CERPEN JUMADI ZANU ROIS

Tuli

Seni Budaya | Minggu, 03 Januari 2016 - 00:00 WIB

Aku hanya bisa berdoa. Sebagai teman yang paling dekat dengannya, hal ini aku rasa sangat wajar. Bahkan bisa dikatakan harus. Setidaknya, dengan mendoakannya semoga bisa mengurangi sakit yang dia hadapi. Meski dalam hatiku masih bertanya, kenapa tiba-tiba ia jatuh sakit.  Padahal dulu, aku mengenalnya sebagai orang sangat menjaga kesehatan. Dari mulai menjaga kesehatan tubuh bagian luar, seperti kulit, kuku, dan bagian-bagian yang lain. Sampai bagian tubuh bagian dalam. Maka tak heran, kalau setiap minggu dia selalu membeli vitamin. Dan aku, selalu diberinya.

Aku masih ingat. Suatu waktu, aku pernah memperolok sifatnya itu.

Baca Juga :BBPR Gelar Bedah Kumpulan Cerpen

“Kalau dah waktunya mati, mati juga, Man. Vitamin selaut pun tak akan ada gunanya” kataku.

“Kehendak Tuhan memang tak ada yang bisa mencegahnya, Lim. Setidaknya aku hanya berusaha, kalau nanti kehendaknya Tuhan berkata lain, itu hal lain lagi. Lagi pun, aku bukan takut sakit atau mati, aku hanya berjaga-jaga” jawabnya.

Azman. Itulah nama temanku tadi. Aku berteman baik dengan beliau. Sejak kecil lagi. Kami tetangga dikampung. Sejak tingkat Sekolah Dasar, sampai Sekolah Menengah Atas kami satu sekolah.

Sempat kami hampir berpisah setelah tamat SMP, dia ingin melanjut kesekolah Agama ke Ibukota kecamatan. Tapi takdir berkata lain. Gelombang musim utara pada waktu itu, telah menenggelamkan Ayahnya, sekaligus harapannya. Sebagai nelayan, Ayahnya menimba maut ditengah laut. Tinggallah ibunya yang menjadi tulang punggung keluarga. Dan dia, sebagai anak pertama dari lima bersaudara, tak mau memaksa kehendak dan cita-citanya. Padahal, bersekolah di Sekolah Agama adalah cita-citanya. Akhirya di mengambil sekolah umum, yang ada dikampung kami.

“Kalau aku bersekolah di kecamatan, aku hanya akan menambah beban Emak aku saja, Lim.”

Jelasnya kepadaku waktu itu. Dikelopak matanya, aku lihat ada genangan air. Dia seperti ingin menangis.

“Setidaknya, dikampung aku juga bersekolah. Melaksanakan keinginan Almarhum Bah. Bah sangat ingin melihat anak-anak bersekolah. Walau hanya tamat SMA,” tambahnya lagi.

Sejak Ayahnya meningal, Azman ikut membantu Emaknya untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Menyisihkan sebagian penghasilan untuk kebutuhan sekolah mereka Lima beradik. Sebarang kerja dibuat Azman. Pada musim panas, dia menyadap getah. Bagi hasil dengan Atan Punak sebagai pemilik kebun. Saat musim hujan pula, pekerjaan lain ada saja yang dibuatnya. Kadang menebas kebun orang, membantu orang membangun rumah, sampai kadang dia mau menyapu laman rumah orang. Asal mendapat upah.

Azman memang terkenal rajin dikampung kami. Maka tak heran, orang-orang tua dikampung kami suka sangat senang dengannya. Bahkan beberapa orang dikampung kami, sengaja menyediakan pekerjaan untuknya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook