Ombudsman Awasi PPDB

Pendidikan | Rabu, 04 Juli 2018 - 12:04 WIB

Ombudsman Awasi PPDB
DAFTAR SEKOLAH: Para orangtua calon peserta didik baru mendaftarkan anak mereka di SMP Negeri 1 Pekanbaru, Jalan Sultan Syarif Kasim, Selasa (3/7/2018). Daya tampung di sekolah ini sebanyak 128 peserta didik baru. CF1/MIRSHAL/RIAU POS

“Sosialisasinya kurang, jadinya masyarakat bingung dan protes,” kata Zulfan kepada Riau Pos, Selasa (3/7).

Diakui Zulfan, banyak masyarakat yang tidak paham dan kaget dengan sistem baru ini. ‘’Mestinya disosialisasikan dengan baik sampai masyarakat memahami sistem zonasi yang diterapkan,’’ ujarnya.

Baca Juga :Wako Terima Piagam Penghargaan Ombudsman RI

Artinya, jangan sampai nanti yang tujuannya mengakomodir peserta didik tempatan dan pemerataan siswa pintar tidak terealisasi dengan baik. ‘’Karena dengan sistem zonasi ini tidak ada lagi yang namanya sekolah favorit,’’ katanya.

Hanya saja kata Zulfan, selain jalur zonasi, di Pekanbaru juga ada jalur siswa berprestasi, dan juga jalur yang selama ini diterapkan. “Ini harus maksimal, dan semua harus transparan model penerimaannya,” harapnya.

Dan dengan kebingungan orangtua saat ini, dia berharap jangan sampai ada gejolak. Pemko diminta untuk segera menyelesaikan masalahnya. Termasuk juga soal uang yang tidak ada dalam aturan penerimaan oleh pemko. Jadi aturan yang dibuat itu harus diberlakukan untuk semua sekolah.

“Termasuk soal pungli yang dimungkinkan terjadi saat penerimaan, ini harus menjadi perhatian,” ungkapnya lagi.

Jangan Ada Jual Beli Kursi

Dalam pada itu, pengamat pendidikan Riau, Jakiman mengatakan perlu perhatian bersama untuk waspadai kecurangan-kecurangan. Karena seharusnya tidak ada potensi praktik jual beli kursi untuk bersekolah.

Menurut Jakiman, adanya sistem zonasi ini harusnya tidak ada terjadi jual beli kursi. Tetapi, tentu itu semua perlu adanya kerja sama semua pihak untuk terus mengikuti perkembangan dan memantau terus dari pelaksanaan PPDB ini.

“Harusnya tidak akan ada praktik-praktik kecurangan seperti itu. Jadi, selain adanya arahan terus menerus perlu adanya pengawasan valid secara continue dari semua pihak. Baik dari dinas, panitia pelaksana, pihak sekolah hingga orangtua calon peserta didik tersebut,” ujar Jakiman.

Ia juga menekankan sesuai dalam agama Islam, bahwa tidak boleh ada orang miskin yang tidak bisa bersekolah hanya karena kemiskinannya.

“Tidak boleh sampai ada anak yang tidak bisa bersekolah mengemban pendidikan, menjadikannya berilmu, hanya karena kemiskinannya dirinya. Itu perlu jadi perhatian bersama. Jadi, jangan sampai adanya potensi jual beli kursi, sehingga menjadikan sebagian anak lainnya tidak dapat bersekolah. Jangan membeda-bedakan,” ujarnya.(gus/cr8)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook