KARHUTLA DI RUPAT

Staf Ahli KemenLHK Sebut Karena Kejahatan

Riau | Minggu, 10 Maret 2019 - 15:19 WIB

Staf Ahli KemenLHK Sebut Karena Kejahatan
Jikalahari menggelar diskusi seputar kebijakan politik lingkungan hidup dan kehutanan di Kedai Kopi J Kantor Jikalahari Jalan Kamboja, Panam, Pekanbaru, Sabtu (9/2/2019).

PEKANBARU (RIAUPOS.CO)  - Sabtu sore kemarin (9/2), Jikalahari Riau menggelar diskusi seputar kebijakan politik lingkungan hidup dan kehutanan.  Meski santai,  diskusi yang dilaksanakan di Kedai Kopi J Kantor Jikalahari Jalan Kamboja, Panam ini dihadiri staf ahli KemenLHK Hanni Adiati,  Prof. Ashaluddin Jalil, Deputi IV BRG RI Harris Gunawan,  organisasi lingkungan seperti Walhi Riau,  RWWG, pegiat lingkungan, komunitas dan mahasiswa.  Sepanjang diskusi,  karhutla dan gambut menjadi perbincangan terus menerus.

Dalam pemaparannya,  Hanni Adiati,  menyebutkan,  kasus karhutla merupakan keterlanjuran yang tidak bisa dipulihkan dalam waktu singkat,  bahkan 10 tahun sekali kalipun. Perlu kerja keras semua pihak.  Hanni juga menyebut,  karhutla saat ini, seperti di Pulau Rupat,  Bengkalis,  terjadi karena kejahatan.

Baca Juga :Disambut Karhutla, Ditutup Banjir di Mana-Mana

’’Saya sudah sampai di beberapa daerah yang terbakar,  salah satunya Pulau Rupat.  Rupat itu belum selesai.  Ada beberapa tipe kejahatan di Rupat,  tapi saya tidak bisa bicara di sini.  Ini ranahnya gakum, ’’ katanya.

Hanni sudah beberapa hari di Riau,  katanya.  Bersama tim dari BRG, ia masuk ke daerah-daerah yang sedang terjadi karhutla. Hanni juga menjelaskan,  gambut di Indonesia, di 7 provinsi,  rusak semua.  

’’KLHK berusaha maksimal menangaani kasus karhutla termasuk di Riau.  Menindak koorporasi yang bandel,  melakukan penegakan hukum.  Pemerintah Riau bersama jajarannya harus lebih semangat lagi. Kan wilayahnya,’  sambung Hanni.

Saat ini,  berbagai penanganan karhutla sudah dilakukan.  BRG juga sudah memasang alat pendeteksi tingkat kebasahan gambut.  Harris menjelaskan,  semua alat itu memberikan tanda merah. Mudah terbakar.  Api kecil tiba-tiba sudah besar.  

’’BRG memasang 47 alat pendeteksi tingkat kebasahan gambut.  Semua menyalakan warna merah yang menunjukkan kondisi gambut dalam degradasi akurt.  Kering.  Otomatis mudah terbakar.  Ini masalah besar,’’ kata Harris.

Diskusi yang dimulai pukul 16.00 wib tersebut belum juga selesai ketika azan magrib berkumandang.  Peserta silih berganti bertanya atau memberikan solusi.  Berbagai masukan, saran,  bahkan keinginan untuk membuat gerajan bersama juga sempat muncul ke permukaan.  Diskusi ditutup Made Ali dengan harapan,  diskusi singkat tersebut menjadi referensi bagi masing-masing peserta.

’’Diskusi dan perbincangan ringan saja,  sambil ngopi.  Tapi,  kami berharap diskusi ini bisa menjadi referensi bagi masing-masing peserta dalam memandang dan menyikapi karhutla di Riau saat ini. Semoga bermanfaat, ’’ kata Made.(kun)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook