Jakarta (RIAUPOS.CO) -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senin, 22 April 2019. Negara Indonesia memiliki komitmen tinggi dalam pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam (SDA) yang begitu kaya. Upaya penegakan hukum lingkungan dan kehutanan untuk penyelamatan SDA dan membangun budaya kepatuhan dirasakan telah membuahkan hasil. Penegakan hukum terbukti efektif untuk shock therapy dan penguatan efek jera, melalui langkah-langkah operasi pencegahan, pengawasan dan penyelesaian sengketa.
Untuk penyelamatan SDA, dari tahun 2015 – 2019, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK telah menangani 21 gugatan perdata, dan 10 putusan sudah Inkracht dengan nilai Rp. 19,4 T. Tercatat telah dilakukan operasi pencegahan kejahatan dan pengamanan hutan dari perambahan sebanyak 400 kali, operasi pengamanan tumbuhan dan satwa liar 248 kali serta operasi pencegahan dan pengamanan hutan dan hasil hutan sebanyak 978 kali.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan kejahatan terhadap lingkungan hidup dan kehutanan termasuk kejahatan serius dan luar biasa. Kelestarian SDA akan berdampak pada ekologi, sosial dan ekonomi. “Bayangkan kalau sumber daya alam ini rusak, apakah memajukan kesejahteraan umum dapat tercapai? Apakah mungkin bisa mencerdaskan kehidupan bangsa kalau lingkungan tercemar logam berat?”, kata Roy, sapaan akrab Dirjen Gakkum pada acara NGOPI (Ngobrol Pintar) PWI Riau di Pekanbaru, Senin (22/04/2019).
Jenis kejahatan lain meliputi kerusakan lingkungan, limbah dan pencemaran industri. Untuk itu, dalam upaya law enforcement, penegakan hukum, dilakukan pengawasan terhadap 3.651 pengawasan izin serta penanganan 3.001 pengaduan dan telah dijatuhkan sanksi administratif 618, serta sanksi pidana 601 kasus P21 dan untuk 164 kasus dilakukan proses di POLRI dan Kejaksaan.
Di Provinsi Riau sendiri, penegakan hukum LHK meliputi penegakan hukum pidana 48 kasus P21, sanksi administrasi 72, dan putusan perdata yang Inkracht 3, yaitu PT. MPL dengan denda Rp.16,2 T, PT NSP Rp. 491 miliar, dan PT. JJP senilai Rp.1,07 T.
Menurut Roy kejadian lingkungan hidup dan kehutanan terjadi karena 3 hal: ketidaktahuan, kesempatan dan keinginan jahat. Tantangan penegakan hukumnya juga kompleks dan dinamis karena multi aktor dan modus, sering terjadi perlawanan, pembuktian sulit, dan rantai kerja yang panjang.
Guru Besar Perlindungan Hutan Prof. Bambang Hero Saharjo menambahkan pembuktian kasus lingkungan hidup dan kehutanan tidak mudah, selain butuh kemampuan yang prima dengan kemampuan teknologi terkini juga harus siap berhadapan dengan berbagai resiko yang terkadang diluar dugaan. Tantangan besar yang dihadapi adalah ketika proses pembuktian berlangsung di persidangan dimana para penegak hukumnya justru banyak yang tidak faham akan perkara yang disidangkan.
"Sekali lingkungan hidup mengalami kerusakan atau penurunan kualitas dan kuantitas, maka upaya pemulihan yang dilakukan manusia tidak dapat mengembalikan sepenuhnya pada lingkungan hidup keadaan semula. Manusia tidak mampu menciptakan sumber daya alam karena penciptaan itu adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa", ucap Bambang Hero.
Menghadapi tantangan ke depan, Roy mengungkapkan KLHK akan memperkuat beberapa hal. Pertama, mengembangkan sistem big data untuk menggali informasi lebih dalam, selanjutnya penggunaan sains dan teknologi juga berperan penting dalam meningkatkan kecepatan dan ketepatan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan yang lebih efektif. Terakhir, komitmen dari eksekutif, legislatif, serta yudikatif yang kuat, berperan penting dalam penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan. (adv)