JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah didesak segera mengeluarkan peraturan pelaksana terkait pengangkatan Penjabat Kepala Daerah (Pj Kada). Hal itu dibutuhkan untuk mengakomodir saran Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan soal Pj Kada, sebagaimana putusan pada Rabu (20/4) pekan lalu.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, meski peraturan pelaksana tidak disebut dalam poin putusan, namun dalam pertimbangannya MK meminta pemerintah membuat mekanisme pengangkatan Pj. Dan mekanisme itu perlu diatur dalam regulasi setingkat Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan UU.
"MK memandatkan kepada pemerintah untuk membuat peraturan pelaksana soal pelaksanaan pasal 201 (UU Pilkada), yang bicara soal pengisian penjabat," ujarnya dalam diskusi virtual, kemarin (24/4).
Bagi Perludem, lanjut Fadli, PP pengangkatan Pj Kada penting untuk memastikan proses yang transparan dan akuntabel, sebagaimana perintah MK. Sebab jika mengacu pada pengalaman yang sudah-sudah, penunjukkan Pj Kada berada di ruang gelap. Di mana publik hanya mengetahui nama yang terpilih tanpa tahu pertimbangannya.
Dalam konteks pengangkatan Pj Kada 2022-2024, Fadli menilai praktik lama sudah tidak bisa dilakukan. Sebab, kali ini momennya berbeda. Bukan hanya berada di tahun politik, namun durasi jabatan mereka akan panjang. Bahkan bagi daerah yang habis masa jabatan Mei 2022, Pj akan bertugas lebih dari 2,5 tahun. "Mengacu putusan MK sebelumnya, Jika 2,5 tahun itu sudah masuk satu periode masa jabatan," imbuhnya.
Dengan sisa waktu yang ada, Fadli meyakini PP dapat dikejar. Faktanya, dalam beberapa kasus, pemerintah mampu menuntaskan banyak PP dalam waktu singkat. Contoh, puluhan peraturan turunan UU Cipta Kerja.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyampaikan hal serupa. Dia menilai, ada banyak hal yang perlu diatur dalam PP. Selain mekanisme pengangkatan, Titi mengusulkan adanya aturan yang rigid soal durasi jabatan sebagai kontrol. "Ada mekanisme yang terukur dan jelas," ujarnya.
Lebih lanjut lagi, dia juga menilai perlu ada regulasi yang menjamin menjamin kinerja Pj maksimal. Misalnya dengan mewajibkan ASN yang ditunjuk sebagai Pj, untuk non aktif dari jabatan strukturalnya. Sehingga tidak double job yang dapat memecah konsentrasi.
Hal lain yang layak dipastikan menurut Titi adalah aspek pengawasan. Dia berharap Komisi ASN dapat dilibatkan untuk mengawasi proses penunjukkan. Kemudian, lembaga penegak hukum seperti KPK dan PPATK bisa ikut mengawasi dari aspek pidana. "Aparat penegak hukum perlu mengantisipasi potensi praktik transaksional," jelasnya.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri belum mau merespon putusan MK. Sebelumnya, Kapuspen menegaskan proses pengangkatan PJ dilakukan secara partisipatif. Salah satunya dengan meminta daerah memberikan masukan.(far/bay/jrr)
Laporan JPG, Jakarta