Menunggu Kayangan di "Surga" Zamrud

Siak | Kamis, 30 Desember 2021 - 10:57 WIB

Menunggu Kayangan di "Surga" Zamrud
Aktivitas nelayan di tepian Danau Zamrud, beberapa waktu lalu. (MUHAMMAD AMIN)

Mereka inilah yang menjadi penjaga dari perambah hutan, perburuan liar, termasuk perburuan terhadap ikan arwana. Kendati tidak bisa terpantau sepenuhnya, tapi setidaknya Danau Zamrud tidak lagi hanya dijaga para Jagawana atau Polhut yang personelnya sangat terbatas. Masyarakat sekitar diminta turut ikut menjaga hutan dan kawasan di sekitar Danau Zamrud. Masyarakat juga diingatkan soal sanksi yang menanti jika ikut membantu perburuan liar terhadap hewan yang dilindungi dan aktivitas pembalakan.

“Jadi kami harus memberikan laporan tentang siapa saja yang masuk ke wilayah ini,” ujar Setiono.


Senada dengan itu, warga Dayun, Muhammad Nur menyebut, mereka memang diminta turut menjaga Danau Zamrud. Kompensasinya adalah keramba dan bibit. Muhammad Nur yang tergabung dalam Kelompok Tani Nelayan Hutan Danau Zamrud ini menyebut, mereka baru saja panen baung dari keramba. Kelompok ini memiliki keramba di Danau Atas. Setelah panen sekitar 200 kg, kelompok itu akan tebar bibit lagi 2 ribu ekor. Pemeliharaan ikan dalam keramba Danau Zamrud ini agak berbeda dengan keramba lainnya. Pakannya dari ikan kecil yang ditangkap melalui bubu yang dipasang. Tidak menggunakan pelet atau pakan pabrikan, sehingga tidak mencemari danau. Setiap anggota kelompok tani nelayan bergilir memasang bubu, mengangkatnya, lalu memberikan hasil tangkapan ikan kecil untuk pakan ikan keramba. Biasanya yang masuk bubu adalah ikan pantau, anak sekepo, atau ikan perut-perut. Tiga hingga empat bubu cukup untuk pakan ikan di keramba tiap hari.

“Sambil memberi makan ikan, biasanya kami patroli dan memantau kalau ada orang asing yang datang,” ujar Nur.

Secara terpisah, Setiono menambahkan, biasanya mereka akan tahu jika ada orang asing yang datang. Sebab, akses menuju Danau Zamrud sangat terbatas. Hal ini yang diharapkan BBKSDA untuk meminimalisir aksi ilegal di kawasan itu. Kendati aktivitas ilegal itu tidak sepenuhnya bisa diatasi, setidaknya bentangan alam dan habitat Danau Zamrud tidak dirusak secara serampangan. Penjagaan sudah lebih banyak, dengan melibatkan masyarakat sekitar. Walaupun terkadang bobol juga. Polres Siak sempat mengungkap pembalakan liar di sekitar Taman Nasional Zamrud pada Juli 2020 lalu. Terjadinya PHK, sulitnya lapangan pekerjaan, dan krisis yang berkepanjangan akibat Covid-19 membuat aksi pembalakan liar jadi lapangan pekerjaan alternatif. Kendati di Desa Rawa Mekar Jaya sudah ada perhutanan sosial sejak 2015, tapi godaan pembalakan liar ternyata sulit dihindari. Jalur Sungai Rawa menjadi satu-satunya jalan menuju Taman Nasional Zamrud yang memungkinkan untuk membawa keluar kayu ilegal hasil pembalakan liar. Jalur ini pula yang paling memungkinkan perburuan satwa dilindungi Taman Nasional Zamrud, termasuk arwana.

Alasan kedua nyaris tak ada perburuan adalah hampir tidak ada lagi arwana di Danau Zamrud. Hal ini diakui Setiono cukup mengherankan. Dia sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba saja arwana yang dulunya banyak, tiba-tiba saja menghilang dari Danau Zamrud, baik di Danau Atas, Danau Bawah, sungai kecil di antara keduanya, atau Sungai Rasau dan Sungai Rawa. Bahkan ketika pada 2016 dilakukan pelepasliaran 56 ekor arwana hasil penangkaran jenis Golden Red, hampir tidak ada juga penampakan liukan indah sang "ikan surga" itu. Menurut Setiono, setelah pelepasliaran 56 ekor arwana, masyarakat masih sering melihat keberadaan mereka beberapa pekan.

“Tapi hanya beberapa waktu saja. Setelah itu seperti hilang secara misterius begitu saja,” ujar Setiono.

Alasan ketiga berkurangnya perburuan arwana adalah karena sudah ada penangkaran di Riau.  Larangan yang keras ini  menjadikan perburuan di alam liar tidak lagi jadi pilihan kolektor. Jika ada uang, cukup membeli ke penangkar.

 

Endemik si Merah Emas

Ikan arwana jenis Golden Red merupakan ikan asli atau endemik dari Riau. Secara resmi, dalam catatan BBKSDA setidaknya terdapat tiga habitat asli si Merah Emas, yakni Danau Zamrud di Siak, Mahato di Rohul, dan Pujud di Rokan Hilir. Semuanya jenis Golden Red. Akan tetapi, terdapat beberapa cerita lainnya yang menyebutkan adanya laporan ikan arwana di beberapa anak sungai di Riau. Misalnya di Gunung Sahilan atau sekitar Sungai Kampar Kiri Hulu, dan di hulu Sungai Siak atau hulu Sungai Tapung Kanan. Bahkan hal itu juga disampaikan pejabat BBKSDA Riau yang mewawancarai tokoh masyarakat setempat.

Hanya saja, ikan-ikan ini sudah bisa dikatakan punah. Mereka sudah tidak terlihat lagi di anak-anak sungai itu. Padahal dulunya, ikan kayangan di Tapung Kanan, misalnya, benar-benar menjadi semacam "dewa penyelamat" bagi masyarakat. Ketika ikan lainnya susah didapat, maka mendapatkan satu ekor anak arwana saja dapat menjadi nafkah untuk satu bulan. Harganya yang fantastis hingga jutaan rupiah jadi "tabungan hidup" masyarakat sekitar.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook