Tahun ini, jumlah jemaah lanjut usia (lansia) memang cukup banyak. Kurang lebih 30 persen lebih dari total jemaah haji. Termasuk, dengan jumlah jemaah kategori risiko tinggi (risti) dan penyandang disabilitas yang juga cukup banyak.
Dodo pun menyampaikan ada berbagai rukhsah atau keringanan ibadah yang perlu diterapkan jemaah untuk mencegah mudharat dan memberi kemudahan bagi jemaah. Misal, ketika jemaah haji sakit dan tidak mampu mengerjakan thawaf dengan berjalan sendiri. Pada kondisi tersebut, jemaah bisa dibantu dengan ditandu atau digendong.
Demikian pula saat Sa’i, bagi jemaah yang tidak dapat berjalan atau ada masalah lain boleh menggunakan kursi roda atau alat lainnya. Saat jemaah tidak bisa melempar jumrah pun sama, ada keringanan dengan diperbolehkan untuk diwakilkan orang lain yang sudah melaksanakannya.
Keringanan lain, lanjutnya, jemaah yang ingin cepat-cepat kembali ke Makkah saat di Mina (sebelum tanggal 13 Dzulhijjah) dibolehkan untuk pergi lebih awal. Yakni, pada 12 Dzulhijjah (nafar awwal). Jemaah yang berhalangan untuk wukuf karena sakit atau melahirkan dapat melaksanakannya di dalam mobil atau ambulans.
”Jemaah haji tamattu’ atau haji qiran yang tidak sanggup membayar dam boleh menggantinya dengan berpuasa selama 10 hari (3 hari ketika sedang berhaji dan 7 hari di Tanah Airnya),” jelasnya.
Keringanan lain pun diberikan saat jemaah tidak bisa melaksanakan mabit atau bermalam di Muzdalifah. Menurutnya, jemaah boleh hanya sepintas di sana asalkan pada waktu malam hari atau hanya berada di mobil saja. Lalu, Sholat boleh dijamak dan diqashar selama melaksanakan ibadah haji atau umrah. ”Semua rukhsah atau keringanan tersebut menunjukkan bahwa aturan-aturan yang ada dalam Islam bukan untuk menyulitkan umatnya,” tegasnya,
Memasuki operasional penyelenggaraan ibadah haji hari ke-27. Berdasarkan data dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), hingga 17 Juni 2023, pukul 24.00 WIB, jumlah calon jemaah haji (CJH) Indonesia yang telah tiba di Arab Saudi berjumlah 171.414 orang atau 446 kelompok terbang. Jumlah tersebut termasuk jemaah gelombang II yang telah tiba di Makkah berjumlah 68.996 orang atau 179 kelompok terbang. Kemudian, 1.105 orang atau 4 kloter jemaah haji kuota tambahan.
Sementara, untuk jemaah haji khusus, total jemaah yang telah berada di Saudi mencapai 8.670 jemaah yang tergabung dalam 144 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Sementara itu, layanan katering juga telah disiapkan saat fase puncak haji di Arafah – Muzdalifah – Mina (Armina). Ketua PPIH Arab Saudi 1444 H/2023 M Subhan Cholid menyebutkan, saat ini kuota haji dunia telah kembali normal. Kuota haji Indonesia juga mencapai 229 ribu. Kepadatan di Makkah pun terus terlihat dan akan terus bertambah menjelang puncak haji.
”Karena kondisi lalu lintas yang sangat padat dan para juru masak juga sudah dikonsentrasikan ke Armina, maka layanan katering di Makkah dihentikan sementara pada sehari sebelum puncak haji dan dua hari setelah Armina,” tandasnya.
Sementara itu, pada musim haji kali ini, jumlah jemaah haji lansia mencapai 66.943 mencapai 31,8 persen dari seluruh kuota. Tingginya jumlah jemaah haji lansia tahun ini, menjadi perhatian PPIH Arab Saudi bidang kesehatan.
Salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian terbanyak dari jemaah haji adalah penyakit jantung. Hingga hari ke-25 penyelenggaraan ibadah haji, terdapat 42 dari 78 jemaah haji meninggal di Arab Saudi disebabkan oleh penyakit jantung. Penanggungjawab Medis KKHI Makkah dr. Muhaimin Munizu, Sp.JP menyampaikan bahwa penyakit jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko seperti usia dan penyakit komorbit.
Muhaimin menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki usia di atas 45 tahun pada laki-laki dan di atas 55 tahun pada wanita berisiko terkena penyakit jantung. Dari segi usia, fenomena peningkatan jumlah jemaah haji lansia tahun ini, menjadi peringatan pada pemantauan pelayanan kesehatan terutama terkait penyakit jantung. “Faktor risiko kedua adalah penyakit komorbit seperti hipertensi, diabetes melitus, dan gangguan kolesterol yang dapat menimbulkan risiko terkena penyakit jantung,” katany. Melalui Kartu Kesehatan Jemaah Haji (KKJH) diketahui banyak jemaah haji lansia kita memiliki penyakit penyerta tersebut.
Lebih lanjut, Muhaimin menyampaikan bahwa ditemukan juga jemaah haji yang sudah dalam terapi penyakit jantung koroner atau dengan gagal jantung. Oleh karenanya jemaah haji dengan riwayat penyakit jantung dan faktor risiko. Dengan mengetahui kondisi ini, jadi prioritas bagi petugas kesehatan untuk dilakukan pemantauan terus menerus.
Kegiatan fisik yang melampaui kemampuan juga menjadi pencetus gangguan akut pada jantung atau serangan jantung. Sehingga harus sering olahraga agar tidak lelah. Apalagi ada perbedaan cuaca yang ekstrem di Saudi. “Banyak jemaah haji sakit yang dirujuk di KKHI dan Rumah Sakit Arab Saudi, dengan keluhan serangan jantung, mayoritas sebelumnya menjalani aktifitas fisik yang berat seperti umrah,” katanya. Muhaimin menambahkan, biasanya pasien mengalami serangan jantung pasca melakukan tawaf atau sai.
Muhaimin menyampaikan bahwa jemaah haji dengan penyakit jantung masih bisa menjalankan ibadah haji dengan lancar. Namun harus disesuaikan dengan kemampuan dan tidak memaksakan diri. Untuk itu disarankan menggunakan bantuan kursi roda. “Selain itu jemaah haji juga diimbau untuk menjalankan aktifitas pada malam hari untuk menghindari cuaca panas yang ekstrim,” bebernya.(mia/lyn/ilo/jpg)