DAMPAK COVID-19

Publik Bingung Aturan Perjalanan Sering Berubah

Riau | Rabu, 03 November 2021 - 08:46 WIB

Publik Bingung Aturan Perjalanan Sering Berubah
Agus Pambagio (INTERNET)

Tak puas dengan penolakan tersebut, Rosyidi sempat menunjukkan bukti dokumen seperti Surat Edaran Satgas soal aturan perjalanan hingga pemberitaan. Namun lagi-lagi, petugas masih bergeming. "Alasannya tidak ada aturan yang sampai ke mereka," imbuhnya.

Karena terdesak keperluan, Rosyidi akhirnya menggunakan jasa PCR yang banyak tersedia di sekitaran bandara.Berdasarkan pantauannya, jasa PCR di bandara menawarkan harga variatif mulai dari Rp275 ribu hingga Rp1,5 juta bergantung dengan durasi waktunya. Rosyidi curiga, peraturan tersebut belum diubah di lapangan akibat kepentingan bisnis.


Selain itu, dia juga menyoroti fungsi koordinasi antar lembaga. Pasalnya, cukup ironis jika kebijakan yang diambil pusat tidak terinformasikan dengan baik di lapangan.

Menurut Bivitri Susanti, Pakar Hukum dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Jakarta, SE secara teoritik memang tidak termasuk peraturan perundang-undangan, tetapi dalam praktiknya SE sering dipakai dalam berbagai pengaturan. Seperti Surat Edaran Mahkamah Agung yang sering mengatur hukum acara.

"Secara teoretik dia istilahnya peraturan kebijakan atau Beleidsregel. Tapi memang dalam praktik ya sering dipakai seperti ini," jelas Bivitri.

Kendati demikian, kata Bivitri, melihat aturan PPDN sebagai sebuah kebijakan, memang terlalu sering berganti-ganti dan membuat bingung.  Ini menunjukkan, kata Bivitri, tidak adanya basis data dalam mengambil kebijakan.

"Kalau pemerintah mengambil kebijakan benar-benar berdasarkan sains dan data, bukan untuk kepentingan sekelompok orang saja, serta terkoordinasi dengan baik, ini seharusnya tidak terjadi," paparnya.

Sehingga, kata Bivitri, jika ada kebingungan warga, jangan sepenuhnya menyalahkan warga. "Karena kebijakan tidak seharusnya dibuat dengan cara seperti ini," katanya.

Menurut Pemerintah sendiri, dinamika perubahan syarat tes dan skrining ini adalah wajar. Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan bahwa dalam upaya skrining diagnostik dan upaya pengendalian Covid-19 lainnya, pemerintah berusaha menyesuaikan setiap fungsi metode testing dengan situasi kasus nasional dan daerah, kondisi aktivitas masyarakat dan kesiapan sarana dan prasarana.

"Dinamika syarat testing khususnya yang bersifat diagnostik, adalah hal yang amat wajar mengingat pertimbangan pemilihan metode testing tersebut, sangat dinamis," jelas Wiku.

Wiku mengatakan, pemerintah berupaya keras menjadikan setiap metode testing yang dipersyaratkan dapat terakses dengan baik oleh masyarakat sesuai dengan ketersediaan fasilitas maupun keterjangkauan biaya. "Menjadi tugas pemerintah untuk mengevaluasi implementasi kebijakan dapat terlaksana dengan baik di lapangan," katanya.  

Wiku menambahkan keputusan pemerintah memberi alternatif kewajiban syarat testing PCR atau antigen adalah bentuk kehati-hatian melihat adanya peluang tidak semua kasus positif terdeteksi dengan baik oleh alat diagnostik.  

Di sisi lain, menurut Epidemiolog dari Universitas Griffith Ausralia Dicky Budiman, dengan semakin masifnya cakupan vaksinasi, urgensi untuk melakukan testing dan screening semakin mengecil.

Ini kata Dicky berlaku di semua negara yang vaksinasinya sudah menjadi alat syarat bepergian. "Adanya vaksinasi ini merubah banyak hal dalam artian kemudahan orang beraktivitas. Apalagi PCR saat ini lebih tepat dikategorikan sebagai tes konfirmasi. Lebih tepatnya untuk klinis," kata Dicky.

Fungsi PCR juga harus dikembalikan sebagai tes konfirmasi. Misalnya di sebuah tempat dimana rapid antigennya menunjukkan hasil yang meragukan. "Tapi tidak jadi semua harus PCR naik kereta dan sebagainya tidak begitu. Saya belum pernah melihat negara lain melakukan ini pada konteks saat ini ketika vaksinasi sudah banyak. Beda lagi ketika awal awal vaksinasi belum ada," papar Dicky.   

Wapres Minta Tidak Berpuas Diri
Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta masyarakat tidak berpuas diri dengan sejumlah indikator positif penanganan Covid-19. "Tetap waspada. Karena banyak di negara-negara lain yang tadinya sudah landai menjadi naik kembali," katanya saat kunjungan kerja di Samarinda, kemarin (2/11).

Dia mencontohkan di beberapa negara di Benua Eropa, ada yang mengalami kenaikan kasus Covid-19 sebanyak 23 persen. Bahkan ada yang naik kembali sebanyak 43 persen. Ma'ruf tidak ingin kasus seperti itu terjadi di Indonesia.

Ma'ruf juga menyampaikan penanganan Covid-19 di Indonesia termasuk yang terbaik. Di kalangan dunia internasional, kasus Covid-19 di Indonesia sudah masuk kategori kuning dan hampir hijau. Sementara di negara lain banyak yang masih orange.

"Ini berkat kerja kita semua dan upaya sungguh-sungguh," jelasnya. Untuk itu dia berpesan masyarakat tetap waspada. Jaga protokol kesehatan secara disiplin. Menurutnya pandemi Covid-19 telah membawa dampak pada sektor kesehatan, ekonomi, dan sosial. Tapi dia bersyukur sekarang kondisinya lebih baik.

Ma'ruf juga mengingatkan menghindari wabah itu bukan sekadar program pemerintah. Tetapi juga tuntutan agama. Ma'ruf menjelaskan menanggulangi pandemi Covid-19 adalah upaya menjaga jiwa manusia dari bahaya. Nah upaya menjaga jiwa ini adalah sesuai dengan tuntunan syariah.(tau/far/wan/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook