KASUS HTI PULAU PADANG

Ada "Tangan" Asing di Pulau Padang

Riau | Selasa, 07 Februari 2012 - 08:26 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia "mencium" indikasi campur tangan pihak asing dalam penyelesaian konflik Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti.

Keterlibatan pihak asing itu, dinilai berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam di areal kawasan hutan.  


"Ada indikasi pihak asing terlibat dalam konflik di Pulau Padang. Ini yang idealnya harus dilihat secara menyeluruh, sehingga diperoleh putusan yang tepat," ujar anggota Komisi IV DPR, Firman Subagyo, di sela-sela pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Riau di auditorium lantai sembilan Kantor Gubernur Riau, Senin (6/2).

Menurutnya, proses penyelesaian permasalahan di Pulau Padang harus dilakukan secara komprehensif.

"Masalah Pulau Padang tak bisa diselesaikan secara parsial, tetapi harus komprehensif. Mulai dari aspek hukum, sosial juga ekonomi. Semua harus tuntas,"terangnya.

Menurutnya beberapa usulan akan disampaikan ke Kementerian Kehutanan RI, seperti melihat secara menyeluruh surat keputusan Nomor 327/MENHUT-II/2009 tentang Pengelolaan Hutan di Kawasan tersebut.

Selain itu, fenomena lain yang akan menjadi salah satu poin usulan lainnya adalah informasi tentang ancaman tenggelamnya Pulau Padang dengan maraknya pemanfaatan kawasan hutan.

Dia menambahkan, kehadiran Komisi IV DPR RI ke Riau untuk mendapatkan penjelasan langsung dari Pemprov Riau dan Pemkab Kepulauan Meranti tentang kondisi lahan gambut di Pulau Padang itu.

"Penjelasan ini diharapkan dapat memberikan gambaran untuk pembahasan lanjutan dengan Kementerian Kehutanan,"paparnya.

Sementara itu, Gubernur Riau HM Rusli Zainal SE MP menegaskan, Pemerintah Provinsi Riau telah mengambil sikap untuk permasalahan tersebut. Instansi terkait sudah berkoordinasi dan berkomunikasi dengan tim terpadu yang telah dibentuk Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.  

Dia menyebut, Provinsi Riau memiliki hutan seluas 8,5 juta hektare, yang tersebar di 12 kabupaten/kota. Untuk menjaga pengawasan hutan lindung gambut, Pemprov Riau telah memasukkannya ke dalam Peraturan Daerah sejak tahun 1994 lalu, agar kelestarian lingkungan tetap terjaga.

"Kami keberatan jika ada yang menyebutkan Pemprov Riau tidak memperhatikan lingkungan. Kita sudah mengantisipasi jauh sebelumnya," imbuhnya.

Dia menambahkan, pemasalahan yang ditemukan adalah banyaknya regulasi yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, belum jelasnya penetapan tata batas wilayah provinsi yang berujung konflik antar provinsi.

Khusus untuk Pulau Padang, Pemprov Riau telah mengoptimalkan peran di Tim Terpadu dengan turun ke lapangan untuk mengecek kondisi lapangan di Pulau Padang.

Selain itu, Pemprov Riau melakukan pertemuan-pertemuan dengan berbagai pihak, untuk mencari solusi penyelesaian konflik Pulau Padang.

"Kami juga prihatin jika memang ada keterlibatan pihak asing di Pulau Padang itu. Tentunya ini akan menjadi perhatian dan kami akan mengkoordinasikannya dengan Kapolda Riau," ujar Gubri.

Massa FKM-PPP Kembali Unjuk Rasa
Dalam pada itu, ratusan massa Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) Senin (6/2) kembali mendatangi kantor Bupati Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang. Berhubung karena sudah petang, massa langsung menegakkan tenda dan melakukan aksi menginap sebelum pagi ini melakukan unjuk rasa.

Koordinator Aksi, Ridwan setelah menegakkan tenda dan melakukan breafing, kepada sejumlah wartawan menegaskan, aksi tersebut dilakukan untuk mendesak Bupati Kepulauan Meranti, Drs Irwan Nasir MSi mengeluarkan rekomendasi revisi izin HTI blok Pulau Padang atas nama RAPP.

Bahkan Ketua Serikat Tani Riau (STR) Kepulauan Meranti tersebut menegaskan, pihaknya tidak akan pernah melakukan aksi lagi jika Bupati Kepulauan Meranti mengeluarkan surat rekomendasi revisi tersebut.

"Saya jamin tidak akan ada lagi unjuk rasa jika Bupati mau mengeluarkan surat rekomendasi revisi SK HTI 327 di blok Pulau Padang. Bahkan kalau menjadi syarat, saya juga bersedia meninggalkan tanah kelahiran saya di Pulau Padang bersama dengan seluruh keluarga saya," tegas Ridwan di depan kantor Bupati Kepulauan Meranti petang kemarin.

Ditambahkan sekretaris STR yang juga turut serta dalam aksi semalam, bahwa massa aksi FKM-PPP tiba di Selatpanjang dengan menggunakan jalur laut dan jalur darat.

Direncanakan, aksi lanjutan tersebut dengan menyampaikan orasi, Senin (6/2) siang. Namun karena ada kendala kerusakan sepeda motor dan kapal motor, maka terpaksa tiba di Selatpanjang petang kemarin.

"Oleh karena itu, kita akan lakukan orasi pagi besok (pagi ini)," kata Sutarno.

Lebih lanjut disebutkan Sutarno, walaupun Bupati telah melayangkan surat kepada Kemenhut, namun redaksional yang di dalam surat tersebut belum sesuai dengan aspirasi massa FKM-PPP.

"Kami menginginkan rekomendasi revisi SK Menhut 327 blok Pulau Padang. Bukan menyerahkan permasalahan tersebut kepada Menhut seperti surat Bupati,"ucapnya.

Mereka juga menyebutkan, sama dengan surat dari DPRD Kepulauan Meranti yang dapat mendesak Bupati untuk dapat mengeluarkan surat rekomendasi revisi itu.

"DPRD Kepulauan Meranti malah lebih parah lagi. Mereka hanya menuangkan aspirasi kami ke dalam kop surat DPRD yang ditandatangani Ketua DPRD Kepulauan Meranti. Hal itu lebih tepatnya plagiat," ujarnya.

Mereka berjanji akan tetap bertahan di Selatpanjang sampai surat rekomendasi revisi SK 327 dikeluarkan Bupati kepulauan Meranti. Selama menunggu, mereka akan terus menginap di depan kantor Bupati dengan mendirikan tenda di tepi Jalan Dorak Selatpanjang.

Bahkan mereka mengatakan hari ini (Selasa, red) juga akan dilakukan penambahan massa yang didatangkan dari berbagai desa.

Bupati Kepulauan Meranti melalui Kabag Humas Setdakab Kepulaun Meranti, Yulizar menegaskan, untuk mengeluarkan rekomendasi revisi itu bukanlah wewenang Bupati selaku kepala daerah, tapi adalah Menteri Kehutanan selaku pembuat payung hukum.

"Bentuk kepedulian kita atau respon yang kita lakukan terhadap persoalan HTI di Pulau Padang itu adalah dengan melayangkan surat kepada menhut yang sudah kita kirimkan ke Menhut. Melalui surat itu juga sebagai desakan Kabupaten Kepulauan Meranti kepada menteri untuk segera menindaklanjuti aspirasi yang selama ini di sampaikan massa FKM-PPP itu," Tegas Yulizar.

Dari pantauan Riau Pos, kedatangan massa PKM-PPP petang kemarin mendapatkan pengawalan yang ketat dari pihak kepolisian dibawah komando Polres Bengkalis.

Kapolres Bengkalis, AKBP Toni Ariadi SIK SH MH menyebutkan, sebanyak 230-an personil kepolisian yang terdiri dari gabungan antara jajaran Polres Bengkalis, sejumlah Polsek yang ada diwilayah Kepulauan Meranti dan kesatuan Brimob yang didatangkan dari Kota Pekanbaru diturunkan untuk melakukan pengamanan.

"Untuk melakukan pengamanan kita menurunkan sebanyak 230-an personel kepolisian dari berbagai kesatuan. Yang penting kehadiran kita untuk menjaga keamanan selama berjalannya aksi unjukrasa oleh FKM-PPP dapat berjalan kondusif dan aman," kata Kapolres Bengkalis kepada Riau Pos kemarin.

