Jangan Sederhanakan Masalah Asap

Riau | Minggu, 22 September 2019 - 10:29 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pernyataan dua pejabat pusat, yakni Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto dan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Pol M Iqbal tentang kondisi kabut asap dan kebakaran hutan di Riau dinilai tak peka dan tak layak. Aktivis lingkungan menyebut keduanya harus meminta maaf karena sudah menyakiti hati masyarakat Riau.

Hal ini diungkapkan koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Made Ali SH, Sabtu (21/9).  ‘’Kalau mereka mau melihat betul, ya tinggal di Riau agak dua hari saja. Statement mereka berdua itu tidak peka dan tidak layak. Menyakitkan hati masyarakat dan bertentangan dengan instruksi presiden. Dengan menyederhanakan masalah, dua orang ini sangat perlu minta maaf pada masyarakat Riau. Dengan rendah hati mereka sebaiknya mengundurkan diri lah dari jabatannya,’’ sebutnya.


Made mengatakan masya­rakat Riau yang berbulan-bulan menghirup udara kotor akibat kabut asap. Dan pernyataan Wiranto dan Iqbal sangat bertentangan dengan sikap Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi). ‘’Sederhana sebenarnya, kan Jokowi datang kemarin.Dia kan salat minta hujan. Itu artinya apa? Artinya Jokowi sudah minta pertolongan Tuhan agar hujan turun, agar karhutla itu berhenti, itu Presiden lho,’’ kata Made.

Dia melanjutkan, Presiden Jokowi kemudian juga turun ke lokasi karhutla di Kerumutan Pelalawan. ‘’Dia lihat sendiri, lalu dia bilang ini sudah kejahatan terorganisir. Asapnya parah dan sebagainya. Itu saja sudah menggambarkan situasi asap dan karhutla di Riau ini parah. Itu orang nomor satu di Republik ini,’’ sambungnya.

Wiranto sebut Made seolah masih hidup di zaman Orde Baru dengan menyederhanakan dan menilai masalah karhutla hanya dibesar-besarkan pemberitaan media. ‘’Barangkali Wiranto itu masih merasakan dia hidup di zaman orba. Semuanya serba baik-baik saja kalau dia sudah turun. M Iqbal itu juga menurut saya tak layak (pernyataannya, red). Orang Polda sudah menetapkan 49 tersangka. Satu korporasi, lalu ada dua yang mau disidik di Pelalawan. Itu tandanya apa, menggambarkan kondisi Riau sudah gawat,’’ tegasnya menyayangkan pernyataan kedua tokoh tersebut.

Beberapa waktu lalu di hadapan awak media di Jakarta, Menkopolhukam Wiranto dan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Pol M Iqbal  mengeluarkan pernyataan  yang memantik kontroversi. Dua pejabat ini sebelumnya ikut dengan rombongan Presiden Joko Widodo yang datang ke Riau saat kunjungan dua hari Senin dan Selasa (16-17/9) lalu.

Wiranto di Jakarta Rabu (18/9) lalu, menyebut realitas dan pemberitaan tentang kabut asap dan karhutla di Riau berbeda jauh. ‘’Antara realitas yang dikabarkan dengan realitas yang ada itu sangat berbeda. Dan ternyata kemarin waktu kami di Riau, itu tidak separah yang diberitakan. Jarak pandang masih bisa, pesawat mendarat masih bisa, masyarakat juga belum banyak yang pakai masker,’’ kata dia saat itu.

Serupa dengan Wiranto, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen M Iqbal juga menepis anggapan yang menyatakan bahwa kabut asap akibat karhutla di Riau mengkhawatirkan seperti yang diberitakan di berbagai media. ‘’Saya kebetulan baru kemarin kembali dari Riau, mendampingi  Kapolri dan saya sengaja satu hari di sana. Situasi sebenarnya di Pekanbaru dan sekitarnya, setelah pukul 11.00-12.00 WIB semua clear, langit biru nampak. Artinya tidak seutuhnya benar apa yang disampaikan media,’’ kata dia di Mabes Polri, Jumat (20/9).

Pernyataan kedua pejabat ini kemudian dipertanyakan oleh masyarakat Riau. Karena data yang direkam baik aplikasi maupun alat pengukur kualitas udara menunjukkan hal yang berbeda. Data dari aplikasi Air Visual yang merujuk data BMKG dan KLHK, terlihat udara di Pekanbaru sejak Kamis (12/9)  lalu, rata-rata kualitas udara sudah berada di PM 10 angka 300, menyentuh kategori berbahaya. Sehari berselang, Jumat (13/9), kondisi membaik ke kisaran PM 10 di angka rata-rata 250 kategori sangat tidak sehat.

Dua hari berturut-turut setelahnya, yakni Sabtu dan Ahad (14-15/9), udara membaik lagi ke kisaran PM 10 di angka rata-rata 200, kategori sangat tidak sehat. Pada Senin (16/9), hari ketika Presiden Joko Widodo tiba di Riau, rataan kualitas udara di Pekanbaru sebenarnya malah memburuk yakni PM 10 naik ke angka rata-rata 250, sangat tidak sehat. Ini bertahan selama tiga hari. Dan puncaknya pada 19 September kemarin, rata-rata kualitas udara menembus angka di atas 300 atau dalam kategori berbahaya.

Sementara itu, dari Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru, data kualitas usaha yang muncul juga tak jauh berbeda. Secara umum kualitas udara Pekanbaru hampir dua pekan terakhir fluktuatif dengan kecenderungan belum membaik.

Sejak Selasa (10/9) pekan lalu PM 10 di angka 111, sementara Rabu (11/9) di 118. Sedangkan Kamis (12/9) di angka 123, Jumat (13/9) 173, Sabtu (14/9) di angka 144 dan Ahad (15/9) di angka 139. Sedangkan Senin (16/9) PM 10 berada di angka 194, masuk kategori tidak sehat, Selasa  (17/9) PM 10 di angka 153 dan Rabu (18/9) PM 10 di angka 165. Pada Kamis (19/9) lalu, PM 10 di angka 164 dengan kualitas tidak sehat dan Jumat (20/9) memburuk dengan PM 10 di angka 207, sangat tidak sehat.

ISPU di Pekanbaru diambil dengan melihat rata-rata kualitas udara selama 24 jam dari pukul 15.00 WIB ke pukul 15.00 WIB esok harinya. ISPU juga digunakan sebagai acuan meliburkan anak sekolah karena kualitas udara dinilai sudah tak layak. Pemko Pekanbaru saat ini akibat kualitas udara belum membaik, memberlakukan libur bagi sekolah di semua tingkatan dari PAUD, TK, SD hingga SMP. Libur sudah diberlakukan sejak Selasa (10/9) dan Rabu (11/9), kemudian diperpanjang hingga Jumat (13/9) dan diperpanjang hingga Senin dan Selasa (16-17/9). Lalu libur kembali diperpanjang Rabu dan Kamis (18-19/9) dan terbaru diperpanjang lagi hingga Sabtu (21/9) ini.

Bareskrim Mabes Polri akan Panggil Bupati dan Kepala Dinas

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Bareskrim Polri Brigjen Muhammad Fadil Imran melakukan kunjungannya ke area yang terbakar di PT ADEI Plantation & Industry, Jalan Lintas Timur, Pangkalankerinci, Kabupaten Pelalawan, Jumat (20/9). Bareskrim Mabes Polri akan mendorong pemerintah daerah dan berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah karhutla yang menyebabkan kabut asap.

