RENCANA SERTIFIKASI PRANIKAH CALON PENGANTIN

Bukan Jaminan Tak Bercerai

Riau | Jumat, 20 Desember 2019 - 09:09 WIB

Bukan Jaminan Tak Bercerai
GRAFIS: AIDIL ADRI

Komentar Warga Beragam
Terkait program sertifikasi pranikah ini, warga Kecamatan Limapuluh Irvan mengatakan, aturan harus memiliki sertifikasi pranikah itu dinilainya tidak menjamin pasangan tersebut akan berkekalan dan tidak terjadi perceraian.

"Kalau masalah cerai ini kan ketika kita sudah berumah tangga. Kita lebih dekat mengenal pasangan kita, karena mungkin sewaktu pacaran kita tidak begitu mengenal secara dekat. Kemudian masih banyak faktor lainnya kalau bicara jaminan tidak akan bercerai," katanya.


Heri, warga Tenayan Raya yang berencana menikah pada Mei 2020 mendatang juga sependapat dengan Irfan. Ia tidak sepakat dengan program sertifikasi pranikah yang diwacanakan pemerintah.

"Tidak sepakat saya. Karena nikah itu wajib di dalam Islam. Jadi kalau tidak punya sertifikasi pranikah itu, kita tidak boleh menikah pula?" tanyanya.

Ia mengaku program ini sangat mempersulit seandainya diterapkan. "Tidak perlulah karena di KUA kan sudah BP4. Itu menurut saya sudah cukup," katanya.

Hal yang sama diungkap Nurhadi (26). Dia bersama pasangannya berencana melangsungkan pernikahan di 2020 mendatang. Meskipun sertifikasi tersebut belum diterapkan, namun ia menilai akan terjadi polemik di masyarakat. Menurutnya pemerintah tidak perlu mengintervensi sampai ke rumah tangga seseorang. "Persoalan nikah ini kan tergantung komitmen kita dengan pasangan kita," katanya.

Tony pria lajang asal Kecamatan Tebingtinggi juga menanggapi hal itu. Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa pendidikan pranikah dapat mengurangi potensi perceraian di daerah tersebut.

"Mau nikah, belajar dulu. Setelah itu dapat sertifikat, terus baru bisa menikah. Lucu. Apa jaminannya," kata Tony.

Hal yang sama disampaikan Reni. Warga Kecamatan Rambah Rohul yang berencana menikah pada Juli 2020 itu mengaku program sertifikat pranikah sebagai syarat pernikahan akan mempersulit dirinya. Karena bimbingan perkawinan selama tiga bulan itu terlalu lama. "Saya tidak setuju program ini diberlakukan pemerintah. Ini perlu kajian yang pas," katanya.

Dalam pada itu, Shodik (26), warga Kecamatan Rambah lainnya yang menikah pada Februari 2020 mengaku wacana pusat wajib mendapatkan sertifikat pranikah sangat bagus. Karena dengan itu diharapkan pasangan yang akan menikah mereka tahu akan hak dan kewajibannya dalam rumah tangga serta mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan keluarga.

"Karena dapat mengurangi angka perceraian di masa mendatang, karena pasangan catin mendapatkan pengetahuan tentang perkawinan. Dengan catatan pemeritah tidak memberatkan pasangan catin," tuturnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook