"Karena kalau kita tidak mengerti (bagaimana langkah-langkah pengendalain dilakukan), maka benar-benar kota kita akan zona hitam," ujarnya usai menjadi narasumber dalam kegiatan Kuliah Kerja Profesi I (KKP I) Lemdiklat Polri secara daring di Jakarta, kemarin (21/6).
Meski begitu, lanjut dia, penanganan pandemi membutuhkan kerja sama semua pihak. Karenanya, penting bagi pemimpin untuk merangkul tidak hanya tokoh formal, namun juga tokoh-tokoh informal. Mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya, tokoh adat, dan sebagainya.
"Kita tidak mungkin bisa sendiri. Kita gandeng tokoh masyarakat, kita gandeng tokoh agama untuk bersama-sama menjaga ini," paparnya.
Dengan kerja sama yang baik tersebut, ia optimistis pandemi bisa diatasi. Ia mencontohkan hal serupa yang terjadi di Surabaya. Dengan kerja sama semua pihak dan bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI, Polri, dan pihak terkait lainnya, Surbaya yang kala itu merupakan zona hitam bisa menjadi zona kuning.
Ia pun mengingatkan kembali arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan kembali pentingnya penanganan skala mikro. Ia menilai, hal itu bisa jadi solusi terbaik.Sebab, Indonesia tidak bisa membandingkan dengan luar negeri, dimana lockdown bisa dilakukan.
Menurutnya, lockdown di luar negeri dampaknya bisa dikendalikan karena di sana aktivitas ekonominya tinggi. "Kalau di sana gaji sebulan bisa saving, bisa simpan untuk sekian hari. Sedangkan di sini beda. Ada saja yang pendapatannya hari ini, kemudian dipakai makan, besoknya sudah habis," ungkapnya.
Tak lupa, dia meminta semua pihak untuk mematuhi kebijakan pemerintah dengan menerapkan disiplin 3M: memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Kemensos sendiri kini tengah melaksankan berbagai kebijakan untuk menekan penyebaran Covid-19. Seperti penyediaan sarana cuci tangan dengan sabun, aturan jaga jarak, kebijakan work from home (WFH) melalui Surat Edaran No 1014/1/KP.07.07/6/2021 dimana di antaranya diatur jam bekerja di kantor (Work From Office/WFO) bagi 50 persen pegawai dan 50 persen WFH.
Kerumunan Tak Terkendali
Vaksinasi massal bersempena Hari Ulang Tahun (HUT) ke-237 Kota Pekanbaru digelar di Perkantoran Tenayan Raya milik Pemko Pekanbaru, Senin (21/6). Karena membeludaknya masyarakat yang hadir, vaksinasi malah menimbulkan kerumunan dan protokol kesehatan tak diterapkan dengan baik.
HUT Pekanbaru sendiri diperingati setiap 23 Juni. Jelang puncak peringatan, Pemko Pekanbaru menggelar berbagai acara dan kegiatan. Salah satunya vaksinasi massal. Pantauan Riau Pos, vaksinasi massal digelar di depan Gedung B 3. Tampak dua buah tenda Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekanbaru didirikan. Di bawahnya, masyarakat berjubel dan berdempetan menunggu giliran vaksinasi. Ada pula, 10 unit bus vaksinasi di parkiran dam juga dipadati masyarakat yang akan menerima vaksinasi.
Banyaknya masyarakat yang hadir tak sebanding dengan petugas yang berjaga. Baik itu dari Dinas Perhubungan (Dishub), Satpol PP maupun kepolisian. Di depan gedung B 3, masyarakat juga tampak padat pada susunan meja pendaftaran. Antara meja dan bangku masyarakat hanya dibatasi seutas tali rafia yang praktis tak berfungsi. Sesekali, terdengar imbauan dari pengeras suara.
"Kami dari Polsek Tenayan Raya. Kami imbau untuk bisa menjaga jarak," bunyi imbauan dari aparat kepolisian.
Ukuran cepat atau tidaknya warga divaksin dalam vaksinasi massal ini tak jelas. Marisa, warga Marpoyan Damai mengaku hanya menunggu dua jam sudah bisa divaksin.
"Di SMS dari vaksin pertama. Dua jam menunggu,sekarang sudah (vaksin, red)," katanya.
Dia melihat kerumunan memang terjadi dalam vaksinasi massal ini. Ini juga yang dikhawatirkan malah menimbulkan penularan Covid-19.
"Iya kerumunan. Bisa jadi (potensi penularan Covid-19, red)," ucapnya.
Sementara Setya warga Lintas Timur menunggu giliran sejak pagi namun hingga pukul 14.00 WIB namanya tak dipanggil.
"Nggak pakai nomor antrean. Diambil data, terus nunggu sampai siang ini," ungkapnya.
Dia heran karena meski dia dan kelompoknya datang sejak pagi, ada orang lain yang datang belakangan malah lebih dahulu dilayani.
"Katanya didahulukan, terus ada yang nerobos, terus rusuh gitu. Bukan yang duluan dipanggil, makanya orang ribut," tuturnya.
Kepada Setya, Riau Pos kemudian menanyakan kenapa duduk berdekatan tanpa jaga jarak. Dia menjawab tak bisa berbuat banyak karena selain dirinya banyak masyarakat yang datang.
"Ya, gimana lagi, tadi ada petugas, sekarang nggak ada," sambungnya.
Keributan yang disebutnya memang beberapa kali terjadi. Salah satunya antara petugas dengan seorang warga yang menuggu antrean. Tak diketahui apa penyebab awalnya, warga dihardik di dekat bus vaksinasi dengan si petugas menyebut silahkan vaksin di rumah sakit swasta saja.