KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Mutualisme Perhutanan Sosial dan Industri

Advertorial | Sabtu, 11 Mei 2019 - 13:57 WIB

Mutualisme Perhutanan Sosial dan Industri

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pengelolaan Perhutanan Sosial yang terintegrasi dari hulu hingga hilir terlihat jelas di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Di hulu masyarakat sekitar perusahaan menanam sengon, di hilir pabrik kayu lapis Naga Buana sudah siap sebagai off-taker. Didukung jarak pabrik yang dekat dengan pelabuhan memudahkan untuk transportasi produk.

Menteri LHK Siti Nurbaya didampingi para pejabat Kementerian LHK, Bupati Pulang Pisau Edy Pratowo dan Wakil Bupati Pulang Pisau Pudjirustaty Narang bersama unsur perangkat daerah serta pejabat terkait meninjau kebun sengon dan pabrik pengolahan kayu terpadu PT Naga Buana Aneka Piranti di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, (8/5).

Pabrik Naga Buana sebagai off-taker mulai dibangun tahun 2016, bersamaan dengan pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), yang saat ini sudah mulai ditanami dan produksi. HTR seluas 1.912 ha berada di 12 lokasi sehingga timbul spot-spot kecil pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat yang dapat menjadi sumber ekonomi baru.

“Hutan sosial disini termasuk pertama kali diserahkan oleh Presiden, pada tanggal 20 Desember 2016 lalu. Ini adalah bukti untuk pertama kalinya hutan betul-betul memberikan kesejahteraan kepada rakyat”, kata Siti Nurbaya saat meninjau lokasi.

Saat itu, Presiden meminta agar segera dibangun pabrik pengolahan kayu lapis yang nantinya akan membeli kayu hasil tanam masyarakat. Presiden berpesan agar masyarakat benar-benar memanfaatkan lahan yang sudah diberikan izinnya untuk dikelola. Ia berjanji akan selalu mengecek pemanfaatan perhutanan sosial tersebut.

Menurut Presiden, semangat perhutanan sosial adalah memunculkan keadilan sosial bagi masyarakat yang hidup di daerah perhutanan sembari menjaga kelestarian sumber daya hutan. Caranya melalui perizinan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan negara dengan skema hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan.

Sebagai upaya agar lahan hutan tersebut menjadi produktif, selain pemanfaatan kawasan hutan sebagai area penanaman, perhutanan sosial juga akan dikolaborasikan dengan industri pengolahan sumber daya hutan agar produk yang dihasilkan petani dapat berorientasi ekspor.

Menurut Menteri Siti, proyeksi Perhutanan Sosial di Kalimantan Tengah mencapai 1,6 juta ha. Ditingkat hulu sebagai pemasok bahan baku dari hutan rakyat, paling tidak industri perlu 20.000 ha. Dikatakan Menteri Siti, selain tanaman utama kayu, masyarakat dapat mengembangkan pola tanaman tumpang sari, yang dapat menghasilkan 8 – 12 juta/ha, begitu juga dengan agroforestry.

Perusahaan tidak boleh seenaknya menentukan harga, ada kontrol dari pemerintah. Karena hutan sosial bukan hanya untuk masyarakat bekerja, tapi juga berpenghasilan. “Kita sudah lihat pohonnya sudah ada yang 50 cm, 20 cm, dan 10 cm. Segalanya kita bangun dari semua yang ada disini. Perhutanan sosial Indonesia sudah go international dan contohnya dari Pulang Pisau”, tutup Menteri Siti.

Turut hadir dalam kunjungan kerja ke Pulang Pisau ini, antara lain Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, dan Kepala UPT KLHK.(adv)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook