Menurut Danar, Rida K. Liamsi (melalui “Jebat”) mencoba memberi makna baru (merevitalisasi) atas “tragedi” Jebat. Sebagai orang Melayu (yang paham betul tentang Jebat) ia tidak lagi terjebak pada perdebatan apakah Jebat itu pahlawan atau pecundang. Perdebatan tentang Jebat itu dianggapnya tiada guna, sia-sia, dan hanya akan menghasilkan pengultusan Jebat semata. Hal itu diungkapkan Rida dengan apik, seperti dikutip berikut ini.
Kami hanya menyaksikan waktu yang berhenti bertanya
sejarah yang berhenti ditulis
kita hanya membangun sebuah arca
Ya, kita hanya membangun sebuah arca: benda yang selalu dirawat, dijaga, dan bahkan disembah, tetapi tidak dapat menyelamatkan kehidupan manusia.
Ajaran-ajaran seperti itulah, kira-kira, yang dapat dipetik dari puisi-puisi sastrawan Riau sehingga membuat Agus Sri Danardana ingin terus menggalinya. “Riauku, janganlah pernah berhenti mengajariku,” katanya.***
Dessy Wahyuni, peneliti di Balai Bahasa Riau.