PERISA YUSMAR YUSUF

Pun, Bumi

Seni Budaya | Minggu, 13 Maret 2016 - 00:05 WIB

Ibn Arabi mengisytiharkan ihwal bumi bagi manusia: “Sesiapa yang menguasai bumi, niscaya dia akan menguasai langit, api, air dan udara. Dan barang siapa yang menguasai langit, tidak serta-merta bisa menguasai bumi. Para malaikat memuatkan diri di atas bumi. Sementara langit tidak memuat setan dan dunia-dunia fisik”. Kita dititip oleh Tuhan untuk menjadi penghuni bumi, demi memposisikan fungsi jantung, ruh bagi alam semesta. Segala hewan dan tanaman, berhubungan dengan manusia tak dalam hubungan kependetaan (searah); tapi menempuh jalur dialogis. Di sini manusia berfungsi selaku penjaga dan perawat “tugas penciptaan” ke atas hewan dan tumbuhan. Manusia diberi hak “merekayasa” secara genetik dan biologis terhadap segala tanaman dan hewan demi memuaikan warna dan rona muka bumi, memperkaya rima dan ritma muka bumi. Sehingga bumi riuh rendah oleh bebunyian, nada yang bersahut-sahutan, bukan saja bersumber dari suara atau bebunyi manusia, tetapi bersumber dari segala makhluk yang berdialog secara interaktif dengan manusia dalam fungsi “ruh” atau “jantung”nya kosmos semesta itu. Tuhan bergurau dengan makhluknya, termasuk bulan, dengan tujuan agar kita memuliakan bumi yang tak datar. Sebuah medan yang bergolak dan bergelombang. Sehingga suguhan teater kosmis dalam maujud gerhana matahari beberapa hari lalu, menjadi satu retas pemahaman kita tentang “penampakan” alam bawah (bumi) dan alam atas (langit). Kedua alam ini menukil kemuliaan mutlak.***

Baca Juga :BPJS Ketenagakerjaan Dumai Gelar Monitoring dan Evaluasi Perisai







Tuliskan Komentar anda dari account Facebook