Di Malaysia, ikan dihargai dengan Ringgit. Nilainya lebih besar. Perdagangan lintas batas memang masih terjadi di perbatasan ini. Ada tiga desa di Rupat Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Desa Teluk Rhu, Tanjung Medang, dan Putri Sembilan. Jaraknya hanya 28 mil laut dari Port Dickson, Malaysia. Para nelayan Teluk Rhu kerap juga sampai ke perbatasan Malaysia. Begitu juga sebaliknya. Kadang saling tukar komoditas di tengah laut. Bahkan di masa lalu, perdagangan dilakukan lintas batas. Saling berkunjung. Dengan ketatnya pengawasan dua negara, maka saat ini sulit dilakukan perdagangan lintas batas ini.
Makanya, perekonomian mulai lesu. Selain ikan yang berkurang, sektor perdagangan lintas batas juga jauh berkurang dibandingkan sebelumnya. Pandemi Covid-19 menambah parah kondisi ini. Menurut Mansyur, masa depan Rupat Utara salah satunya dari sektor pariwisata. Hanya saja, diakuinya belum semuanya bisa bergerak ke arah itu. Masyarakat juga belum teredukasi untuk membentuk sadar pariwisata. Memang sudah ada kelompok sadar wisata (pokdarwis). Tapi belum maksimal.
Kawasan Strategis Nasional
Rupat Utara sebenarnya termasuk kawasan strategis skala nasional. Posisinya yang berada di beranda terdepan NKRI menjadikan kawasan ini penting. Kondisi alam yang indah kemudian membuat pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 50 Tahun 2011 dengan memasukkan Rupat Utara sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Menteri Pariwisata ketika itu Arif Yahya bahkan sempat berkunjung ke Rupat Utara, dan menjanjikan banyak hal.
Saat ini sudah ada master plan pariwisata skala nasional di Rupat Utara. Di sana terdapat program pembangunan pariwisata yang jadi bagian nasional, provinsi dan kabupaten. Hanya saja semuanya berjalan dengan lamban. Bahkan sempat pula terhenti. Sebagian kebijakan Menteri Arif Yahya tidak dilanjutkan penggantinya.
Berbagai kasus pembangunan infrastruktur juga sempat mencuat. Salah satunya adalah kasus pembangunan jalan lintas dari Batu Panjang di Rupat bagian selatan ke Pangkalan Nyirih, Rupat bagian tengah yang selanjutnya ke Tanjung Medang di Rupat Utara. Kasus jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih bahkan sedang digarap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menyeret mantan Bupati Bengkalis Amril Mukminin.
Infrastruktur tentu menjadi salah satu aspek penting pariwisata. Dengan beroperasinya tol Pekanbaru-Dumai, wisatawan dari Riau daratan sebenarnya lebih mudah datang. Apalagi, kapal roll on roll off (roro) Dumai-Rupat sudah lama beroperasi dan lancar. Hanya saja, jalan dari Rupat bagian selatan di Batu Panjang ke Pangkalan Nyirih masih buruk sekali. Termasuk jalan ke Rupat Utara di Tanjung Medang. Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih ini yang sedang digarap KPK. Sedangkan transportasi laut dari Dumai langsung ke Rupat Utara memakan waktu cukup panjang, sekitar tiga hingga empat jam.
Camat Rupat Utara, Agus Sofyan menyebutkan, kendala infrastruktur ini yang membuat pariwisata di Rupat Utara belum maksimal. Dia berharap, kebijakan pembangunan di Rupat Utara terus dilakukan karena posisinya yang strategis. Salah satunya adalah soal kedaulatan RI terkait garis pantai yang terus tergerus.
“Satu tahun itu 20 meter abrasi kita. Bayangkan berapa banyak garis pantai kita yang hilang,” ujar Agus Sofyan.
Sudah banyak rumah, kuburan, masjid, lapangan yang jatuh ke laut akibat abrasi. Akibatnya garis pantai Indonesia di Rupat Utara memang terus berkurang. Salah satu solusinya adalah pembangunan turap. Garis pantai yang ditargetkan untuk diturap mencapai panjang 17 km. Tapi sejauh ini, baru 6 km yang sudah dipasang turap. Di antaranya di kawasan Pantai Pesona Desa Teluk Rhu yang menjadi salah satu destinasi wisata Rupat Utara.
Penjabat Bupati Bengkalis Syahrial Abdi ketika itu menyebutkan, kendati sudah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional, tapi Rupat Utara sempat juga terabaikan terutama dalam tiga tahun terakhir. Makanya predikat 3 T, yakni terluar, terdepan, dan tertinggal belum lepas. Dia berharap, pemerintah tetap serius memperhatikan kawasan beranda NKRI ini. Dia berharap, tiga tahun ke depan Rupat Utara lebih diperhatikan.
Kendati sudah ditetapkan sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) sejak 2011, tapi rupanya perhatian pemerintah lebih banyak ke Toba dan Mandalika. Bukan Rupat Utara. Hal ini perlu dikemukakan lagi mengingat Rupat Utara tak hanya kawasan pariwisata, tapi juga beranda negeri. Tentu memalukan jika beranda sebuah negara tidak elok.
Sejak tahun 2000-an, konsep hubungan tiga negara yakni Indonesia Malaysia Singapura Growth Triangle (IMT-GT) bahkan sudah dikembangkan. Syahrial Abdi menyebutkan, sudah ada pula rencana pembangunan jembatan antara Rupat-Malaysia. Panjangnya 68 km, yang melintasi Selat Melaka. Memang rencana ini belum begitu konkret antara dua negara.
“Tapi jika terealisasi, tentunya ini jadi hal yang luar biasa. Terhubunglah antara Sumatera dan Asia,” ujar Syahrial.
Konsep pembangunan jalan dari Batu Panjang ke Tanjung Medang dilakukan dengan melingkar. Jalan ini menyisir pantai yang berhadapan dengan Selat Melaka. Tujuannya, selain untuk menjaga batas negara, juga untuk kepentingan pariwisata. Sebab, pesisir timur di depan Selat Melaka memang lebih indah dibandingkan pesisir barat Pulau Rupat yang menghadap ke Pulau Sumatra.
“Jika sektor wisata ini berkembang, maka kesejahteraan masyarakat tentu juga meningkat,” ujarnya.