KUOK (RIAUPOS.CO) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr Siti Nurbaya MSc meresmikan Taman Edukasi Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Kuok, Desa Kuok, Kecamatan Kuok, Kampar, Ahad (14/8).
Didampingi beberapa Dirjen dari Kementerian LHK, Menteri bersama Pj Bupati dan masyarakat melakukan diskusi santai langsung bersama Kelompok Tani Hutan dan Kelompok Wanita Tani (KTH/ KWT) dan UMKM Binaan BPSILHK Kuok terkait pengelolaan hasil kekayaan alam di Kabupaten Kampar.
Terkait Hutan Rimbang Baling yang disampaikan Camat Kamparkiri Hulu Firdaus MPd, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan akan membawa hal ini kembali ke Kementerian untuk mengkaji ulang agar nantinya sejauh mana masyarakat bisa mengolah dan pemerintah untuk membangun.
Selain itu, Siti Nurbaya menyampaikan apresiasi atas olahan kelor oleh masyarakat Kampar. Hal ini sudah direncanakannya dari 2017 di Banten, namun ternyata Riau khususnya Kampar sudah duluan melakukan ini.
"Selain itu, terkait CV Wilbi yang berdiri tahun 2000 dan menjadi CV tahun 2006. Alhamdulillah sudah mendapatkan izin edar dari BPOM, MUI, SNI, NKP. Sekarang lagi izin CCP agar bisa ekspor secara resmi. Dengan demikian, pihak Kementerian melalui Dirjen untuk membantu hal tersebut,"jelas Siti Nurbaya.
Dalam diskusi kemarin, Pj Bupati Kampar Dr Kamsol mengucapkan selamat datang di Kampar Menteri LHK di pusat kegiatan di BPSI Kuok. Kamsol menyampaikan harapan kepada Menteri LHK agar ke depan berbagai kekayaan alam di Kampar seperti yang ada di bawah binaan BPSILHK Kuok ini dapat menjadi motor penggerak UMKM khususnya dalam pengelolaan turunan hasil kehutanan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Binaan BPSILHK sendiri, madu Wilbi untuk kecantikan dan Keloros Dapur Aru yang kaya nutrisi diolah menjadi bahan makanan dan minuman serta natural soap untuk diberi solusi agar nantinya bisa mendunia,"jelas Kamsol.
Kamsol juga meminta agar hutan atau yang masuk kawasan hutan yang ada di Kampar nantinya bisa dikelola secara sederhana oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebut saja hutan Rimbang Baling Kamparkiri Hulu, kawasan yang saat ini tidak bisa lagi diolah atau bercocok tanam oleh masyarakat.
"Jangankan untuk berkebun masyarakat, untuk akses jalan saja pemerintah daerah belum bisa melakukan pembangunannya. Bagaimana masyarakat bisa mengolah kekayaan alam yang katanya sumber alam adalah untuk kesejahteraan kita," ucap Kamsol.(kom)