“Kesannya besar gaji, tapi banyak potongannya. Coba dikasih uang sertifikasi tiap bulan. Ini malah tidak, ada pula potongan gaji 2,5 persen untuk infak dan juga potongan pajak penghasilan 15 persen untuk golongan IV, mana lagi untuk kami,” jelasnya.
Tidak hanya Asnawati yang bergantung hidup dengan tunjangan profesi ini. BA salah seorang guru yang tidak ingin disebutkan namanya itu juga harus membayar pinjaman bank setiap bulannya. “Sampai pensiun nanti utang baru akan lunas. Anak kuliah kedokteran, gaji tidak ada, jelas pusing, “ ucapnya.
Untuk bisa membeli tanah ataupun rumah, guru akan mengadaikan SK-nya. BA mengakui banyak guru yang melakukan hal serupa. Sehingga hilangnya tunjangan transpor membuat para guru resah akan urusan dapur. “Karena dulu ada transpor dan gaji. Orang dinas bilang pinjam ke bank untuk beli rumah, yang transpor untuk makan. Tahu-tahunya diputihkan begini,” ujarnya.
Kendati mendapat gaji sebesar Rp5,7 juta setiap bulannya, dia masih harus membayar ke bank Rp4 juta.
“Bersih hanya sejutaan,“ ujarnya.
“TPP itu sudah ada sejak dulu. Sejak saya jadi guru dulu TPP itu sekitar Rp1,8 juta. Tetapi kenapa sekarang kok dihapuskan. Dulu bisa, kenapa sekarang tidak bisa. Tolong jangan dihilangkan,” ujar Jakiman.
Jakiman juga meminta agar pemerintah jangan hanya memikirkan kesejahteraan guru PNS saja, guru honor juga harus menjadi perhatian. Guru honor itu adalah guru yang benar-benar berjuang tampa tanda jasa. Sebab, beban kerja guru honor itu sama dengan guru PNS, tetapi gaji mereka sangat rendah.