JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto mendukung usulan Ketua DPR RI Puan Maharani agar pemerintah menetapkan tingginya angka kematian dalam kasus gagal ginjal akut misterius pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Apalagi, korbannya dalam catatan Komisi IX sudah banyak.
Tercatat, kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia melonjak menjadi lebih dari 200 kasus dengan angka kematian hampir 50 persen dari total kasus dalam sepekan setelah pertama kali dilaporkan. Dari data terbaru, sudah terdapat 206 kasus gagal ginjal akut di mana 99 anak di antaranya meninggal dunia.
“Saya sangat setuju usulan Ketua DPR tentang kasus ini sebagai KLB, mengingat korbannya juga sudah banyak 41 orang. Penetapan KLB ini kan wewenang pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan,” terang Edy Wuryanto, Senin (24/10/2022).
Menurut legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah III itu, DPR sejak mencuatnya kasus gagal ginjal akut pada anak dan belakangan menjadi perbincangan publik, memberikan perhatian agar penanganannya dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah. Bukan apa-apa, penanganan ini terkait dengan keselamatan banyak orang.
“Parlemen menganggap kasus ini sangat penting, ini masalah publik yang menyangkut keselamatan orang banyak. Permintaan Ketua DPR dengan mendesak KLB ini harus menjadi kajian kemenkes, kelayakan atau tidaknya ada ditangan kemenkes,” jelasnya.
Edy Wuryanto lantas memberikan tiga catatan terkait kasus gagal ginjal akut pada anak. Pertama, Kemenkes harus menindaklanjuti usulan Puan Maharani untuk kemudian melakukan kajian apakah kasus ini sudah bisa dimasukkan dalam kategori kejadian luar biasa.
Jika jawabannya layak, maka Kemenkes harus segera melakukan persiapan, perencanaan dan pelaksanaannya dilapangan diawasi dengan intensif.
Kedua, munculnya kasus ini lebih disebabkan oleh dugaan adanya kelalaian oleh industri farmasi dengan tidak menaati aturan dan ketentuan yang ada. Dimana kandungan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi standar baku nasional sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Merujuk pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Kamis 20 Oktober 2022, sirop obat yang diduga mengandung EG dan DEG kemungkinkan berasal dari empat bahan tambahan. Yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
“Perusahaan farmasi tahu sebenarnya aturan itu, tapi tidak menaati nyatanya di lapangan melebihi kandungan batas normal bahkan sampai keracunan. Saya kira disini sudah tepat Kapolri membentuk menginvestigasi itu,” jelasnya.
Catatan ketiga, lanjut Edy Wuryanto, kejadian ini menjadi peringatan keras bagi BPOM RI. Sebab kejadian ini secara langsung bisa diartikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh BPOM longgar. Ia mendesak BPOM segera bertindak dengan meneliti semua sirup obat yang beredar dilapangan. Dari situ kemudian diidentifikasi untuk kemudian disampaikan ke publik hasilnya.
“Sampaikan ke publik, sehingga bisa menjadi acuan bagi dokter, bagi publik,” demikian Edy Wuryanto.Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti tingginya angka kematian dalam kasus gagal ginjal akut misterius pada anak dan mendesak Pemerintah segera menetapkan kasus gagal ginjal akut ini sebagai kejadian luar biasa (KLB). Terutama jika apabila sudah memenuhi kriteria penetapan.
“Kasus gagal ginjal akut pada anak sudah cukup mengkhawatirkan. Kalau dari data-data yang ada sudah memenuhi syarat, segera tetapkan penyakit ini sebagai kejadian luar biasa atau KLB,” kata Puan, Jumat (21/10).
“Ini bagaikan puncak gunung es. Kasus yang diketahui ratusan tapi korbannya bisa jadi jauh lebih banyak. Situasi ini sangat genting dan mengancam keselamatan anak-anak,” sambungnya.
Disampaikan, status KLB akan berpengaruh pada langkah penanganan dan pengobatan dalam mengatasi gagal ginjal akut, termasuk soal pembiayaan dan berbagai kemudahan lainnya. Dengan meningkatnya status menjadi KLB, semua pemangku kebijakan akan memiliki kepedulian dalam penanganan penyakit ini.
Sementara tanpa status KLB, dikhawatirkan banyak pasien kesulitan mengakses fasilitas pelayanan kesehatan lantaran tidak ada bantuan dana. Puan menilai, penetapan status KLB juga terkait dengan kesiapan rumah sakit rujukan bagi anak yang menderita penyakit ini.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman