Sensor Baru Lebih Canggih

Teknologi | Minggu, 10 Februari 2019 - 11:21 WIB

Sensor Baru Lebih Canggih
SENSOR: Sensor jenis earthquake early warning system (EEWS) akan segera dipasang di perairan barat Sumatera hingga Selat Sunda. Sensor ini difungsikan untuk mendeteksi tsunami. (AFP)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersiap untuk memasang jaringan sensor baru Earthquake Early Warning System (EEWS) di sepanjang perairan barat Sumatera hingga Selat Sunda.

EEWS dipercaya memiliki jaringan dan sistem sensor yang lebih canggih daripada jaringan sensor biasa yang dimiliki Indonesia. Saat ini ada 170 alat sensor yang tersebar di seluruh Indonesia. 170 an sensor tersebut adalah bagian dari sisten Indonesia Tsunami Early Warning System (INA -TEWS).

Baca Juga :Waspadai Cuaca Ekstrem di Awal Tahun

Sementara EEWS memiliki jaringan tersendiri. Untuk tipe EEWS, BMKG menyiapkan 50 buah sensor baru.   Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengungkapkan, jaringan sensor EEWS akan dipasang di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Jaringan akan ditempatkan di sekitar Kepulauan Mentawai yang notabene pulau terdekat dari Sumber Gempabumi super (Zona megathrusht).

Namun, sensor EEWS ini masih perlu di uji coba. Rencana pengadaan alat akan dilakukan paling lambat pada akhir tahun 2019 dengan masa uji coba 1 hingga 2 tahun.

“Jepang dan China sudah menerapkan tipe sensor ini, dan berhasil. Kita baru uji coba,” kata Rahmat pada Jawa Pos, Sabtu (10/2).

Rahmat mengatakan, kelebihan dari sensor EEWS adalah akurasi dan kecepatannya dalam mendeteksi gempa. Dalam kemampuan maksimalnya, sensor EEWS bisa mendeteksi getaran gempa bumi sejak dari pusat gempa di bawah bumi (hiposenter) bahkan sebelum mencapai pusat getaran di permukaan (episenter).

Manfaat dari kecepatan ini adalah peringatan yang lebih dini, perhitungan peta guncangan dan pengambilan keputusan yang lebih cepat. Selama ini, gempa bumi memang tidak bisa diprediksi. Kecepatan sensor EEWS adalah harapan untuk menekan kerugian dan korban akibat gempa.

”Pemilihan Sumatera Barat dilakukan karena akhir-akhir ini masyarakat Sumatera Barat diingatkan kembali akan adanya gempa bumi besar yang bersumber di sekitar Kepulauan Mentawai,” kata Rahmat.

Rahmat menjelaskan,  99 persen tsunami terjadi karena gempa bumi tektonik. Namun,  kejadian tsunami di Selat Sunda terjadi kompleksitas tersendiri. Tsunami tidak dipicu  gempa bumi tektonik. Dengan kondisi khusus inilah, Rahmat menuturkan, BMKG telah memasang enam alat sensor khusus, yakni tiga di Banten dan tiga lainnya di Lampung. Sensor ini dipasang untuk mendeteksi dampak erupsi gunung berapi yang ada di laut.

”Kami bekerja sama dengan berbagai pihak sudah memasang seismograf untuk mengamati dampak erupsi gunung api. Sehingga ke depan jika ada sumber getaran jelas, kita dapat mengeluarkan warning tsunami dengan basic datanya adalah magnitude dan episenter,” katanya.

Kewaspadaan terhadap bahaya Gempa Bumi kata Rahmat harus terus ditingkatkan. Karena selain aktivitas seismis yang terus naik, BMKG baru saja mendeteksi  memilki 295 sumber gempa sesar aktif yang baru.(tau/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook