SOLOK SELATAN (RIAUPOS.CO) - Pada masa tanggap darurat gempa Solok Selatan (Solsel), asupan gizi bagi balita dan warga lanjut usia (lansia) yang tersebar di tenda-tenda pengungsian akan diutamakan. Hal itu diperlukan sebagai antisipasi penyakit seperti diare, infeksi saluran penafasan akut (ISPA), gatal-gatal dan penyakit lainnya yang rawan menyerang pengungsi. Apalagi kebersihan selama di pengungsian biasanya tidak terjamin seutuhnya dan perlu perhatian petugas kesehatan, seperti di Kecamatan Sangir Balai Janggo dan Sangir Batanghari yang warganya terdampak gempa.
Sasmawati (36), warga Sungai Sungkai berharap korban gempa yang tinggal di tenda pengungsian dan mendirikan tenda secara mandiri di depan rumah mereka, perlu diberikan asupan gizi dan makanan tambahan.
“Kami semalam masih bermalam di tenda halaman rumah. Sebab dinding rumah retak-retak dan takut runtuh kalau tetap di dalam rumah. Apalagi masih terjadi gempa susulan. Kami juga butuh layanan kesehatan,” ujar Sasmawati yang sedang menggendong balitanya, siang kemarin.
Ibu tiga anak itu mengharapkan, tim pendataan jangan sekadar mendata. Namun, betul-betul jadi perhatian dari sisi kesehatan dan lainnya sehingga tidak ada kecemburuan sosial.
“Ini harapan kami,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Solsel Novirman mengatakan, dampak diare, ISPA, dan gatal-gatal kerap dialami warga ketika terjadi bencana alam terutama para pengungsi yang tinggal di tenda pengungsian. Baik dewasa, maupun balita.
“Oleh karena itu, kesehatan mereka kita utamakan. Begitu juga asupan gizi serta makanan tambahan bagi balita,” katanya.
Dikatakannya, penanganan lebih awal sudah diupayakannya dengan menurunkan tim medis. Seluruh korban gempa diberikan pelayanan kesehatan yang baik dan merata. Baik di pengungsian maupun yang dirawat di puskesmas dan RSUD Solsel.
“Sebelum terjangkit penyakit, kita sudah upayakan antisipasi sejak dini. Bagaimana daya tahan tubuh pengungsi terutama warga lanjut usia dan balita tetap stabil. Sehingga tidak mudah terserang penyakit,” tuturnya.
Sementara itu korban gempa yang dirawat di puskesmas dan RSUD Solsel hingga Jumat (1/3) sudah mencapai 61 orang. Rinciannya di Puskesmas Mercu 43 orang, Puskesmas Abai 11 orang, Puskesmas Talunan 5 orang, Puskesmas Bidaralam 2 orang dan 1 orang dirujuk ke RSUD Solsel. “Ada 61 korban gempa yang hingga Jumat ini (kemarin, red) dirawat di puskesmas dan RSUD,” katanya.
Sedangkan pasien yang mengalami gangguan psikologi akibat trauma gempa, kata Novirman, sebanyak tiga orang dan satu orang mengalami penyakit jantung. “Seluruh biaya korban gempa di rumah sakit setempat digratiskan atau ditanggung oleh pemerintah,” ujarnya.
Dia meminta petugas kesehatan memberikan empati terhadap korban yang dirawat dan di pengungsi. “Jadi, petugas kesehatan harus melayani kebutuhan masyarakat akan kesehatan. Jika tidak, dinas akan memberikan sanksi. Mesti bersikap ramah, sopan dan datang ketika dibutuhkan atau tidak di tenda pengungsian,” katanya.
Tim kesehatan perlu memberikan pelayanan dengan baik dan ramah. Saat ini, stok obat-obatan di farmasi kabupaten sudah didrop sejak sore kemarin.(tno/rpg)