Kondisi itu menjadi beban baru bagi warga Kabupaten Kepulauan Meranti yang memiliki aktivitas rutin di ibu kota Provinsi Riau, Pekanbaru. Seperti yang dialami Kasih, salah seorang ibu rumah tangga (IRT) asal Kecamatan Tebingtinggi.
Menderita herniated disk atau saraf terjepit beberapa bulan terakhir membuatnya harus rutin kontrol ke Pekanbaru. Namun rutinitas tersebut membuatnya harus menahan diri ketika penyakitnya kumat. Kondisi itu dipicu atas kabar perubahan tarif transportasi yang naik hingga 30 persen dari tarif biasa.
“Naiknya tinggi sekali hampir 30 persen. Pikir dua kali harus rutin ke Pekanbaru. Biarlah nanti dua bulan sekali kontrolnya. Selagi masih ada stok obat tak mengapa. Hanya saja terapi yang saya anggap penting sepertinya terpaksa harus dikurangi,” ungkapnya.
Menyikapi kondisi itu, ibu beranak dua tersebut berharap besar terhadap kebijakan pusat atas segala dampak kenaikan harga BBM yang baru. Pasalnya dengan status IRT yang berharap dari gaji suami sebagai PNS staf di salah satu kantor pemerintah daerah setempat tidak mampu memenuhi segala kebutuhan rumah tangga.
“Harus berobat, harga sembako pada naik semua. Manalah telap (sanggup) kami memenuhi kebutuhan. Makanya kami memohon kebijakan pemerintah pusat dapat menerapkan kebijakan yang bisa kami nilai tepat. Malah bukan mempersulit,” ungkapnya.
ASITA Bingung Mau Jualan
Sementara itu, harga tiket pesawat mengalami kenaikan yang cukup tinggi sejak beberapa bulan terakhir. Kondisi pun bertambah buruk dengan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi sejak, Sabtu (3/9).
Dunia pariwisata pun menjadi korban dari kebijakan ini. Hal itu dikatakan oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Provinsi Riau, Dede Firmansyah. Pihaknya menyayangkan kebijakan pemerintah tersebut, terlebih belum ada solusi dan langkah antisipasi yang dilakukan.
"Sempat kesal karena statement Menteri Perhubungan yang mengatakan ini hukum ekonomi. Harusnya kan memberi solusilah. Apa kira-kira yang bisa menurunkan harga tiket pesawat. Saya pikir adalah kebijakan Menteri Perhubungan soal itu. Sementara sekarang kan Menteri Pariwisata nangis-nangis untuk harga tiket pesawat bisa turun," ujarnya.
Menurutnya harus ada keringanan dan kebijakan yang tidak membebankan seperti kenaikan harga tiket yang masih terjadi di tengah kenaikan harga BBM ini. Terlebih masyarakat juga sudah lama tidak berwisata karena pandemi.
"Jangan semena-mena memanfaatkan. Mentang-mentang orang mau liburan dimahalin. Sekarang kita dari travel agen bingung mau jualan gimana," terangnya kepada Riau Pos.
Sementara itu, untuk dunia perhotelan juga melakukan penyesuaian pasca kenaikan harga BBM. Hal itu diakui Director of Sales and Marketing, Grand Elite Hotel Pekanbaru, Henni Rasmonowati.
"Untuk kamar hanya segmen tertentu saja yang disesuaikan. Khususnya yang berkaitan dengan penggunaan transportasi. Ini otomatis mau nggak mau mesti disesuaikan duluan," ujarnya.
Pihaknya juga mengambil kebijakan penyesuaian harga makanan paket acara. Kenaikan harga sekitar dari 10 persen yang sebelumnya. "Kalau harga makanan di paket acara, kami sudah berusaha untuk sesuaikan," ujarnya.(dof/wir/azr/das)
Laporan: TIM RIAU POS (Pekanbaru)