JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Berdasarkan survey dan diskusi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla), disebabkan karena faktor manusia, disengaja, dan pelakunya merupakan suruhan pihak lain, serta dimaksudkan untuk membuka lahan pertanian dan perkebunan.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal PPI Ruandha Agung Sugardiman pada acara FGD Divisi Humas Polri dengan Tema "Solusi Pencegahan dan Penanggulangan Karhutla Berbasis Kolaborasi Antar Lembaga Terkait", yang dilaksanakan di Jakarta, (08/10).
"Kedepan, pencegahan yang akan kita lakukan yaitu dengan membantu masyarakat menyiapkan lahan tanpa bakar. Kemudian menjamin kesejahtaraan masyarakat, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang dibayar untuk membakar lahan. Jadi saya yakin dengan seperti itu strategi kita, karhutla dapat dicegah, " ujar Ruandha.
Lebih lanjut, Ruandha juga menekankan perlunya kolaborasi antar lembaga, dengan memanfaatkan dana yang selama ini digunakan untuk pemadaman karhutla, dapat difokuskan pada tahap pencegahan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lili Kurniawan, menyampaikan pencegahan dan keterlibatan multipihak menjadi kunci. Disamping itu, perlu ada rumusan kedepan, cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat misalnya melalui carbon trading, dan ekowisata lahan gambut.
Lili menjelaskan, karhutla menyebabkan dampak kerugian yang sangat besar, selain *materiil* juga terhadap kesehatan, dan hubungan bilateral dengan negara tetangga akibat asap lintas batas negara.
Dampak tersebut, disampaikan Lili, dapat direduksi pemerintah dan masyasrakat, bersinergi mencegah karhutla. "Melalui diskusi ini dapat kita bahas bersama caranya. Dapat bermacam-macam misalnya, edukasi terhadap desa rawan karhutla, Kementerian Pertanian membuat demplot khusus yang dimanfaatkan masyarakat untuk menanam tanaman produktif bernilai ekonomi dan ekologi tinggi, dan Kementerian PUPERA berperan dalam mengatur tata kelola air lahan gambut," paparnya.
Lili menjelaskan, tidak mudah memadamkan api pada lahan gambut, berbeda lahan mineral, karena meski atasnya sudah padam, di lapisan bawah gambut tersebut masih membara.
Hal tersebut diamini oleh Kasubdit III Direktorat Tindak Pidata Tertentu Bareskrim Polri, Kombes Pol. Irsan. "Penanganan TKP Karhutla, berbeda dengan kejahatan lain. Biasanya penyidik segera menuju TKP setelah ada laporan, sedangkan untuk karhutla kita menunggu api padam dulu misalnya," ungkapnya.
Irsan juga setuju bahwa peran serta masyarakat sangat besar dalam pencegahan karhutla. Dia mencontohkan beberapa desa penghasil lebah madu di Sumatera Selatan, tidak pernah mengalami karhurla.
"Kalau disana terjadi karhutla tentu akan berpengaruh besar terhadap produksi lebah madunya, sehingga mereka bersama-sama menjaga agar lahannya tidak terjadi karhurla," ujar Irsan.
Terkait dengan sinergi antar lembaga, Irsan menyampaikan Polri bekerjasama dengan KLHK dalam penguatan kapasitas penegakan multidoor karhutla. Selain itu, peyidik Polri juga melakukan penyidikan berbasis deteksi dini, dengan menggunakan sarana aplikasi yg ada di *KLHK sebagai* basis penyidikan, diantaranya melalui website sipongi.
"Sebagai bahan diskusi kali ini, mungkin perlu ada Direktorat dibawah Polri yang fokus menangani pencegahan, dukungan pemadaman, penegakan hukum, dan mitigasi karhutla," pungkasnya.(ADV)