Dua hal yang menjadi perhatian utama Balai Bahasa Provinsi Riau adalah melakukan revitalisasi sastra dan bahasa di Riau. Pengutamaan ini tidak serta-merta mengabaikan bidang lain yang juga penting.
RIAUPOS.CO - KEPALA Balai Bahasa Provinsi Riau (BBPR), Toha Machsum SAg MAg sedang memasang kaos kakinya di ruang kerjanya, pada sebuah sore yang mendung, Kamis (11/5/2023) saat Riau Pos sampai. Dia baru selesai salat Ashar berjamaah bersama beberapa stafnya setelah memimpin rapat marathon sejak pagi. Rapat membahas tentang acara Jalan Sehat dalam rangka menyemarakkan Bulan Merdeka Belajar untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional 2023. Kegiatan yang akan diselenggarakan pada Ahad (14/5) ini.
Mesti terlihat letih –karena beberapa hari sebelumnya harus menghadapi jadwal yang padat, termasuk perjalanan ke Kuantan Singingi dan baru pulang pada Rabu malam— mantan Kepala Balai Bahasa Papua dan Bali ini tetap berusaha tersenyum dan antusias ketika berbincang dengan Riau Pos. Banyak hal yang dibicarakan, yang semuanya adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan BBPR dan harapan-harapan agar semua kegiatan tersebut lancar dan bisa membantu masyarakat Riau, terutama dalam bidang kesastraan dan kebahasaan.
Saat ini, misalnya, pihaknya sedang melakukan revitalisasi sastra lisan Kabupaten Kampar, yakni Basiacuong, di Kecamatan Kuok. Ini adalah tradisi lisan yang nyaris punah karena maestronya sudah tidak banyak lagi. Untuk itu, BBPR berinisiatif melakukan revitalisasi berupa pelatihan. Dalam pelatihan ini ada beberapa proses yang dilakukan, yakni harus melakukan koordinasi dengan Pemkab Kampar. Proses ini sebenarnya juga termasuk meminta izin melakukan kegiatan tersebut dan meminta agar Pemkab Kampar menindaklanjuti kegiatan ini di kemudian hari. Harapannya adalah tradisi lisan ini tidak punah dan terus berkembang.
“Jadi, memang konsep kegiatan-kegiatan kami, dalam sastra dan bahasa itu, tidak hit and run. Begitu kami berikan materi pembelajarannya kami berharap ditindaklanjuti oleh daerah masing-masing,” jelas lelaki yang juga pernah menjadi Kepala Kantor Bahasa Maluku ini.
Bertemu dengan pemerintah kabupaten/kota adalah dalam rangka meminta komitmen juga agar apa yang sudah dilakukan ada kesinambungannya. Setidaknya, dalam setiap iven --misalnya dalam memperingatai Hari Jadi Kabupaten Kampar-- dimanfaatkan untuk diadakan festival atau lomba-lomba dan pementasan-pementasan, agar terus berkelanjutan. Jadi apa yang dilakukan oleh BBPR tidak sia-sia dan menghilang. Semua kegiatan akan dilakukan, katanya, agar tidak hit and run itu tadi, tetapi terus berkesinambungan.
Sebenarnya tidak hanya sastra lisan, tetapi juga bahasa, yang dilakukan revitalisasi. Setiap tahun BBPR akan terus melakukan revitalisasi. Untuk tahun 2023 ini memang fokus pada sastra. Sedangkan bahasa pada tahun depan, 2024. Proses revitalisasi itu salah satunya adalah pelatihan. Mulai dari pelatihan guru master di setiap kabupaten/kota yang ada. Kemudian nanti setiap kabupaten diminta untuk membuat satu festival, dan kemudian akan difestivalkan di tingkat provinsi. Itu gambaran bahwa pihaknya akan terus menindaklanjuti kerja sama dengan pemerintah setempat agar keberlangsungan kegiatan terus terjadi.
Kegiatan revitalisasi sastra, juga bahasa, dilakukan di masing-masing daerah, tetapi tidak dalam waktu bersamaan. Tahun lalu, misalnya, dilakukan di Pelalawan, dengan melakukan revitalisasi pada pantun Petalangan. Di sana, semua kegiatan dilakukan. Mulai dari koordinasi, pelatihan oleh maestro, lalu ditindaklanjuti dengan pementasan saat memperingati Hari Jadi Tradisi Sastra Lisan.
“Jadi, ke depannya akan kami lakukan seperti itu terus-menerus, dan berharap pemkab masing-masing peduli dan meneruskannya,” jelas lelaki kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, ini.
Bukan hanya sastra lisan tradisional, sastra modern juga menjadi perhatian BBPR tahun 2023 ini. Salah satunya adalah menyelenggarakan bengkel sastra, yakni pelatihan dan pendampingan penulisan cerpen. Kegiatan ini sudah diinisiasi sejak tahun lalu. Jika sebelum-sebelumnya bengkel sastra hanya menghadirkan intrukstur atau maestro dalam sekali pertemuan, sekarang dilakukan pendampingan dalam enam kali pertemuan. Para peserta dibekali materi dan didampingi oleh instruktur hingga karyanya jadi. Rencananya tahun ini karya para peserta akan diterbitkan dalam bentuk antologi cerpen. Lalu ada acara bedah buku antologi tersebut.
Kegiatan ini diikuti 50 peserta dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, guru, komunitas sastra, Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) dan lainnya. Sebelumnya mereka mendapatkan materi dari sastrawan asal Lubuklinggau, Benny Arnas, sebelum Idul Fitri lalu. Setelah itu, dalam pendampingan nanti, mereka akan dibagi dalam dua kelas dan didampingi oleh Hary B Koriun dan Olyrinson, masing-masing dalam enam kali pertemuan. Hasil akhirnya, para peserta diwajibkan menyelesaikan satu cerpen yang kemudian akan dibukukan.
Menurut Toha, pola seperti ini lebih baik karena peserta bengkel sastra langsung menghasilkan karya. Ini berbeda dengan sekali pertemuan yang mungkin para peserta tidak melanjutkan atau menyelesaikan karyanya setelah bengkel berarkhir karena tak memiliki kewajiban menghasilkan karya.
“Pola seperti ini sebisa mungkin akan kami pertahankan karena para peserta menghasilkan karya di akhir kegiatan. Memang prosesnya agak lama, tetapi bagusnya karena hasil yang didapatkan langsung terlihat,” jelas lulusan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tersebut.
Pada bagian lain, Toha juga menjelaskan rencana melakukan revisi terhadap buku Ensiklopedia Sastra Riau. Buku yang terbit atas kerja sama BBPR dengan Palagan Press tersebut kini sudah berumur 10 tahun. Selain penambahan lema, juga akan dilakukan penambahan data-data terbaru pada lema-lema yang sudah lama. Menurut Toha, buku tersebut penting karena sebuah ensiklopedi yang memuat tentang sastra Riau, mulai dari sastrawan, karya satra, komunitas sastra, penerbit, dan sebagainya, yang berhubungan dengan sastra Riau.
Selain itu, BBPR juga akan terus melakukan kerja sama dan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan, khususnya dengan para pengurus sanggar, komunitas, dll, dengan tujuan melakukan pembinaan dan mengembangkan sastra di Riau. Sebagai bentuk dan wujudnya, BBPR memberi dukungan setiap ada kegiatan, berusaha hadir dalam setiap undangan kegiatan sastra dan budaya, baik yang dilakukan sanggar, komunitas, dan lembaga. Pihaknya ingin ikut mengembangkan sanggar dan komunitas yang ada agar lebih berdaya dan terus melakukan kegiatan.
***
TIDAK ada target khusus dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BBPR. Namun, sekali lagi, kata Toha, yang terpenting adalah semua kegiatan itu berkesinambungan, tak mandeg di tengah jalan, dan hasil akhirnya jelas. Misalnya, saat ini pihaknya melakukan penerjemahan karya dari Melayu ke Indonesia dalam sebuah sayembara. Ke depan dia ingin melakukan seleksi terhadap para penulis, kemudian dibimbing, didampingi, dan mereka kemudian bisa bekerja, didesiminasikan, dan hasilnya nanti diperbaiki, dan diterbitkan. Produknya akan terlihat, dan itu akan teus berkesinambungan. Semua kegiatan akan kami lakukan dengan seperti itu.
Tentang residensi seniman, budayawan, atau sastrawan seperti yang dilakukan oleh Badan Bahasa yang mengirim sastrawan residensi dalam Program Sastrawan Berkarya di Daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal), BBPR belum berani dengan program tersebut. Menurutnya, program itu masih menjadi domain Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Namun, kata Toha, embrionya sudah ada. Saat ini pihaknya menunjuk beberapa seniman untuk melakukan kegiatan –ditunjuk berdasarkan kompetensinya dan tidak melalui sayembara—untuk menerjemahkan karya sastra anak dari bahasa Melayu ke Indonesia.
Ke depan, pihaknya akan mengembangkan program ini dengan mendampingi, melatih, dan menambah ilmu dan wawasannya. Misalnya, setelah memilih calon penerjemah itu, bisa dilatih bagaimana menerjemahkan yang baik, bagaimana menyusun buku yang baik.
“Program ini sudah mulai tahun ini. Ke depan akan kami perbaiki sistemnya dengan lebih terbuka,” ujar Toha lagi.
Di bidang bahasa, untuk bahasa daerah, sama saja, juga dilakukan revitalisasi. Kegiatan itu akan dilakukan tahun depan. Polanya tetap sama, yakni memulai koordinasi dengan pemangku kepentingan, melatih guru master oleh para maestro, tokoh, seniman, yang punya kompetensi baik, dan mengimbaskannya ke kabupaten/kota agar menyelenggarakan festival dan berbagai kegiatan penunjang lainnya.
Salah satunya kegiatan pemantauan bahasa di depan publik, yang akan dilakukan terus secara berkesinambungan. Mulai dari koordinasi, pengambilan data, lalu mengembalikan data ke mereka lagi yang disampaikan kepada orang yang sama dengan memberikan informasi apa saja yang kurang tepat dan harus diperbaiki. Dan sebisa mungkin pihaknya akan mengawal untuk terus diperbaiki. Setelah tiga tahun berjalan baru akan di lihat hasilnya seperti apa, harus ada perubahan ke yang benar. Termasuk dianalisis, berapa persen perkembangannya ke arah yang lebih bagus. Dari sisi kuantitas pihaknya melakukan pengambilan data dan dianalisis, dan dari sisi kualitas pun dilakukan mengacu pada sisi perubahan.
Hal itu dilakukan karena tingkat kesadaran penggunaan bahasa di ruang publik yang benar masih rendah. Masyarakat masih lebih suka menggunakan bahasa asing dalam penggunaan bahasa di ruang publik, padahal semua sudah diatur dalam Pasal 36, 37, dan 38 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
“Kami harus pelan-pelan mencoba membantu dalam perbaikan agar penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik suatu saat bisa diimplementasikan dengan baik. Menyadarkan masyarakat, termasuk para pejabat, perlu waktu dan tidak harus drastis karena ini menyangkut pada kebiasaan dan tingkat pemahamannya,” jelasnya lagi.
Pada bagian lain Toha menyampaikan bahwa kegiatan rutin BBPR seperti lomba-lomba berkaitan dengan sastra, bahasa, kebudayaan, dll, tetap akan digelar tahun ini, yakni setiap bulan Oktober saat peringatan Bulan Bahasa. Setiap tahun pada Oktober, BBPR mengadakan beberapa lomba seperti baca puisi, mendongeng, berbalas pantun, pidato, musikalisasi puisi, dll. Kategori lomba tersebut ada yang untuk umum, siswa-siswi, juga untuk guru. Iven tahunan Pemilihan Duta Bahasa Riau juga dilakukan. Sebagai jurinya, biasanya dilibatkan para maestro, seniman, budayawan, dan sastrawan yang tunak di bidangnya masing-masing.
“Saya berharap bisa membangun dunia sastra, bahasa, dan budaya di Riau ini bersama teman-teman dari berbagai komunitas, sanggar, kelompok literasi, masyarakat adat, pemerintah di semua jenjang, dan seluruh masyarakat Riau. Kita harus terus membangun budaya lokal dan bahasa Melayu bersamaan dengan meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar di seluruh lapisan masyarakat,” ungkap Toha.***
Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru