JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Sebagai warga negara, para content creator juga mempunyai kewajiban membayar pajak. Potensi penerimaan negara dari profesi-profesi kekinian itu begitu besar. Antara lain, YouTuber, bloger, atau selebgram yang sering dikategorikan sebagai influencer media sosial (medsos). Penerimaan pajak 2017 dari kelompok profesi tersebut sekitar Rp 2,7 miliar.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Perpajakan Puspita W Surono mengatakan bahwa pemerintah memang tidak menerapkan aturan khusus untuk para influencer itu. Sebab, Indonesia menganut sistem pajak self assessment.
Wajib pajak secara mandiri melaporkan penghasilan dan harta kekayaannya kepada negara. ’’Memang sistem di Indonesia begitu. Jadi, kami cuma bisa mengingatkan (wajib pajak),’’ katanya di Hotel Atlet Century Park, kemarin (26/3).
Pada 2017 pemerintah menerima pajak Rp 2,7 miliar dari sekitar 51 wajib pajak yang mencatatkan diri sebagai YouTuber dan selebgram. Tahun ini Puspita mengaku tidak mempunyai target khusus. Tetapi, seharusnya, penerimaan pajak dari segmen itu meningkat. Sebab, jumlah influencer di Indonesia juga semakin banyak seiring berkembangnya perekonomian digital.
Puspita menegaskan bahwa pajak untuk para influencer tidak berbeda dengan profesi-profesi yang lain. Jika sang influencer mempunyai tim yang terdiri atas videographer, fotografer, manajer, dan lain-lain, dia akan dikenai pajak UKM. Tarifnya 0,5 persen dari omzet per tahun. Namun, jika profesi itu berstatus sampingan, sang influencer wajib melaporkannya sebagai penghasilan. ’’Tetap dilaporkan sebagai penghasilan tambahan dalam SPT-nya (surat pemberitahuan),’’ jelasnya.
Tahun ini pemerintah menargetkan total penerimaan pajak Rp1.577,56 triliun. Itu sekitar 73 persen dari total penerimaan negara. Sementara itu, target defisit anggaran tahun ini Rp295,9 triliun atau 1,84 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kekurangan anggaran tersebut ditutupi dengan utang.(rin/c20/hep/das)