JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Agama (Kemenag) bersama Komisi VIII DPR RI akhirnya menyepakati besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M. Rata-rata besaran BPIH mencapai Rp93.410.286 per jemaah calon haji (JCH) untuk haji reguler.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan, angka ini terdiri dari dua komponen. Yakni, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah sebesar Rp56.046.172 (60 persen) dan penggunaan nilai manfaat per jemaah sebesar Rp 37.364.114 (40 persen).
Dengan penetapan ini, artinya, biaya yang harus dilunasi oleh calon jemaah haji sekitar Rp31 juta.
Mengingat, para calon jemaah haji sudah melakukan pendaftaran dengan menyetorkan dana sebesar Rp25 juta di awal.
Lebih lanjut, Yaqut menjelaskan, dengan skema ini, maka penggunaan dana nilai manfaat keuangan jamaah haji reguler secara keseluruhan mencapai Rp 8.200.040.638.567. Dana itu diperuntukkan bagi 219.463 orang calon jemaah haji reguler.
Sedangkan, penggunaan dana nilai manfaat untuk haji khusus yang terdiri dari 19.280 orang jemaah adalah Rp14.558.658.000 dengan pembebanan nilai manfaat untuk jemaah haji khusus sebesar Rp 755.117 per orang.
Jika dibandingkan dengan tahun ini, skema komposisi antara Bipih dan nilai manfaat memang sedikit berbeda. Tahun ini, komposisinya terdiri dari 55,3 persen biaya ditanggung jemaah dan 44,7 persen subsidi dari nilai manfaat. Sementara tahun depan, 60 persen jemaah dan 40 persen nilai manfaat.
”Kebijakan pemanfaatan hasil pengembangan dana haji untuk menopang sebagian biaya operasional penyelenggaraan haji perlu memperhatikan aspek keadilan dan keberlangsungan dana haji,’ ujarnya dalam rapat kerja bersama KOmisi VIII DPR RI, di Jakarta, Senin (27/11).
Karenanya, muncul beberapa alternatif. Diantaranya efisiensi dalam pengelolaan BPIH dan penyesuaian kemampuan peningkatan Bipih secara gradual untuk mencapai konsep istitha’ah. Di mana komposisi Bipih harus lebih besar daripada nilai manfaat yang digunakan.
Diakuinya, hal ini akan sangat memberatkan bagi jemaah haji apabila jemaah haji harus membayar sekaligus biaya pelunasan haji. Oleh sebab itu, ke depan, akan ada skema baru dalam pelunasan BPIH. ”Calon jemaah haji bisa melakukan pelunasan ongkos haji dengan cara mencicil atau angsuran. Sehingga sisa biaya yang harus dilunasi tidak terasa lebih banyak,” ungkapnya.
Pencicilan ini pun bakal dibuat lebih mudah. Bisa dilakukan melalui virtual account (VA) Bank Penerima Setoran BPIH dengan sistem top up.
”Kayak kita nabung ke rekening masing-masing. Jangka waktu sampai tanggal akhir pelunasan, nanti akan kita tentukan kapan dia harus selesai di situ,” jelasnya.
Lebih lanjut Yaqut mengungkapkan, penetapan ini nantinya akan jadi dasar bagi Presiden nanti untuk menetapkan Keppres BPIH sebagaimana disampaikan dalam pasal 48 UU 8/ 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji. Yang mana, BPIH ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan DPR RI.
Dirinya pun turut mengapresiasi Komisi VIII atas inisiasi untuk memulai pembahasan BPIH lebih awal. Apalagi, pembahasan bisa dirampungkan sangat cepat. Meski, ada dinamika yang terjadi selama proses pembahasan dengan perbedaan pendapat antara pemerintah dan anggota dewan.
Dia menilai, hal tersebut merupakan cerminan dari wujud demokrasi sekaligus menunjukkan betapa besar keinginan dan harapan semua pihak untuk selalu berupaya meningkatkan pelayanan kepada jamaah haji. ”Terima kasih pada Komisi VIII DPR RI. Yang ini mungkin keputusan tercepat yang pernah dibuat Panja Haji, dua minggu,” ungkapnya.
Sebelum ketok palu, Panja BPIH yang terdiri dari unsur pemerintah dan anggota Komisi VIII memang telah rapat secara menerus rapat untuk mencari titik tengah. Bahkan, kemarin, rapat panja molor dari jadwal rampung. Kendati begitu, akhirnya, semua pihak mendapat jalan tengah meski ada fraksi yang tidak sepakat. ”Ada satu fraksi menolak dan yang lainnya menyatakan setuju,” ujar Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi.
Ia pun mengungkapkan, pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin menentukan BPIH yang rasional dan moderat. Termasuk, mempertimbangkan dari aspek kemampuan jemaah. ”Tapi juga kita mempertimbangkan dari aspek keberlanjutan keuangan haji,” katanya.(mia/das)
Laporan JPG, Jakarta