Tenda Warga Dibongkar Paksa
Aksi Warga Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti yang dari awal menyatakan menolak kehadiran PT RAPP di daerahnya tersebut tampaknya tak pernah berhenti.

Meskipun Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan dengan tegas menyatakan bahwa HTI milik PT RAPP di Pulau terluar itu tetap dipertahankan.

Mereka akan terus beraksi hingga tuntutan mereka agar SK  Menhut No 327/Menhut-II/2009 direvisi dengan mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang dari area konsesi.

Setelah mendirikan tenda di depan gerbang gedung DPR RI sejak 16 Desember 2012 lalu, kini warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Penyelamat Pulau Padang mencoba pindah ke gedung Kemenhut.

Tenda milik warga Pulau Padang di depan pintu masuk gedung Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Senin (6/2) kemarin dibongkar paksa oleh karyawan Kemenhut. Sebanyak 30 orang yang melakukan aksi sejak 16 Desember 2011 lalu terpaksa memindahkan peralatan ke gedung DPR RI.

Pada saat pembongkaran, mereka hanya bisa pasrah ketika tenda dan peralatannya digusur.

"Kalau kita lawan sepertinya mereka siap bentrok dengan kita dan jumlah kita hanya sekitar 30 orang, sementara mereka ribuan," ujar Bimbin, Ketua Pusat Serikat Tani Nasional yang ikut mendampingi warga Pulau Padang.

Sebelum diusir dan dibongkar paksa, pihak Kemenhut sempat mencoba melakukan upaya baik-baik dengan warga agar tidak mendirikan tenda di depan pintu masuk yang dinilai sangat menganggu kenyamanan dan ketertiban perkantoran.

"Persuasif dengan dialog, sudah kita lakukan. Saya sudah mohon kepada mereka, masalahnya mereka menutup akses perkantoran kita. Mereka tetap saja bersikukuh tidak mau membukanya. Karyawan (Kemenhut, red) yang merasa terganggu, ya ikut membantu membongkar dan mebawakan barang-barangnya keluar," ujar Kepala Humas Kemenhut, Sumarto.

Sedangkan Ketua Presidium DKN, Hariadi Kartodihardjo yang juga sebagai pengarah tim mediasi menyatakan, kebijakan Menhut yang tetap mempertahankan HTI Pulau Padang sudah sesuai dengan hasil dan rekomendasi Tim Mediasi.

"Secara umum begitu. Bahasanya saja yang beda, substansinya sama," terang Hariadi tanpa mau membeberkan hasil tim mediasi secara lengkap.

Sementara itu, kordinator aksi FKP Pulau Padang Isnadi Esman menyatakan, perlakuan yang dinilai kasar dan tidak mengenakkan dari pihak Kemenhut dengan menerjunkan ribuan karyawannya untuk membongkar paksa tenda yang sudah didirikan tidak sepantasnya dilakukan kepada warga.

"Kami dikepung ribuan pegawai Kemenhut dan dibubarkan paksa. Barang-barang dan makanan kami diserakkan dan ditendang," ungkap Isnadi.

Disebutkan Isnadi, pihaknya hanya ingin mendapatkan rasa keadilan dari Menhut terkait dengan penyelesaian persoalan Pulau Padang.

"Keputusan Menhut yang mempertahankan HTI Pulau Padang itu tidak sesuai dengan hasil dan rekomendasi dari tim mediasi, meskipun kami menolaknya dari awal. Kami sudah pegang hasilnya yang kami analisa lebih berpihak kepada tuntutan warga yang menolak HTI di Pulau Padang," papar Isnadi.

Isnadi meminta tim Mediasi yang dipimpin Andi (Presidium DKN) untuk  membeberkan secara menyeluruh hasil kerja mereka kepada publik dengan sejelas-jelasnya.

"Mereka kan bekerja dibiayai oleh uang negara, jadi harus dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat," pinta Isnadi.

Sedangkan anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Abdul Ghafar Usman juga meminta agar dalam penyelesaian persoalan di Pulau padang itu, Menhut begitu juga tim mediasi harus menyampaikan ke publik tentang temuannya, fakta yang ditemukan di lapangan hingga diputuskan HTI Pulau Padang tetap dipertahankan.(yud/rio/ila)

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook