PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Iming-iming upah belasan juta rupiah, membuat Ris gelap mata. Pria 23 tahun itu nekat jadi kurir dengan membawa 19 kg sabu dan 10.000 butir pil ekstasi. Kini, ancaman pidana penjara seumur hidup tengah menantinya.
Warga Pekanbaru itu ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Riau di Jalan Lintas Lintas Sumatera. Tepatnya di simpang Manggala Jhonson, Desa Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Senin (26/10) lalu. Ia diringkus ketika hendak membawa barang haram tersebut ke Rokan Hulu (Rohul) dengan menggunakan sepeda motor.
Pengungkapan kasus peredaran narkoba ini berawal dari informasi yang diterima BNNP Riau terkait adanya pengiriman narkotika dari Malaysia menuju Indonesia, Jumat (24/10) lalu. Sabu dan ekstasi itu masuk melalui jalur perairan di Kota Dumai. Atas informai tersebut, BNNP Riau langsung turun ke Kota Minyak untuk melakukan penyelidikan. Setibanya, petugas mendapati pergerakan kapal nelayan dari Dumai untuk menjemput narkoba di tengah laut. Barang haram ini, bakal dibawa ke Rohul sesampainya di daratan Dumai.
"Tim sudah melakukan penyelidikan selama dua hari di Dumai. Akhirnya didapati kurir yang membawa (narkoba) dengan sepeda motor. Pertama, itu yang membawa (sabu dan ekstasi masih DPO), tapi kami sudah kantongi nama dan alamatnya. Kedua, narkotika ini diserahkan ke Ris," ungkap Kepala BNNP Riau Brigjen Pol Kennedy saat konferensi pers pengungkapan kasus tersebut, Selasa (27/10).
Terhadap Ris yang membawa narkoba yang ditaksir nilainya mencapai belasan miliar rupiah itu dilakukan pembuntutan dan pengejaran. Bahkan diakui jenderal bintang satu itu, pihaknya sempat kehilangan jejak lantaran yang bersangkutan masuk ke daerah Bukit Kapur, dan lewat perkebunan sawit.
"Setelah kami profiling, Ris lewat dengan kecepatan tinggi. Membawa barang di tas punggung dan di dalam motornya. Sehingga, dilakukan penghadangan dan penangkapan," jelas Kennedy.
Dari dalam tas yang dibawa tersangka, sambung Kennedy, pihaknya menemukan 19 paket berisikan sabu dengan masing-masing seberat 1 kg. Kemudian, 10.000 butir pil ekstasi warna cokelat muda dan biru. Sedangkan, barang bukti lainnya yakni sepeda motor, uang tunai Rp450 ribu, kartu ATM, dan dompet. Menurut pengakuan Ris, dirinya diupah sebesar Rp15 juta untuk menjemput dan mengantarkan barang haram tersebut ke Mahato, Rohul.
"Dia diupah Rp15 juta. Ini yang kedua kali dilakukannya dengan modus yang sama," imbuh mantan Kepala BNNP Sulawesi Barat itu.
Saat ini, lanjut Kennedy, pihaknya masih melakukan pendalaman dan pengembangan. Salah satunya, memburu tersangka yang menyerahkan sabu dan ekstasi kepada Ris di Dumai. Mereka ini, sebut dia, merupakan bagian dari sindikat jaringan pengedar narkoba Malaysia-Indonesia.
Kennedy menambahkan, barang yang diduga akan diedarkan di daerah pinggiran Mahato hingga ke Sumatera Utara (Sumut). Karena menurutnya, yang mengonsumsi narkoba ini, tidak mengenal batas wilayah, atau hanya di perkotaan saja. Melainkan juga merambat ke perkampungan, desa dan daerah-daerah perkebunan.
"Di sana juga banyak yang menggunakan," paparnya.
Atas perbuatannya, Ris disangkakan dengan Pasal 114 Jo Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. "Dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal seumur hidup," tutur Kennedy.(rir)