Rupiah Terpuruk, Investasi Melambat

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 15 Agustus 2018 - 13:00 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Gejolak nilai tukar rupiah membuat realisasi investasi tumbuh melambat. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan, realisasi investasi semester I tahun ini hanya tumbuh 7,4 persen jika dibandingkan dengan realisasi semester I 2017 yang sebesar Rp336,7 triliun. Padahal, pada semester pertama 2017, realisasi investasi melesat 12,9 persen daripada semester I 2016.

Realisasi investasi semester I tahun ini mencapai Rp361,6 triliun. Angka tersebut mencakup 47,3 persen dari target realisasi investasi 2018 sebesar Rp765 triliun. Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong mengatakan, invetasi yang tumbuh melambat dipengaruhi nilai rupiah yang melemah. Pada semester I 2017, rupiah bergerak di rentang Rp13.200-Rp13.400, sedangkan pada semester I 2018, volatilitas rupiah lebih tinggi dengan pergerakan di rentang Rp13.200-Rp14.400.

Baca Juga :Industri Hitung Ulang Biaya Produksi

Kondisi itu membuat investor cenderung wait and see serta menunda investasi. Sebab, investor perlu kepastian nilai tukar. ”Saya tidak bilang batal ya, tapi mereka (calon investor, red) memang menunda. Dan, itu berpengaruh ke angka realisasi investasi,” ujar Thomas saat konferensi pers, Selasa (14/8).

Tom, sapaan akrab Thomas Trikasih Lembong, menuturkan bahwa pemerintah tidak bisa mengesampingkan sinyal-sinyal perlambatan investasi. Hal itu terlihat dari keluarnya dana asing di pasar modal. Sebab, terjadi penurunan likuiditas dolar AS (USD) akibat dana asing yang keluar.

Faktor melemahnya lira Turki menambah sentimen negatif yang mengakibatkan kurs rupiah bergejolak. Sebelumnya, membaiknya ekonomi AS dan rencana kenaikan suku bunga The Fed memengaruhi kurs rupiah sejak awal tahun. Kemudian, faktor perang dagang dan krisis di Turki menambah berat sentimen yang ada.

Situasi tersebut membuat realisasi investasi yang semula sudah tumbuh melambat akan kembali melambat jika tidak ada aksi yang dilakukan pemerintah. Tom melanjutkan, pemerintah sedang gencar mengurangi impor dengan menyiapkan kebijakan penggunaan bahan bakar biodiesel 20 persen (B20).

Hal tersebut diprediksi dapat menghemat devisa 6 miliar dolar AS per tahun. Selain itu, pemerintah telah memberikan fasilitas bebas pajak (tax holiday) hingga 50 tahun bagi pengusaha yang berorientasi ekspor.

BKPM akan mendorong peningkatan investasi di hulu industri meski dalam jangka pendek akan ada kebutuhan impor yang meningkat akibat investasi tersebut. ”Kalau impor barang modal untuk investasi di hulu industri itu masih sangat kita perlukan, malah harus. Karena nantinya mengurangi ketergantungan impor bahan baku,” jelas Tom.

BKPM juga bakal mendorong realisasi investasi untuk industri kreatif, industri digital, dan pariwisata. Bisnis di sektor tersebut saat ini sangat potensial. Dia menjelaskan, jika dilihat per kuartal, realisasi investasi juga menunjukkan tren penurunan.

Realisasi investasi pada kuartal I sebesar Rp185,3 triliun. Kemudian, pada kuartal II turun menjadi Rp176,3 triliun. Penanaman modal dalam negeri (PMDN) masih tumbuh Rp4,2 triliun, sedangkan penanaman modal asing (PMA) terkoreksi Rp13,2 triliun.

”Kenapa melambat dari kuartal I ke kuartal II? Karena ada realisasi investasi raksasa di bidang e-commerce dan digital economy yang sangat mengangkat realisasi investasi pada kuartal I,” ungkapnya.

Dia optimistis pada kuartal III dan IV sumbangan investasi dari industri kreatif dan pariwisata dapat ditingkatkan. Sebab, pemerintah juga menggenjot sektor pariwisata untuk menambah devisa sehingga berdampak pada pertumbuhan investasi.

Ekonom BCA David Sumual menambahkan, realisasi investasi telihat tumbuh melambat karena sebagian investor besar yang masuk ke Indonesia telah selesai menanamkan modalnya pada kuartal III 2017 hingga kuartal I 2018.

Mengenai rupiah, memang ada penundaan investasi sembari menunggu nilai tukar stabil. Namun, itu kebanyakan dilakukan investor menengah. Investor besar tetap melakukan investasi meski ada gejolak dari eksternal.

”Ke depan keadaannya tetap sama mengenai rupiah. Tapi, investor besar di sektor manufaktur dan otomotif masih akan tetap menanamkan modal. Investasi masih berpeluang naik di semester II karena permintaan dari konsumen tetap ada,” ujar David.(rin/c25/fal/das)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook