JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Jumlah pasien yang positif terinfeksi virus Covid-19 akhirnya menembus angka psikologis 1.000 orang. Jubir Pemerintah Untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengungkapkan bahwa ada lonjakan 153 kasus baru pada periode 26 hingga 27 Maret 2020.
"Total pasien positif menjadi 1046 orang," jelas Yuri, Jumat (27/3). Angka tersebut diiringi dengan pertambahan jumlah pasien sembuh sejumlah 11 orang sehingga secara kumulatif menjadi 46 orang diiringi dengan 9 kematian baru sehingga total nyawa melayang akibat Covid-19 di Indonesia berjumlah total 87 orang. Lonjakan kasus yang tinggi ini, kata Yuri, menunjukkan bahwa masih ada proses penularan di tengah masyarakat meskipun perintah untuk tetap di dalam rumah dan menjaga jarak terus digaungkan setiap hari oleh pemerintah.
"Dalam hal ini masyarakat menjadi pihak yang paling rentan terhadap penularan Covid-19 jika tidak menerapkan anjuran pemerintah dalam pencegahan sesuai protokol kesehatan," jelas Yuri.
Yuri mengatakan, banyaknya kasus penularan terjadi setelah adanya kontak dekat antara yang membawa virus dengan orang baru sehingga hal tersebut memunculkan angka yang menjadi sakit. Hal tersebut sekaligus menjadikan kasus penambahan selalu naik dari hari ke hari. Sebaran kasus Covid-19 di Indonesia meliputi Provinsi Aceh menjadi empat kasus, Bali sembilan kasus, Banten 84 kasus, DI Jogjakarta 22 kasus, DKI Jakarta 598 kasus. Selanjutnya di Jambi satu kasus, Jawa Barat 98 kasus, Jawa Tengah 43 kasus, Jawa Timur 66 kasus, Kalimantan Barat tiga kasus, Kalimantan Timur 11 kasus, Kalimantan Tengah enam kasus dan Kalimantan Selatan satu kasus. Kemudian di Kepulauan Riau lima kasus, NTB dua kasus, Sumatera Selatan satu kasus, Sumatera Barat lima kasus, Sulawesi Utara dua kasus, Sumatera Utara delapan kasus, Sulawesi Tenggara tiga kasus. Selain itu tercatat 29 kasus di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah satu kasus, Lampung empat kasus, Riau satu kasus, Maluku Utara dan Maluku masing-masing satu kasus, Papua Barat dua kasus serta tujuh kasus positif di Papua.
Di sisi lain, keperluan mendesak akan APD tidak hanya dirasakan di dalam negeri. saat ini, hampir semua negara kekurangan APD. KTT Luar Biasa G20 menghasilkan sejumlah kesepakatan untuk menanggulangi pandemic Covid-19. Salah satunya, mengupayakan semaksimal mungkin pengadaan alat-alat kesehatan. Beberapa negara akan menjadi tumpuan, salah satunya Indonesia. Indonesia sejak lama memang dikenal sebagai salah satu produsen APD.
"Indonesia punya kesempatan karena beberapa (produk) seperti APD, Indonesia punya kapasitas untuk menyuplai. Termasuk hand sanitizer. Sehingga, Indonesia juga diharapkan bisa menjadi pemasok global," terang Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam keterangannya, Kamis (26/3) malam lalu.
IMF dan World Bank, tutur Mulyani, telah berkomitmen mendukung sumber daya bagi perusahaan-perusahaan yang memproduksi masker. Mereka didorong untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Dari dalam negeri, pemerintah juga akan memberikan dukungan penuh.
"Kita akan identifikasi perusahaannya, melihat keperluan mereka untuk bahan baku, dan melihat keperluan mereka untuk bisa meningkatkan kapasitas produksi," lanjutnya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan pihaknya sudah meminta asosiasi tekstil untuk ikut membuat APD sebanyak mungkin demi memenuhi keperluan. "Saat ini kita masih perlu cukup banyak dalam menghadapi penyebaran virus korona di Indonesia," terangnya kemarin (27/3).
Diversifikasi produk tekstil itu sekaligus bisa menjadi solusi di tengah menurunnya pasar tekstil dalam negeri akibat wabah Covid-19. Sampai saat ini belum bisa diprediksi kapan wabah akan berakhir. Namun, dalam hitungan empat bulan ke depan, keperluan dalam negeri ada di kisaran 12 juta APD. Mengingat, mayoritas perlengkapan APD bersifat sekali pakai.
"Dengan kondisi seperti saat ini, kemungkinan demand dapat bertambah hingga 100 persen, bahkan 500 persen," lanjutnya.
Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan pemerintah sudah menghitung berbagai risiko penyebaran virus corona. Termasuk di antaranya terkait kesediaan APD untuk tenaga medis yang berada di garda terdepan.
"Memerlukan jutaan bahkan. Atau sekurang-kurangnya ratusan ribu," terangnya kepada awak media.
APD sebanyak itu diperlukan apabila wabah yang berasal dari Wuhan, Cina itu berkepanjangan. Misalnya tujuh bulan sejak kali pertama penyebaran virus corona ditetapkan sebagai bencana nonalam.
"Untuk jaga-jaga kalau kita berpikir pesimis. Pesimisnya itu kalau sampai tujuh bulan," kata Mahfud.
"Kami menghitung risiko yang paling berat," tambahnya. Karena itu dibutuhkan jutaan APD. Mengingat perlengkapan tersebut harus sering diganti.
Mahfud memastikan, pemerintah sudah menyiapkan anggaran serta mekanisme lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut. "Kemarin kita agak cemas juga karena kita kekurangan APD. Nah, sekarang pemerintah sudah mempunyai jalan," ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. Selain mengandalkan perusahaan dalam negeri, dia menyebutkan bahwa kerja sama luar negeri juga diandalkan.
Bantuan dari Cina
Sementara itu, 40 ton bantuan alat kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang berasal dari berbagai investor asal Cina telah tiba di Bandara Soekarno-Hatta kemarin. Pesawat pengangkut berupa Boeing 777 Garuda Indonesia mendarat dini hari pukul 01.04 WIB.
"Bantuan ini berasal dari investor tiongkok yang berfokus pada hilirisasi minerba. Alhamdulillah bantuan tahap 1 sudah tiba dengan selamat, selanjutnya minggu ini akan datang lagi yang tahap 2, kami bergerak cepat," ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Agung Kuswandono.
Pasokan medis itu terdiri dari test kit Covid-19, swab kit, masker N95, masker bedah, hingga alat pelindung diri seperti baju, kacamata, sarung tangan, dan sebagainya. Seluruh bantuan tersebut nantinya akan didistribusikan melalui BNPB, rumah sakit-rumah sakit, dan jaringan beberapa Fakultas Kedokteran. Sekretaris Utama BNPB, perwakilan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Harmensyah menyampaikan bahwa mereka mengapresiasi bantuan ini.(tau/byu/syn/jpg)