PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Rumah pasangan Her (38) dan Jum (37) masih dipasang garis polisi. Tampak tenda yang beratap terpal hijau berdiri di depan rumahnya di Jalan Cipta Karya, Gang Anturium, Tampan, Pekanbaru. Terlihat sunyi. Hanya ada tenda. Sedangkan di dalam pagar rumahnya tampak mesin cuci, jemuran dan sepeda motor serta kursi berbahan plastik.
Petang kemarin Riau Pos berada di lokasi itu. Usai Salat Magrib, terdengar bunyi sepeda motor. Pertama, datang anak pertama Her dan Jum yang bernama Faj dengan kakeknya (ayah Jum) yang dibonceng sang paman. Tak lama berselang datanglah ibunda Jum, Kasinem (57) beserta Sat (adik Faj). Para anggota keluarga itu langsung menghidupkan lampu dan menggelar tikar untuk mendoakan almarhum F (3).
Kepada Riau Pos Kasinem membuka pembicaraan. Ia datang dari Kisaran pada Selasa (18/2) dan tiba di Pekanbaru pagi kemarin. "Datang untuk menjenguk anak dan cucu. Saya tak menyangka hal ini terjadi," sebutnya.
Si sulung Fat pun mencoba bercerita. Dia sudah bertemu dengan orangtuanya di RSJ Tampan. "Tadi saya dan Sat jumpai mama dan bapak. Kalau mama sudah mulai sadar," katanya.
Sejak insiden itu, dia bersama adiknya tinggal di tempat pamannya di Garuda Sakti. "Belum masuk sekolah sejak Jumat. Mau pindah sekolah, cuma belum tahu di mana," ucapnya.
Di sekitar rumah duka, tampak terlihat dua perempuan. Ternyata teman satu sekolah Faj. Salah satunya bernama Tina.
Faj teman sekelas saya. Dia sampai sekarang belum masuk sekolah. Keluarganya terkenal baik dan rajin ibadah juga. Menunjukkan hal aneh itu pas hari Jumat pakai pakaian putih terus. Itu aja,” ujar Tina.
Di waktu yang sama, Riau Pos mencoba bertemu dengan Ketua RW setempat Yuli Wendri dan istrinya Emelia. Rumahnya berada di dekat Musala Al Madina. Di huniannya itu, Ketua RW 10 Kelurahan Sialangmunggu, Kecamatan Tampan itu mengatakan, dia tak pernah menyangka keluarga Her dan Jum melakukan hal demikian. Sebab, dalam kesehariannya terlihat rajin ibadah dan bersosial. Tidak ada tanda-tanda mencurigakan. "Sudah 10 tahun mereka tinggal di sini. Satu keluarga itu baik. Salat rajin. Pulang kerja (sebagai mekanik) Salat Magrib dan Isya. Bahkan Salat Subuh berjamaah juga ke masjid. Di rumahnya pun ada tempat ibadah," terangnya.
Diceritakannya, beberapa hari sebelum kejadian itu memang tampak Her tidak masuk kerja. "Jadi Anto (panggilan di sini, red) itu tidak masuk kerja pada hari Rabu, Kamis dan Jumat. Dengan demikian ia pun ditelepon atasan. Lalu atasannya malah dimarahi. Karena dimarahi tentunya menelepon adiknya yang satu tempat kerja datang ke rumahnya," ucapnya.
Kemudian, adiknya mencoba menghubunginya. Kembali dimarahi. Sehingga datanglah adik ke rumahnya pada hari Sabtu. "Waktu ke rumahnya pun dimarahkannya dan dilempar dengan sendal. Sehingga adiknya datang ke rumah saya untuk meminta bantuan menyelesaikan hal itu," ungkapnya.
Dalam pada itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dengan memanggil "orang pintar". "Sabtu malam Ahad, saya bersama adiknya dan 'orang pintar' pun diperbolehkan masuk ke rumahnya. Lalu mau diajak ngobrol. Anto bilang ada orang yang tidak suka di kantornya. Tapi dibilang ke adiknya. Saya bilang nggak boleh berburuk sangka," tuturnya.
Masih kata Wendri, saat malam di rumahnya itu, usai Isya satu keluarga sempat di luar rumah. Anak yang kecil dipegang dan diurut. Sempat bakar kertas di depan rumahnya dan diputar ke badannya. Pak RT turut melihat lalu disuruhnya mandi dan salat. Saat berada di dalam rumahnya, anaknya F pun masih digendong. Katanya tak enak badan. Sehingga diberinya minyak tanah dan bawang lalu dioleskan sambil membaca ayat Alquran.
"Dia bisa baca Alquran," papa Wendri.
Itu berbanding terbalik dengan apa yang diucapkan Her saat konferensi pers di Polsek Tampan pada Selasa (18/2) lalu, di mana dia mengaku tidak bisa baca Alquran. Karena dirasa sudah aman dan tidak ada hal aneh lainnya, mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Pada Ahad (16/2) pagi, masih tampak keluar rumah. Bahkan Wendri bilang, keluarga itu pergi keluar menuju lapangan. Dikelilinginya.
Namun, pada hari Senin (17/2) tidak ada keluarga itu tampak keluar rumah. Masyarakat curiga. Adik kandungnya menelepon tak diangkat. Sehingga dia datang ke rumahnya. "Warga sudah ramai berkumpul. Karena saat dipanggil tak ada sahutan. Khawatir terjadi suatu hal menghubungi Bhabinkamtibmas dan polisi untuk mendobraknya. Ternyata anaknya yang terakhir sudah tak bernyawa," terangnya.
Katanya, anak bungsu yang bernama F meski masih kecil, sangat bijak. "Ibu-ibu dan orang-orang di sini suka sama dia. Kalau lewat depan rumahnya pasti disapa," sebut Emelia. Selesai dilakukan otopsi oleh dokter, sorenya F langsung dikebumikan di dekat sini.(s)