PEKANBARU dan JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- TAK hanya menerima hukuman pidana penjara 6 tahun, Amril Mukminin juga pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih selama 3 tahun setelah menjalani masa tahanan. Pasalnya, Bupati Bengkalis nonaktif tersebut terbukti menerima suap secara bertahap dari PT CGA sebesar Rp5,2 milar atas proyek multiyears pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning.
Hal ini, sebagaimana terungkap dalam sidang digelar secara virtual dipimpin majelis hakim, Lilin Herlina SH MH di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (9/11). Bersama hakim, turut hadir tim penasihat hukum terdakwa. Sedangkan, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada di Gedung Merah Putih, Jakarta.
Di awal persidangan, Lilin Herlina menyampaikan, adanya surat keterangan sakit Amril Mukminin yang diterima JPU lembaga antirasuah. Kondisi itu, membuat Bupati Bengkalis nonaktif tidak bisa mengikuti persidangan. "Terdakwa tidak bisa menjalani sidang karena sakit. Meski begitu, kami tetap melanjutkan sidang dengan agenda pembacaan vonis," ungkap Lilin Herlina.
Bahkan, kuasa hukum terdakwa menyampaikan, permohonan agar sidang tidak dilanjutkan. Lantaran, Amril tengah sakit. Namun, permohonan tersebut ditolak. Menurut hakim ketua, dalam KUHAP juga membenarkan dilanjutkan sidang pembacaan vonis meski tidak dihadiri terdakwa.
Dalam amar putusan, Lilin menilai, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dengan dakwaan ke satu subsidaer dan dakwaan kedua. Adapun dakwaan yang dimaksud, terkait uang gratifikasi diterima Amril Mukminin sebesar Rp23,6 miliar dari dua pengusaha pabrik kelapa sawit.
"Membebaskan terdakwa Amril Mukminin dari dakwan kesatu subsider dan kedua tersebut," ucap hakim ketua didampingi anggota, Iwan Sarudi dan Poster Siturus.
Sementara itu, hakim ketua menyatakan, Bupati Bengkalis nonaktif terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut proyek multiyears pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning. "Menjatuhkan terdakwa Amril Mukmin dengan hukuman pidana penjara selama 6 tahun," tegas Lilin Herlina.
Selain pidana penjara, hakim membebankan mantan anggota DPRD di Negeri Sri Junjungan membayar denda sebesar Rp500 juta. Denda itu, juga dapat diganti dengan kurungan penjara selama enam bulan. Sedangkan, Amril tidak dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara, karena uang suap Rp5,2 miliar telah dikembalikan ketika proses penyidikan di KPK.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa, berupa pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama tiga tahun terhitung selesai menjalani masa hukuman," papar hakim ketua.
Usai pembacaan amar putusan itu, JPU KPK langsung menyatakan, banding. Mereka tidak terima lantaran terdakwa dibebaskan dari dakwaan kesatu subidaer dan kedua. "Izin yang mulia, dikarenakan dakwaan kedua kami dinilai tidak terbukti, maka kami langsung menyatakan banding," sebut JPU KPK, Takdir Suhan dari Gedung Merah Putih.
Hal yang sama ajuga diungkapkan Juru Bicara KPK RI, Ali Fikri kepada Riau Pos, Senin (9/11) malam. Ali menyebut, alasan KPK melakukan upaya banding adalah karena putusan yang dibacakan hakim PN Tipikor Pekanbaru yang menyatakan terdakwa Amril tidak terbukti melakukam tindakan gratifikasi.
"Salah-satu alasannya karena dakwaan soal gratifikasi majelis hakim berpendapat tidak terbukti," ujarnya.
Kata Ali, putusan itu sangat bertolak belakang dengan keterangan para saksi yang diterima oleh penyidik pada tahap penyidikan. Ditambah lagi dengan beberapa alat bukti yang dimiliki penyidik memperkuat dan KPK berkeyakinan bahwa Amril terlibat dalam tindakan gratifikasi.
"Padahal sejak penyidikan KPK yakin dengan bukti-bukti yang kami miliki dan sudah disampaikan di depan persidangan baik kepada para saksi dan juga terdakwa," jelasnya.(ted)
Laporan: RIRI RADAM dan YUSNIR (Pekanbaru dan Jakarta)