“Amien. Maaf, Sahabat. Aku begitu banyak pekerjaan dalam tiga bulan kedepan. Semoga engkau tak berkecil hati,” aku membalas SMS dari Azman.
***
Itu terakhir kali aku berkomunikasi dengan Azman. Aku sempat menaruh curiga, jangan-jangan dia sangat marah karena aku tak bisa menyisakan waktu untuk datang dipelantikannya. Beberapa kali aku menghubungi Hp-nya. Tapi tak lagi aktif. Meminta kepada kerabatku dikampung, satu pun tak ada yang punya nomor Hp nya yang baru. Hingga sampai jangka waktu satu tahun lamanya.
***
Barulah malam ini, aku mendapat kabar dari Mintan. Teman sepermainan kami dikampung. Kata Mintan, Azman sedang sakit. Tiba-tiba dia menjadi tuli. Oleh sebab itu, dia lebih sering kekota-kota besar. Dari pada balik kekampung.
“Dari mana engkau tahu kalau dia sakit tuli?” tanyaku bergegas.
“Buktinya, dia tak lagi mendengar apa yang kami sampaikan. Semua apa yang kami cakap dia diam saja. Sampai-sampai nak berjumpa pun susahnya mintak ampun. Sejak dia menjadi Dewan, baru satu kali dia balik kampung. Itu pun karena menjemput emak dan adik-adiknya untuk tinggal dengannya di Kota Kabupaten,” jelas Mintan.
Aku betul-betul terhenyak. Lesu. Kulepaskan HP dari tangan. Dan membiarkan tergeletak diatas sofa. Sambil mendoakan Azman. Semoga cepat sembuh.***
Ruangsempit, Desember 2015.
Jumadi Zanu Rois, lahir di Kepulauan Meranti dan jebolan Akademi Kesenian Melayu Riau ini aktif menulis sastra dan teater. Bermastautin di Kota Bertuah Pekanbaru.