KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

JPU Minta Hakim Juga Cabut Hak Politik Amril

Riau | Selasa, 20 Oktober 2020 - 09:46 WIB

JPU Minta Hakim Juga Cabut Hak Politik Amril
Amril Mukminin

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak nota pembelaan atau pledoi terdakwa Amril Mukminin. Mereka meminta majelis hakim menjatuhkan pidana enam tahun penjara serta pidana tambahan pencabutan hak politik terhadap Bupati Bengkalis nonaktif tersebut.

Demikian terungkap dalam sidang lanjutan dugaan suap dan gratifikasi, Senin (19/10). Sidang dipimpin majelis hakim, Lilin Herlina SH MH beragendakan pembacaan replik atas pledoi terdakwa di Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru, bersama kuasa hukum terdakwa. Sementara, Amril berada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Pekanbaru. Sedangkan, JPU KPK berada di Gedung Merah Putih, Jakarta.


Dalam replik yang dibacakan, JPU KPK Feby Dwi Andospendy SH meminta, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara untuk menolak atau mengesampingkan seluruh dalil-dalil pembelaan terdakwa. Baik yang disampaikan secara pribadi maupun melalui penasihat hukumnya.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Amril Mukminin, dengan pidana penjara selama 6 tahun dan beban denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," tegas Febby didampingi Tonny Frengky Pangaribuan.

Selain itu, mereka juga meminta hakim menyatakan terdakwa Amril Mukminin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan Kesatu-Primair.

Kemudian, sebagaimana dalam dakwan kedua, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Dalam replik ini, perlu kami tegaskan kembali mengenai tuntutan penjatuhan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama jangka waktu tertentu terhadap terdakwa," jelasnya.

"Bahwa mengingat jabatan terdakwa selaku Bupati Bengkalis merupakan jabatan publik karena dipilih langsung oleh masyarakat melalui Pilkada tahun 2015," kata Feby menegaskan.

Tonny F Pangaribuan menambahkan, masyarakat Kabupaten Bengkalis telah menaruh harapan besar kepada Amril selaku kepala daerah. Supaya dapat dapat berperan aktif melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam memajukan pembangunan di daerahnya. Lalu, memberikan teladan yang baik dengan tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Begitu pula  jabatan terdakwa sebelumnya selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis. Yang mana, merupakan jabatan publik karena dipilih langsung oleh masyarakat melalui pemilu.

"Sebaliknya, terdakwa justru mencederai amanat yang diembannya tersebut dengan melakukan tindak pidana korupsi. Yakni menerima uang suap dari Ichsan Suaidi dan Triyanto (PT CGA) dan menerima sejumlah gratifikasi. Sehingga perbuatan ini telah mencederai amanat yang diembannya selaku kepala daerah dan tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat," paparnya.

Pertimbangkan tindak pidana korupsi dilakukan terdakwa yang memangku suatu jabatan publik, maka kata dia, sepatutnya terdakwa selain dijatuhi hukuman pokok, juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama jangka waktu tertentu terhitung sejak selesai menjalani pidana pokoknya.

Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, bahwa hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik tersebut selaras dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3 KUHP.

Dalam amar tuntutan yang dibacakan Tonny Frengky Pangaribuan menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan menerima suap secara bertahap dari PT CGA yang diberikan melaui Triyanto  sebesar Rp5,2 miliar. Uang itu, agar PT CGA mengerjakan proyek multiyears pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning.

Tak hanya itu saja, Amril menerima gratifikasi senilai puluhan miliar dari pengusaha sawit Jonny Tjoa selaku Direktur Utama PT Mustika Agung Sawit. Lalu, dari Direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, Adyanto.  Adapun rincian uang yang diterima dari Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650, sedangkan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755. Uang itu, diterima Amril Mukminin saat masih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkalis dua periode yakni 2009-2014, 2014-2019 dan saat menjabat sebagai Bupati Bengkalis periode 2016-2021.

Sementara, uang tersebut diberikan secara tunai dan maupun transfer ke rekening istrinya, Kasmarni di kediamannya pada Juli 2013-2019. Kasmarni menerima uang tersebut ketika masih menjabat Camat Pinggir.

Sedangkan, Amril tidak dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara karena uang suap Rp5,2 miliar dikembalikannya ketika proses penyidikan di KPK.

Hal yang memberatkan hukuman adalah perbuatan Amril tidak mendukung kebijakan pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan, yang meringankan, Amril sudah mengembalikan kerugian negara, bersikap sopan, dan belum pernah dihukum.(rir)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook