Setelah 4 Tahun, Warga Riau Kembali Surati PBB Terkait Asap

Riau | Kamis, 12 September 2019 - 14:42 WIB

Setelah 4 Tahun, Warga Riau Kembali Surati PBB Terkait Asap
RIAUPOS

Saya hanya bisa mengirimkan surat ini  ke anda sebagai pemimpin dunia. Saya malu, karena tidak ada yang bisa saya lakukan kecuali hanya pasrah dan menerima nasib. Sekali lagi, saya malu sebagai seorang dosen dan pendidik, tetapi selalu ditanya oleh mahasiswa saya, apa yang harus dilakukan tentang kabut asap ini?.

Saya tidak berdaya untuk dapat menyelesaikan masalah kabut asap ini karena saya bukan seorang yang punya kekuasaan di bidang politik negara, saya bukan seorang yang punya kemampuan intelektual yang cukup yang bisa dimasukkan dalam jajaran pejabat negara yang punya kekuasaan. Walau begitu, sampai saat ini, saya masih punya rasa Ke Indonesiaan saya, rasa Nasionalisme saya, rasa percaya saya pada pemimpin saya.


Akan tetapi,  dengan beriringnya kemajuan teknologi dan daya kemampuan ekonomi Negara Indonesia, rasanya tidak ada yang tidak bisa selesai di negeri ini seharusnya. Negeri besar yang bernama Indonesia.

Akan tetapi, selama 20 tahun ini bila dihitung dari tahun 1997 hingga saat ini, masih saja kami mengajukan pertanyaan yang sama setiap tahunnya, seakan akan kami ini rakyat yang tidak berdaya, mengapa tidak juga bisa pemimpin kami menyelesaikan kabut asap ini?.

Pedih hati melihat anak anak kecil terpapar tentang kabut asap ini dan memikirkan masa depan mereka untuk masa masa yang akan datang. Apakah paru paru mereka masih baik untuk kehidupan yang akan datang?. Kemana negara saat kami butuhkan? Mengapa usaha yang dilakukan tidak juga menyelesaikan masalah? Apa yang salah? Apakah saya ini atau kami masyarakat sudah begitu bodohnya, sehingga kami harus menerima kedaan ini yang disebut dengan Takdir dan melakukan salat tobat dan salat minta Hujan?

Mengapa kami rakyat yang selalu disuruh bertobat? Kenapa tidak pemimpinnya yang bertobat? Dimana salah kami sebenarnya bila itu memang kesalahan kami? Bukankah ini kesalahan sebagian orang saja yang menjadi penyebab kabut asap ini, yang kami sebut dengan sebutan “mereka”? Walau “mereka” juga adalah rakyat juga, tapi “mereka” rakyat yang ekslusif, “mereka” rakyat yang kaya, yang bila terjadi kabut asap yang “mereka” buat setiap tahun selama 20 tahun ini, maka  “mereka” bisa pergi lari keluar negeri, dan tinggallah kami yang masyarakat biasa, yang rakyat biasa yang sengasara.

Kami sama-sama rakyatnya, tapi kami iri dengan “mereka” yang juga rakyat, yang dengan uangnya mereka bisa membalikkan keadaan negri ini. Kami negri yang diatas asap saat ini. Negeri yang betul betul diatas asap, bukan suatu idiom lagi tapi suatu kenyataan.

Saya tinggal di Pekanbaru ini sudah 46 tahun, saya sangat tahu dan rasakan tentang perkembangan asap. Bahkan kami sudah terbiasa karenanya. Malu saya untuk mengakui bahwa kami sudah terbiasa akan asap ini, kami sudah terbiasa akan tidak adanya peran negara dalam menyelesaikan kabut asap ini. Padahal kami rindu akan pemimpin tersebut, kami rindu mereka akan hadir bila kami ada masalah.

Bahkan saya pun malu akhirnya bahwa persoalan kebakaran hutan inipun menjadikan banyak ilmu pengetahuan diketemukan, banyak teknologi baru diketemukan, banyak dosen yang mendapat gelar DR dan Professor tentang ini, banyak konferensi internasional yang diadakan, bahkan Indonesia selalu menjadi contoh karena Indonesia masih punya hutan hujan tropis yang besar setelah Kenya dan Brazil dan hutan tersebut menjadi paru paru dunia.

Apakah karena kami masih punya hutan, maka kami akan selalu merasakan asap, karena hutan akan selalu berpotensi untuk dibakar demi yang namanya ekonomi, pembangunan dan kemajuan zaman. Kalau begitulah adanya dikarenakan kami punya hutan, kami akan rela melepaskan hutan ini demi kami tidak mau oksigen kami tercemari, karena udara adalah paling utama sumber kehidupan manusia.

Kami ingin juga seperti kota-kota lain yang selalu bisa bersih udaranya. Dari tahun ketahun selama 20 tahun ini, kami selalu saja yang terkena asap, demi yang namanya pembukaan lahan untuk apapun. Kalo udara sudah tidak ada lagi, kemana kami akan pergi? Rindu kami akan udara segar dan bersih, ini sudah hampir 4 bulan kami dilanda asap yang dari tahun ketahun pasti akan kami rasakan dan terulang terus.

Tolong, Selamatkan Kami. Salam hormat, Dr Sri Wahyuni Kadir Abbas, Email sri_wahyuni6969@ymail.com, Facebook Sri Wahyuni Kadir Abbas.(egp)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook