RIAUPOS.CO - ROSAN Perkasa Roeslani menilai perkiraan beberapa lembaga keuangan mancanegara bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan nomor enam atau tujuh dunia bukan tanpa alasan kuat. Chairman Grup Recapital yang juga menjabat Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu melihat, potensinya sudah ada di depan mata.
Saat perekonomian global melambat seperti yang terjadi pada 2015, papar Rosan, negara-negara yang sejajar dengan Indonesia dan sama-sama punya kans menjadi negara berkekuatan ekonomi besar justru tertekan. Dia mencontohkan Brasil, Rusia, dan Venezuela yang terus bersusah payah menghadapi terpaan turbulensi.
Meski demikian, tentu tetap ada pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi jika ingin meraih apa yang menjadi perkiraan itu. Indonesia pernah terlena dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen. Prestasi tersebut berhasil diraih karena ada berkah pertumbuhan komoditas yang merupakan bagian dari kekayaan alam negara ini sehingga ekspor terbilang kuat. Saat harga komoditas global lesu, ekonomi pun mulai melambat.
Pria kelahiran Jakarta, 31 Desember 1968 itu mengatakan bahwa komoditas memang tetap bagian dari kekayaan Indonesia yang perlu dioptimalkan. Namun, dalam konteks penguatan ekonomi secara jangka panjang, ia akan menjadi sektor yang perlu diwaspadai. Sebab, Indonesia tak akan selamanya bergantung pada komoditas.
”Ambil pelajaran dari masa lalu. Pertumbuhan komoditas kita sangat bergantung Cina, yang sekarang pertumbuhannya sedang melambat, tadinya bisa double digit, bahkan sekarang berpotensi di bawah 7 persen,” katanya.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi tinggi yang diraih karena berkah komoditas pada dasarnya tidak berada di genggaman tangan sendiri. Untuk itu, lanjut dia, mulai sekarang perlu dibangun fondasi kuat agar pertumbuhan ekonomi benar-benar berada di cengkeraman sendiri.
”Memang tidak akan 100 persen di tangan kita sendiri. Itu tidak realistis juga. Tapi, setidaknya pengaruh global itu jangan lagi signifikan,” tegas peraih gelar sarjana bisnis dari Oklahoma State University (1992) tersebut.