RENCANA SERTIFIKASI PRANIKAH CALON PENGANTIN

Bukan Jaminan Tak Bercerai

Riau | Jumat, 20 Desember 2019 - 09:09 WIB

Bukan Jaminan Tak Bercerai
GRAFIS: AIDIL ADRI

Komitmen dan Saling Menghargai
Koordinator Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kota Pekanbaru Herlia Santi mengatakan, sebenarnya pemerintah di seluruh daerah melalui Kemenag sudah ada program BP4 yang di dalamnya ada screening catin. Dari kursus catin itu nantinya akan ada sertifikat. Lalu mendaftar ke KUA untuk bisa melangsungkan proses pernikahan. Itu sudah ada sejak 2015.

Dari Puspaga, Santi pun pernah menjadi narasumber untuk isu-isu kekerasan. Menurutnya, itu salah satu upaya untuk mencegah tingginya angka perceraian. Namun, itu juga tidak efektif. Rupanya meski sudah ada sertifikat pranikah belum efektif. Data yang masuk Puspaga ada yang baru lima bulan menikah, 11 bulan menikah tapi ada konflik dan sempat ada yang ngucapin talak tanpa memikirkan konsekuensi.


"Pada dasarnya perceraian kembali kepada individunya, menghargi pernikahan yang kurang. Jadi ketika memutuskan menikah komitmennya tidak benar-benar diikat oleh kedua belah pihak," jelasnya.

Dikatakan Santi, padahal mereka yang sudah menikah itu ada sertifikat pranikah yang sudah melakukan bimbingna ataupun pelatihan. Dulu ruangan bimbingannya itu bersebelahan dengan Puspaga. Sekarang sudah di kantor wali kota. Kembali ke komitmen, Santi menjelaskan, mau dibuat sertifikasi apapun ketika individunya belum menghargai apapun dan mementingkan ego sendiri itu prahara rumah tangga seperti perceraian akan tetap terjadi. "Semakin ke sini tingkat kritis manusia semakin berkembang. Apalagi sekarang dipengaruhi oleh teknologi dan globalisasi zaman. Itu salah satu hal yang memengaruhi pasangan untuk bercerai," ucapnya.

Selanjutnya, di setiap agama sebelum menikah pasti ada sumpah atau janji. Salah satunya tidak melakukan kekerasan. Dikatakan Santi, kekerasan menjadi faktor ketika salah seorang yang dominan perempuan menggugat pasangan untuk bercerai.

"Kalau menurut saya mewakili kawan-kawan Puspaga sebenarnya bagus ada sertifikasi pranikah atau apapun itu, tapi lebih penting itu komitmen diri untuk menghargai pernikahan," paparnya.

Bahkan, katanya, klien yang ditanganinya itu pun bercerita jika sudah talak tiga kali apakah bisa balik lagi. Di mana, menurut ustaz dekat rumah tidak boleh secara agama Islam.

"Itulah salah satunya tidak semudah itu mengucap kata talak," ungkapnya.

Kemudian yang kedua, katanya, kekerasan masih terus terjadi. Sehingga salah satu pasangan yang didominasi perempuan mendapat kekerasan sebagai korban, sebenarnya mempunyai hak untuk menggugat karena sudah tidak tahan lagi. Hal lainnya, tidak bisa manajemen diri ketika sebagai seorang istri ataupun suami menggunakan media sosial atau HP yang menjadi pemicu retaknya rumah tangga.

"Tidak masalah adanya sertifikasi pranikah. Namun nyatanya yang terjadi tingkat perceraian pun masih tinggi. Padahal di kursus calon pengantin BP4 mereka mempelajari materi-materi tentang kekerasan,  kesehatan dan reproduksi, keluarga sakinah mawadah kalau dalam Islam. Dan saya yakin di agama lain juga ada pembekalan-pembekalan sebelum menikah," tuturnya.

Menurutnya, keadaan ekonomi pun menjadi pemicu perceraian. Gugat cerai, katanya, paling banyak yang masuk ke Puspaga. Selain itu egoisme dari masing-masing pasangan.

Puspaga selalu mengimbau untuk menjaga dan menghargai satu sama lain. Begitu pula secara psikolog bahwa mereka harus tahu kondisi psikologis pasangan. "Jadi mereka harus tahu kondisi sebelum dan setelah melangsungkan pernikahan," tuturnya yang juga sebagai konselor P2A.

Di Puspaga sendiri, melakukan konseling perseorangan secara gantian. Tergantung siapa yang datang duluan yang menceritakan permasalahannya. Kemudian tahap selanjutnya pasangan tersebut datang bersama dan diminta untuk introspeksi diri. "Ada yang meminta berpisah dulu lalu datang lagi. Ada tahapan-tahapannya tergantung kondisi permasalahannya," sebutnya.

Sementara untuk hak anak, itu langsung ke pengadilan agama. Mandat Puspaga lebih ke kepentingan terbaik untuk anak untuk mendapat dan memperoleh kasih sayang dari orangtuanya meskipun sudah berpisah.

"’Suami atau ayah harus bertanggung jawab menafkahi anak dan itu selalu diingatkan penuh dari awal," katanya.

Santi mengimbau kepada para pasangan agar menghargai pernikahan dan komitmen dibangun oleh kedua pihak tidak sebelah pihak. Maka pernikahan akan selamat.(dof/*4/ayi/*3/epp/wir/amn/fad/wik/hsb/yas/ted)

Laporan: TIM RIAU POS









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook