SIAK (RIAUPOS.CO) - Barak yang menjadi tempat tinggal dua keluarga warga Nias, dan kerani serta petugas pemadam PT Uniseraya sudah koso-ng, sejak Senin (30/8) dini hari. petugas pemadam PT Uniseraya sudah kosong, sejak Senin (30/8) dini hari. Ada belasan penghuni barak yang berjumlah tiga unit, dengan masing masing bangunan berjarak sekitar 25 sampai 50 meter. Tewasnya Malfa Alfarel (15) pada Ahad (29/8) sekitar pukul 18.00 WIB, karena diterkam lalu diseret harimau hingga tewas dan ditemukan tanpa kepala dan kelamin itu, membuat semuanya dini hari lalu harus mengungsi ke Kampung Teluk Lanus dan Tanjung Buton.
Demikian dijelaskan Kaur Pemerintahan Kampung Teluk Lanus Kenang, yang sejak Ahad malam, sudah berada di barak, ikut mencari jasad korban, lalu melakukan evakuasi terhadap penghuni barak. Suasana begitu mencekam, dan semua merasa cemas dan khawatir kalau kalau harimau tiba tiba muncul dan melakukan penyerangan.
"Malam itu, kami hanya menemukan jasad korban. Secepatnya kami evakuasi mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan," terang Kenang.
Rustam orang tua korban menginginkan jasad putranya dimakamkan di kampung halamannya Pulau Nias, sebab pekan lalu kakek korban atau orang tua Rustam juga meninggal dunia.
"Kami ingin makam mereka berdekatan, makanya kami ingin membawa jasad putra kami ke kampung halaman," ungkap Rustam.
Dijelaskan Kenang, Senin pagi Rustam dan keluarga, beserta jasad putranya sudah sampai di Pelabuhan Tanjung Buton, Kecamatan Sungai Apit, bersiap berangkat ke Pulau Nias. Ada pun jarak dari tempat kejadian ke Tanjung Buton sekitar 5 sampai 6 jam dengan pompong. Sementara jika dari Teluk Lanus yang berada di paling ujung sekitar 2 jam.
Kabar bakal datangnya pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, membuat Kenang harus kembali lagi ke barak, bersama beberapa warga kampung.
"Kami sampai barak sekitar pukul 14.00 WIB. Kami sempat masuk ke barak untuk mengambil beberapa barang milik Kerani yang tinggal. Kebetulan Kerani warga Teluk Lanus," jelas Kenang.
Usai makan, lalu mereka duduk di teras barak. Tiba-tiba kenang mendengar suara semak dilintasi sesuatu. Saat itu juga Kenang mengajak rekan rekannya untuk meninggalkan barak dan menunggu BBKSDA di pelabuhan. Jarak dari pelabuhan ke barak menurutnya, sekitar 100 sampai 150 meter.
Tak lama sampai pelabuhan, apa yang dikhawatirkan benar benar muncul. Harimau berkeliaran di sekitar barak. Bahkan harimau dengan belang oranye yang pekat, dengan les hitam dan memiliki tubuh yang besar berdiri di dinding lalu mengintip ke dalam barak melalui jendela.
"Untung kami gerak cepat, kalau tidak entah apa yang terjadi pada kami," jelas Kenang.
Dia bersama enam temannya menunggu BBKSDA sampai magrib, namun pihak BBKSDA belum sampai. Akhirnya, Kenang memutuskan kembali ke kampung.
"Kami sudah berusaha menunggu, sebab dikabarkan beberapa warga kami akan dimintai keterangan oleh pihak BBKSDS. Tak ingin menjadi korban keganasan harimau, kami meninggalkan pelabuhan," jelas Kenang.
Terkait tewasnya Alfarel, menurut Kenang, petang itu listrik di barak atau basecamp PT Uniseraya tempat Rustam dan keluarganya tinggal kondisinya hidup matI, sementara Alfarel dan adiknya sedang bermain di luar. Saat listrik menyala, hanya Alfarel yang tidak kelihatan di pondok, ketika dicari keluar rumah ditemukan darah berceceran dan bercaknya mengarah ke hutan.