“Kami akan panggil ke Mabes Polri seluruh kepala dinas dan seluruh bupati yang wilayahnya terdapat kebakaran lahan dan kebakaran hutan. Kami akan koordinasi dan dorong untuk tidak menerbitkan atau menghentikan sementara proses penerbitan IUP perkebunan manakala terjadi kebakaran sampai dengan proses penyidikan selesai,’’ tegas Brigjen Muhammad Fadil Imran.

‘’Fenomena-fenomena pembakaran lahan untuk dijadikan kebun. Ini yang akan kami ungkap khususnya di hilirnya. Dihulunya agar izinnya diperbaiki. Kami bersinergi dengan KLHK mendorong pemerintah daerah untuk aktif sekaligus memperkuat pencegahan karena dengan tidak memberikan izin maka perusahaan-perusahaan membuka lahan dengan cara tidak membakar,” tambahnya.

Dijelaskannya, pihak Polri dengan KLHK melakukan kegiatan terpadu. Pihak KLHK melakukan tuntutan perdata dan Polri melakukan proses penyidikan pidana. Dalam proses penyidikan ini juga bersama-sama dengan KLHK.  ‘’Di area PT ADEI Plantation & Industry, Jalan Lintas Timur, Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan. Pada tanggal 7 September 2019, sekitar pukul 17.30 WIB, blok di Area PT ADEI terbakar seluas kurang lebih 4,5 hektare. Berdasarkan foto citra satelit itu, kemudian tim Polres Pelalawan turun. Kami dari Bareskrim Polri turun melakukan back up untuk melakukan penyidikan. Ditemukan bahwa ada rencana penanaman kembali (replanting) di area ini,’’ jelasnya.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Riau, AKBP Andri Sudarmadi mengatakan, Satgas Karhutla Diskrimsus Polda Riau dan jajaran telah menangani 53 Laporan Polisi (LP) satu di antaranya korporasi yakni PT SSS dan PT ADEI Plantation & Industry. Mereka akan joint investigasi dengan Bareskrim Mabes Polri. “Kemudian jumlah tersangka sampai saat ini sudah 56 orang. Untuk terbanyak di Dumai,” ujarnya, Jumat (20/9).

Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto menuturkan, tercatat hingga, Sabtu (21/9), jajaran Polda Riau sudah menetapkan sebanyak 57 tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan. Hasil penanganan dari 54 Laporan Polisi (LP). Jumlah ini, bertambah dari yang sebelumnya, yakni 53 tersangka perorangan dari 51 LP. Jumlah tersangka yang bertambah, ada di Polres Dumai yakni 1 tersangka, Polres Meranti 1 tersangka, serta Polres Inhil 2 tersangka. “Untuk tersangka kasus karhutla perorangan sekarang sudah 57 orang,” katanya.

Sementara luas lahan yang terbakar totalnya juga bertambah, menjadi 1.019,2999 hektare. Lahan tersangka perorangan yang terbakar di Kabupaten Inhil seluas 559 hektare, Inhu 7 hektare, Pelalawan 42,25 hektare, Rohil 13,9 hektare, Bengkalis 208 hektare, Siak 11,5 hektare, Dumai 16,5049 hektare, Rohul 1 hektare, Kepulauan Meranti 3,7 hektare. Selanjutnya, lahan terbakar di Kampar 4 hektare, di Kuantan Singingi 2 hektare dan di Pekanbaru 1,255 hektare.

“Penanganan perkara karhutla ini, 30 kasus di antaranya masih proses sidik, sudah tahap I sebanyak 7 kasus, tahap II sudah 16 kasus. Polda Riau melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus, kini sedang menyidik korporasi yaitu PT SSS dan PT ADEI Plantation & Industry dan akan joint investigasi dengan Bareskrim Mabes Polri guna menetapkan tersangka siapa yang bertanggung jawab terkait kebakaran lahan konsesi korporasi mereka,’’ ujarnya.

Disampaikan Sunarto,  terkait kasus kebakaran lahan PT SSS, penyidik sudah memeriksa sebanyak 42 orang.(ali/dof)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook