Umar sendiri mengaku, saat lelang jabatan yang dilakukan di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beberapa waktu lalu, tidak memasukkan Riau sebagai pilihannya. Dia malah memasukkan Sumbar. Namun saat namanya disebut dipindahkan di Riau, dia terkejut.
“Saya tak menyangka dipindahkan ke Riau karena Pak Danardana kan juga dilantik. Yang terpikir dalam kepala saya, mungkin saya akan ditempatkan di Sumbar, Jambi, atau Kalimantan Selatan, karena kepala-kepalanya di sana sudah pensiun. Saya berjanji akan melakukan hal terbaik semampu saya,” ujar lelaki kelahiran Kudus, Jawa Tengah, ini.
Mewakili sastrawan dan budayawan Riau, Syafruddin Saleh Sai Gergaji mengatakan, gaya kepemimpinan Danardana yang merangkul semua orang, membuat dirinya dicintai para sastrawan, seniman dan budayawan Riau.
“Pak Danar bergaul dengan semua orang dan mengajak sastrawan dan budayawan Riau terlibat di hampir semua kegiatan yang diadakan Balai Bahasa Riau. Kami semua akan kehilangan beliau,” ujar Sai Gergaji.
Mewakili pegawai, Khairul Azmi mengatakan, selama memimpin BBPR, Danardana bukan hanya sebagai seorang kepala, tetapi juga seorang teman dan ayah bagi semua pegawai. Menurutnya, para pegawai sangat kehilangan sosok kebapakan yang menjadi tempat mengadu dalam masalah apapun.
“Kami berharap Allah Swt selalu melindungi dan memberi segala berkah kepada orang baik seperti Pak Danardana,” ujar Azmi yang tak bisa menahan kesedihannya.
Penulis/Editor: Hary B Koriun