendag Lutfi, kondisi tersebut adalah akibat dari kompetisi atau persaingan bebas yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi makro.

“Oleh  karena  itulah  tata  niaga  dunia  yang  baru  harus  berbasis  kolaborasi  yang  bermanfaat  tanpa adanya  diskriminasi  atau  bersifat  inklusif.  Bila  seluruh  dunia  sibuk  berkolaborasi  maka  tidak  ada ruang untuk kompetisi yang sering kaliberujung kepada konflik antarnegara,”tegas Mendag Lutfi.

RCEP  sebagai  perjanjian  perdagangan  bebas  terbesar  di  dunia  diikuti  oleh  kesepuluhnegara  ASEAN ditambah  Australia,  Selandia  Baru,  Tiongkok,  Jepang,  dan  Korea  Selatan. RCEP adalah  kerjasama perekonomian  pertama  di  dunia yang  memiliki  Tiongkok,  Jepang, dan  Korea  Selatan  sama-sama menjadi anggota.

“Perdagangan bebas tidak harus berdasarkan persaingan bebas. Melainkan bisa juga dicapai melalui kolaborasi  yang  nondiskriminatif  atau  inklusif.  Sudah  ada  bukti  keberhasilannya  yaitu  ASEAN,”tegas Mendag Lutfi.

Model  komunitas  ekonomi  bersama  yang  inklusif  dan  kolaboratif  sudah  dibuktikan  keberhasilannya oleh  ASEAN  yang  saat  ini  merupakan  perekonomian  terbesar  kelima  di  dunia  dengan  totalproduk domestik  bruto(PDB)mencapai  USD3,3  triliun  dan  total  populasi  masyarakatnya  630  juta  orang. Padahal kesepuluhnegara  ASEAN  memiliki  latar  belakang,  bentuk  pemerintahan,  bahkan  sistem perekonomian yang sangat beragam.

“Di  belahan  dunia  lain  justru  menciptakan  pertentangan  bahkan  perang  dingin, di  ASEAN  kami merajutnya  menjadi  persatuan,  kesejahteraan  bersama,  dan  kolaborasi  untuk  berperan  lebih  bagi perekonomian dunia,”tambah Mendag Lutfi.

Sepuluh negara  ASEAN  terdiri atassatu  kerajaan  (absolute monarchy),  dua  pemerintahan  junta militer, dua negara komunis, dan lima demokrasi dengan rasa lokal yang kuat.“Lewat  RCEP, kami  berharap  struktur  dan  model  ASEAN  yang  terbukti  relevan  dan  berhasil  akan menjadi contoh yang diadopsi oleh banyak negara di seluruh dunia,”tegas Mendag Lutfi.(ifr)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook