PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Beruang berhasil menangkap tiga orang penjual bagian-bagian satwa dilindungi jenis Harimau Sumatera, di Teluk Meranti, Bunut, Pelalawan, Riau, Senin (5/6/2023).
Mereka yang ditangkap tiga pria berinisial JI (37), asal Kampung Nelayan, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Kemudian YW (29) asal Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara satunya lagi berinisial Al (43), warga Desa Tungkal Empat Kota, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Nama terakhir masih berstatus saksi dalam pengungkapam kasus ini. Ketiganya ditahan di rutan Polda Riau.
Pada ekspose yang digelar Kamis (8/6/2023), Kepala Balai Gakkum LHK Sumatera Subhan menjelaskan, penangkapan ini bermula dari laporan masyarakat bahwa bakal ada transaksi kulit beserta bagian-bagian tubuh Harimau Sumatera.
Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan operasi peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) oleh tim dari SPORC Brigade Beruang. Transaksi itu dilaporkan akan dilakukan di Desa Teluk Meranti, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
"Tim SPORC Brigade Beruang terjun ke lokasi untuk melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap para pelaku pada Senin (5/6/2023) sekitar pukul 18.30 WIB di Desa Teluk Meranti, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau," ungkap Subhan.
Dalam penangkapan tersbut, tim ikut mengamankan barang bukti berupa dua lembar kulit harimau, empat buah taring, lima lembar plastik bening pembungkus kulit harimau, satu tas ransel warna biru, satu tas ransel wama abu-abu, dan satu unit sepeda motor. Pelaku dan barang bukti dibawa dan diserahkan kepada penyidik Gakkum KLHK di kantor Seksi Wilayah II Pekanbaru.
Subhan pada kesempatan itu memberikan apresiasi kepada tim operasi yang telah berhasil mengungkap dan menggagalkan transaksi perdagangan bagian satwa yang dilindungi.
"Kami akan terus bersinergi dengan aparat penegak hukum terkait untuk memberantas kegiatan perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi demi menjaga kelestariannya," ungkapnya.
Adapun kepada JI dan YW yang ditetapkan sebagai tersangka dijerat dengan Pasal 21 ayat (2) Huruf d jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Para tersangka terancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK Sustyo Iriyono mengatakan, penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi merupakan komitmen pemerintah. Penindakan yang dilakukan dalam upaya melindungi kekayaan keanekaragaan hayati sebagai keunggulan komparatif Indonesia.
"Harimau Sumatera merupakan satwa prioritas dan menjadi kebanggaan Indonesia. Dalam rantai makanan, Harimau Sumatera merupakan top predator sehingga perannya sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi ini merupakan kejahatan yang serius dan menjadi perhatian dunia internasional," kata Sustyo.
Sustyo menekankan kejahatan terhadap satwa yang dilindungi harus hentikan dan tindak tegas. Pelaku harus dihukum maksimal agar berefek jera dan berkeadilan. Gakkum KLHK menurutnya terus konsisten melakukan upaya pengamanan dan penegakan hukum kejahatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL).
"Saat ini Gakkum KLHK telah melakukan 1.946 operasi pengamanan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia. Di mana 460 di antaranya adalah operasi pengamanan peredaran ilegal TSL serta 1.354 perkara pidana telah dibawa ke pengadilan, baik pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan," tutup Sustyo.
Laporan: Hendrawan Kariman (Pekanbaru)
Editor: Rinaldi