KLHK Himbau Masyarakat Waspadai Kenaikan Jumlah Hotspot

Advertorial | Kamis, 12 September 2019 - 16:01 WIB

KLHK Himbau Masyarakat Waspadai Kenaikan Jumlah Hotspot

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pantauan data Sipongi sejak Bulan Juli - September 2019 (data akhir per 12 September 2019 Pukul 06.00 WIB dari satelit Terra/Aqua) hotspot di sembilan provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua terpantau cenderung terus meningkat. Penurunan hotspot terpantau hanya terjadi di Sumatera Utara.

Akibat meningkatnya hotspot tersebut, KLHK menghimbau masyarakat yang tinggal di Pulau Sumatera dan Kalimantan untuk waspada kabut asap yang dapat menggangu kesehatan dan keselamatan dalam aktivitas harian. KLHK melalui Manggala Agni yang bekerjasama dengan Satgas Karhutla terus melakukan upaya terbaik untuk memadamkan karhutla di seluruh wilayah Indonesia.

Berdasarkan data monitoring kualitas udara dan cuaca penerbangan yang diolah berdasarkan data Ditjen Pengendalian Pengelolaan Kerusakan Lingkungan KLHK dan BMKG, Kualitas Udara (PM10(?g/m³)) per tanggal 11 September 2019 jam 15.00 WIB, terpantau kualitas udara di Medan, Jambi, Palembang, Pontianak, dan Banjarmasin dalam kondisi sedang. Sedangkan untuk Pekanbaru dan Palangkaraya terpantau kualitas udaranya tidak sehat.

Lalu untuk jarak pandang di Palangkaraya dan Banjarmasin berdasarkan data cuaca penerbangan per tanggal 12 September 2019 jam 05.00 WIB berada di bawah 1 km, yaitu masing-masing 0,9 km dan 0,1 km. Untuk jarak pandang wilayah lainya seperti Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Pontianak dan Tanjung Selor masih di atas 2 km.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa peningkatan hotspot tidak hanya terjadi di wilayah Indonesia, namun juga di beberapa wilayah negara Asia Tenggara. Berdasarkan hasil pemantauan citra Satelit Terra, Aqua, Suomi-NPP, NOAA-20, dan Satelit Himawari-8 (JMA) yang dilakukan BMKG selama 10 hari terakhir (1 – 10 September 2019), terpantau setidaknya 6.255 titik panas dengan kategori tingkat kepercayaan tinggi di seluruh wilayah Asia Tenggara (ASEAN). Titik panas tersebut juga disebutkan dalam tren yang cenderung naik.

Hotspot di wilayah ASEAN ini berdasarkan pantauan BMKG terdeteksi di Malaysia (Semenanjung Malaysia dan Serawak), Thailand, Filipina, Papua Nugini, Vietnam, dan Timor Leste.

Kemudian terkait asap lintas batas (transbondary haze) berdasarkan data BMKG pada pagi hari tanggal 11 September 2019, mulai terdeteksi adanya asap yang memasuki Selat Malaka dari wilayah Sumatera pada pukul 08.00 WIB, namun pukul 16.00 tidak terdeteksi lagi. Angin secara umum bertiup dari arah Tenggara ke arah Barat Laut dengan kecepatan 5 sampai 10 Knot.

Terdeteksi pula asap di semenanjung Malaysia, tepatnya di zona yang cukup banyak hotspot lokal di Semenanjung tersebut.

Informasi Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Singapura berdasarkan data http://www.haze.gov.sg/ per tanggal 12 September 2019 jam 06.00 waktu setempat berada pada level Moderate. Sementara informasi ISPU Malaysia berdasarkan data http://apims.doe.gov.my/public_v2/home.html per tanggal 11 September 2019 jam 05.00 am waktu setempat berada pada level Good - Very Unhealthy.

Untuk mencegah semakin meluasnya karhutla, KLHK menghimbau agar semua pihak termasuk seluruh lapisan masyarakat meningkatkan kepedulian untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Hal ini mengingat prediksi dari BMKG bahwa potensi terjadinya titik panas dan asap masih dapat berlangsung hingga pertengahan Oktober, seiring dengan masih berlangsungnya periode musim kemarau di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan.

KLHK mengingatkan jika karhutla terjadi 99 persen disebabkan akibat perbuatan manusia. Berdasarkan data KLHK sampai 31 Agustus 2019 menunjukkan luas areal lahan dan hutan yang terbakar seluas 328 ribu ha yang berarti masih 35 persen lebih rendah dari luas areal terbakar pada tahun 2018 yang mencapai 510 ha. Luas areal terbakar tahun 2019 itu terbagi di lahan gambut seluas 89 ribu, dan di lahan tanah mineral seluas 239 ribu ha. Data ini mengkonfirmasi jika perlindungan areal gambut di Indonesia lebih baik karena luas areal terbakar tidak didominasi pada areal gambut yang sulit dipadamkan melainkan di tanah-tanah mineral yang relatif lebih mudah dipadamkan.

Kemudian ditambahkan oleh BMKG untuk dua bulan kedepan jika pada Bulan Oktober hingga pertengahan Bulan November kondisi terjadinya hotspot masih cukup tinggi, BMKG bersama BNPB telah bersiap melakukan hujan buatan. Bibit-bibit awan sudah mulai ada, sehingga sudah bisa dilakukan pembuatan hujan buatan. Di Riau dan Palembang sudah dilakukan pembuatan hujan buatan, untuk Kalimantan Barat masih menunggu terbentuknya bibit awan guna penyemaian garam untuk hujan buatan.

Kegiatan modifikasi cuaca (TMC) dengan pembuatan hujan buatan hingga tanggal 6 September 2019 telah dilakukan 207 kali sorti dengan jumlah garam yang ditaburkan mencapai 160.816 kg.(ADV)

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook