Sindiran-sindiran yang dilakukan oleh netizen dalam bentu meme itu mengingatkan kita pada salah satu fungsi humor dalam kehidupan, yaitu sebagai sarana kritik. Orang-orang yang tidak berdaya untuk melontarkan kritik secara langsung, mencoba cara lain untuk menyampaikannya (Jatiman dalam Suhadi, 1989). Apabila ditilik dari sisi penikmat, meme semacam itu juga dapat membantu dalam menafsirkan fenomena politik yang terjadi dan sebagai media pengganti informasi.
Nah, bagaimana dengan masalah terminologi? Sebagian netizen Indonesia barangkali masih ragu. Apakah meme sudah menjadi istilah bahasa Indonesia atau belum? Setakat ini, istilah itu sepertinya belum tercantum dalam kamus bahasa Indonesia baik versi cetak maupun daring (off line). Dalam bahasa Inggris, meme dilafalkan [miim, meem]. Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani mimeme ‘sesuatu yang menyerupai/menirukan.’ Sementara itu, ada lagi bentuk mimema yang dipakai dalam Wikipedia berbahasa Indonesia untuk merujuk pada konsep yang sama.
Di antara meme, mim, meem, mimeme, atau mimema; sepertinya meme lebih popular (dipakai) di kalangan netizen Indonesia. Bahkan, ada yang tidak rela apabila meme dilafalkan [me-me]: “Meme jangan dibaca me-me ya, tapi mim”, demikian permintaan seorang netizen. Barangkali karena bentuk itu pada masyarakat tertentu di Indonesia sangat dekat berasosiasi dengan kata untuk konsep alat vital perempuan. Pilihan antara bentuk lafal mim atau mem tidak akrab dalam bahasa Indonesia yang cenderung memilih serapan dari bentuk tulis. Sementara itu, bentuk mimema lebih dekat dengan bentuk asal: mimeme dan tidak pula berkonotasi negatif.***
Imelda Yance, Peneliti pada Balai Bahasa Provinsi Riau