PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi langsung terjadi di sektor transportasi umum. Armada bus-bus dan operator angkutan lain menaikkan harga tiket penumpang.
Tiket bus antarkota antarprovinsi (AKAP) yang dijual di Terminal Bandar Raya Payung Sekaki (BRPS) Pekanbaru mengalami kenaikan. Mantan Koordinator Satuan Pelayanan BRPS Kota Pekanbaru Henry Tambunan mengatakan, pihak PO bus yang ada di terminal BRPS telah menaikkan harga tiket rata-rata mencapai Rp50 ribu.
“Yang naik rata-rata baru tiket bus tujuan Sumatera seperti bus ke Sumatera Utara. Sementara, untuk tiket bus tujuan Pulau Jawa informasi yang saya dapat belum mengalami kenaikan,” ujar Henry Tambunan, Selasa (6/9).
Menurutnya, kenaikan harga tiket tersebut sangat berdampak kepada jumlah penumpang dan mengalami penurunan. “Kemarin saya pertanyakan dan saya pantau juga. Karena saya baru dimutasi dan tidak lagi menjabat sebagai Koordinator Satuan Pelayanan BRPS Kota Pekanbaru sejak, Senin (5/9) kemarin,” kata Henry.
Dijelaskannya, harga tiket bus sebelum kenaikan BBM itu ke Sumatera Utara sekitar Rp225 ribu-Rp230 ribu per orang dan kini naik menjadi Rp280 ribu per orang. Artinya mengalami kenaikan rata-rata mencapai Rp50 ribu.
Sementara itu, kenaikan harga tiket tidak hanya terjadi di angkutan transportasi darat, angkutan transportasi laut juga mengalami kenaikan seperti yang terjadi di Pelabuhan Syahbandar Sungai Duku, Pekanbaru Petugas di Pelabuhan Syahbandar Sungai Duku Fiktori mengatakan, pihak operator kapal di Pelabuhan Syahbandar Sungai Duku Pekanbaru sudah mengajukan kenaikan tarif tiket kapal.
“Pihak operator kapal sudah menyurati dinas terkait. Mereka telah menaikkan harga tiket Naga Line dengan Meranti Rp235 ribu dari sebelumnya Rp185 ribu untuk yang reguler. Sementara untuk yang VIP harga tiket Rp265 ribu dari sebelumnya Rp215 ribu,” ujar Fiktori.
Lanjutnya, sementara untuk KM Jelatik dari Rp120 ribu naik menjadi Rp160 ribu. “Kenaikan tarif tiket untuk speed boat tersebut sudah diberlakukan sejak, Senin (5/9). Sementara untuk KM Jelatik baru diberlakukan hari ini (kemarin, red),” jelasnya.
Ditambahkannya, menurut pihak operator kapal, mereka harus menaikkan tiket kapal. Jika mereka tidak segera menaikkan harga tiket pasca kenaikan BBM maka mereka (pihak kapal) akan mengalami kerugian antara Rp3 juta hingga Rp4 juta untuk satu trip. “Seharusnya provinsi mengakomodir itu dalam suatu bentuk Pergub. Mengeluarkan pergub terhadap batas bawah dan batas atas terhadap angkutan transportasi laut. Supaya mereka pihak operator kapal memiliki dasar hukum yang kuat. Cuma pergub masih nyangkut di provinsi, entah sejauh mana,” ujarnya. Hal senada diungkapkan, Petugas Lalin Angkutan Laut dan Kepelabuhan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Selatpanjang, Ade Kurniawan yang mewakili Kepala KSOP Kelas IV Selatpanjang Capt Leonard Natal Siahaan, Selasa (6/9).
“Benar sudah kami terima pemberitahuan dari masing-masing operator kapal tujuan Tanjung Buton dan Pekanbaru. Tapi hanya pemberitahuan,” ungkap Ade Kurniawan, Selasa (6/9).
Menurutnya kenaikan dominan mencapai 30 persen dari tarif sebelumnya. Seperti surat pemberitahuan yang telah mereka terima dari masing-masing operator.
Untuk SB Meranti dan SB Naga Line dari Selatpanjang tujuan Pekanbaru harga tiket awalnya Rp185.000 menjadi Rp235.000. Begitu juga KM Jelatik dari Selatpanjang tujuan Pekanbaru dari Rp 120.000 naik menjadi Rp160.000.
Sedangkan untuk operator kapal penumpang dari Selatpanjang menuju Tanjung Buton, Siak untuk SB Berando, SB Four Brother, SB Karunia Jaya, SB Caroline, dan SB Andigo yang harga tiket awalnya Rp100.000 naik menjadi Rp130.000.
Ade mengatakan, usulan penyesuaian tarif transportasi umum menjadi wewenang Pemprov Riau. Mereka tidak berhak untuk memberikan pertimbangan. Hal itu merujuk dari Peraturan Gubernur Riau nomor 659 tahun 2015 tentang Angkutan Laut antar Kabupaten dan Kota di Riau.
“Kenaikan sah-sah aja. Mungkin memang dampak dari kenaikan harga BBM, bisa jadi. Namun kami tidak tahu pasti karena belum ada pemberitahuannya resmi,” ujarnya.
Seperti dijelaskan dalam peraturan tersebut, Ade membeberkan penyesuaian kenaikan bisa disebabkan oleh tingginya biaya operasional armada seperti harga suku cadang mesin, BBM hingga jasa karyawan seluruh armada terkait. “Kalau harga serba naik maka mereka mau tidak mau harus menyesuaikan. Kalau tidak diambil langkah tersebut tak ada jaminan mereka akan tetap beroperasi. Itu dasarnya,” ujar Ade.