Perawat, Bidan, dan Dokter Terus Bertumbangan
Dampak lonjakan kasus positif Covid-19 merembet ke mana-mana. Termasuk ke bilik perawatan para bidan yang berpraktik mandiri. Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi menceritakan keresahan para koleganya kemarin (9/7). Karena rumah sakit penuh, para ibu hamil yang akan melahirkan khawatir. Padahal, ada kasus-kasus yang seharusnya ditangani rumah sakit.
Bidan yang praktik mandiri ini kerap tidak bisa menolak pasien Covid-19 yang hendak melahirkan. Biasanya, alasan pasien adalah mereka tidak dapat rumah sakit.
”Di tempat praktik mandiri, tentu tak ada ruang bertekanan negatif yang biasa digunakan untuk pasien Covid-19,” ungkapnya.
Selain itu, alat pelindung diri (APD) di praktik mandiri tentu tidak selengkap rumah sakit. Selain membantu melahirkan, bidan digerakkan menjadi tenaga vaksinasi atau vaksinator. Masalahnya, di tempat vaksinasi kadang terjadi kerumunan dan susah menjaga jarak. Selain itu, APD tidak optimal. ”Di beberapa daerah, bidan disuruh jadi vaksinator, tapi APD bawa sendiri,” jelasnya.
Dampak yang dirasakan adalah tertular Covid-19. Pada Juni lalu, 19 bidan meninggal. Lalu, pada minggu pertama bulan ini, sudah ada 39 bidan yang meninggal. Secara keseluruhan, jumlah bidan yang meninggal akibat Covid-19 mencapai 207 orang.
Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah juga memaparkan kondisi kelam perawat di Tanah Air. Hingga kemarin, 373 perawat meninggal akibat Covid-19. Jawa Timur memegang rekor tertinggi, yakni 140 perawat meninggal. ”Juli saja sudah 22 orang (meninggal, red),” katanya.
Dia mendapat informasi bahwa rata-rata 25 persen perawat di rumah sakit-rumah sakit di Tanah Air terkonfirmasi Covid-19. Akibatnya, perawat yang bisa bekerja tinggal 75 persen. Padahal, saat ini ada lonjakan jumlah pasien. Otomatis, mereka yang bertugas harus kerja ekstra. ”Bukan hanya beban fisik, tapi juga mental,” ujar Harif.
Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meminta umat beragama untuk sementara menjalankan aktivitasnya di rumah, termasuk dalam beribadah. Sebab, rumah ibadah pada zona PPKM darurat serta zona merah dan oranye di luar PPKM darurat harus ditutup sementara.
Selain penutupan sementara rumah ibadah pada zona PPKM darurat serta zona merah dan oranye di luar PPKM darurat, kegiatan peribadatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan juga diminta ditiadakan sementara. Dia mencontohkan, untuk umat Islam, selama pemberlakuan PPKM darurat, pengurus masjid atau musala di zona PPKM darurat serta zona merah dan oranye di luar PPKM tetap dapat mengumandangkan azan sebagai penanda waktu salat. Hal yang sama bisa dilakukan pengurus rumah ibadah lainnya. ”Hanya, aktivitas peribadatan masyarakat di zona PPKM darurat serta zona merah dan oranye di luar PPKM darurat tetap dijalankan di rumah masing-masing,” tegasnya.