JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Dinamika global yang begitu tinggi, menuntut Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK untuk melakukan sejumlah terobosan. Sebagai lembaga pembangun pengetahuan kehutanan dan lingkungan, BLI kini memasuki platform kerja melalui empat paradigma baru. BLI juga terus berupaya membumikan peran penting institusi riset, sebagai pilar dasar kerja para pihak lingkungan hidup dan kehutanan.
Kepala BLI KLHK Agus Justianto menyampaikan, empat paradigma baru tersebut yaitu produksi dan reproduksi pengetahuan; kontestasi pengetahuan, promosi, kampanye dan advokasi; pembangunan jaringan, dan memperluas jangkauan; masuk dalam virtual era dan society era, dengan merintis komersialiasi, bisnis dan marketing.
“Saya berharap research and development tidak berhenti pada publikasi dan buku, namun sudah saatnya bergerak untuk membangun bisnis dan entrepreneur,” ujar Agus, saat memberikan sambutan pada peluncuran “5th International Conference of Indonesia Forestry Researchers (INAFOR) EXPO 2019 di Jakarta, (28/5).
Hampir dua tahun sejak strategi-strategi perubahan digulirkan, rintisan prestasi-prestasi BLI telah menghasilkan 24 dari 77 prestasi di Lingkup KLHK. Prestasi yang telah mendunia seperti AIKO, Koleksi Xylarium, dan International Tropical Peatlands Center-ITPC, menjadi perintis paradigma baru BLI. Pengembangan di tingkat tapak seperti mikrohidro, dan prestasi-prestasi manajemen dan SDM juga sudah terlihat.
Instrumen lain yang dibangun BLI yaitu INAFOR atau Konferensi Internasional para Peneliti Kehutanan Indonesia. Event yang memasuki tahun kelima dalam penyelenggaraannya ini, akan digelar pada 27-30 Agustus 2019 mendatang dengan mengambil tema “Enforcing Forest Restoration and Waste Management for Better Environment and Socio-Economic Benefits”.
Rencananya, kegiatan tersebut akan melibatkan lebih dari 2.500 peneliti, 50 organisasi internasional, dan 20 negara partner. Selama penyelenggaraannya, para peserta akan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman digital litbang. Konferensi ini juga akan membangun urgensi tentang restorasi hutan, serta sampah dan limbah.
“Diharapkan dari konferensi ini tumbuh jaringan baru, dan narasi-narasi yang kuat dalam mengambil keputusan tentang restorasi, dan agenda pengelolaan sampah dan limbah. Hasil-hasil Konferensi ini juga akan kami bawa dalam pertemuan internasional Perubahan Iklim (COP-UNFCCC) 25 pada 3-12 Desember 2019 di Santiago, Chile,” tutur Agus.
Di akhir sambutannya, Agus menitipkan pesan bahwa agenda kerja LHK tidak dapat diselesaikan secara sendirian. KLHK juga memerlukan partner kerja, dan saling berkontribusi sumberdaya. “Saya ingin mengulang pesan saya: jika ingin berjalan cepat, maka berjalanlah sendirian, jika ingin berjalan jauh, maka berjalanlah bersama-sama atau tim,” pungkasnya.
Turut hadir pada acara tersebut Staf Ahli Menteri LHK Bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat dan Daerah Winarni Monoarfa, para Penasihat Senior Menteri LHK, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), jajaran BLI KLHK, dan mitra peserta INAFOR EXPO 2019.(ADV)