PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Agusmandar mengaku menerima uang dari PT Adimulia Agrolestari (AA). Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan kasus suap perizinan hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan sawit tersebut, Rabu (19/1).
Pada sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru itu, Agusmandar diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa General Manager PT AA Sudarso. Sidang dipimpin Hakim Ketua Dahlan, hakim anggota Adrian Hasiholan Hutagalung dan Iwan Irawan.
Agusmandar membenarkan bahwa dirinya menerima sejumlah uang saat ditanya Dahlan. Uang itu diterimanya dalam pertemuan yang digagas Kepala Kantor Wilayah BPN/ATR Provinsi Riau Syahrir di hotel di Pekanbaru pada 3 September 2021 lalu. Dirinya hadir mewakili Bupati Kuansing Andi Putra.
Sejumlah pejabat lintas instansi, termasuk dari BPN dan Panitia B juga hadir saat itu. Agusmandar menyebutkan, pemberian uang terjadi saat acara akan selesai. Dirinya mendapat uang di dekat restoran hotel dari Sudarso. "Uang itu dimasukkan ke saku saya," kata Agusmandar dalam sidang yang terbuka untuk umum tersebut.
Jaksa KPK kemudian menanyakan maksud pemberian uang tersebut, namun Agusmandar mengaku tidak tahu. Dalam sidang Plt Sekda Kuansing mengaku tidak memberitahukan pemberian uang tersebut kepada Bupati Kuansing Andi Putra yang diwakilinya pada pertemuan tersebut.
Ketika ditanya Jaksa mengapa dirinya tidak menyampaikan ke Bupati ihwal yang itu, namun tidak menjawab dengan jelas. Agusmandar mengaku sudah mengembalikan uang ke KPK. Pengembalian uang dilakukan setelah kasus penetapan tersangka Bupati Kuansing Andi Putra pada 18 Oktober 2021 lalu mencuat.
"Uangnya sudah saya kembalikan ke rekening KPK," ujarnya tanpa menyebutkan jumlah uang yang diberikan terdakwa Sudarso.
Dicegat usai sidang, Agusmandar bungkam. Dirinya juga tidak menjawab pertanyaan soal jumlah uang yang diberikan terdakwa kepadanya. "Itu gak tahu. Sudah saya kembalikan ke KPK. Semua sudah mengembalikan," kata Sudarso sambil terus berlalu meninggalkan ruang sidang.
Dalam dakwaannya, Jaksa KPK menyebut Sudarso berjanji memberikan sejumlah uang kepada Andi Putra. Dia didakwa Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dari surat dakwaan jaksa KPK, kasus suap terjadi pada 18 Oktober 2021 lalu. Pemberian uang itu berawal dari pendekatan Sudarso kepada Andi Putra terkait rencana izin perpanjangan HGU PT AA. Sudarso yang sudah mengenal Andi Putra sejak Bupati NonAktif tersebut masih berstatus Anggota DPRD Kuansing.
Upaya suap ini bermula ketika adanya dokumen persyaratan HGU PT AA yang belum lengkap, terutama soal pembangunan kebun plasma KKPA sedikitnya 20 persen dari luasan HGU perusahaan.
Saat itu, Sudarso disarankan Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau untuk
meminta rekomendasi persetujuan penempatan kebun KKPA di Kabupaten Kampar dari Bupati Kuantan Singingi. Diduga tidak ada aturan tentang syarat ini karena sebelumnya PT AA telah membangun kebun plasma di Kabupaten Kampar.
Lokasi kebun perusahaan tersebut awalnya berada berada di wilayah Kabupaten Kampar seluruhnya. Namun sejak 2019 lalu, lokasi kebun sebagian masuk ke Kabupaten Kuansing. Ini akibat perubahan tata batas kedua kabupaten. Adapun areal kebun yang akan habis masa konsesi HGU-nya 8 Agustus 2024 itu, sebagian berada di Desa Suka Maju dan Desa Beringin Jaya, Kabupaten Kuansing.
Sudarso sebagai pimpinan PT AA mencari solusi dengan melobi Bupati Andi agar mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan KKPA di Kabupaten Kampar. Tujuannya agar perusahaan tidak lagi harus membangun kebun KKPA di wilayah Kuansing.
Dalam dakwaan Jaksa, Sudarso kerap melakukan komunikasi dengan Andi Putra, baik lewat telepon maupun secara langsung. Tercapailah persetujuan pada September 2021. Disebutkan Jaksa KPK, pada waktu Andi Putra diduga meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar.
Meski sepakat memberikan uang, namun, atasan Sudarso yang merupakan Komisaris PT AA Frank Wijaya, menyetujui penyerahan uang secara bertahap. Tahap pertama pemberian uang sebesar Rp500 juta. Sudarso memerintahkan anak buahnya, Syahlevi Andra membawa uang sebesar Rp500 juta pada 27 September 2021 ke rumah Andi Putra di Kelurahan Maharatu, Marpoyan Damai, Pekanbaru. Penyerahan uang kemudian dilakukan Syahlevi kepada Andi Putra melalui supirnya, Deli Iswanto.
Surat dakwaan KPK juga menyebut, tahap pertama pencairan uang suap itu diikuti masuknya surat permohonan rekomendasi PT AA ke Bupati Andi Putra. Surat tertanggal 12 Oktober 2021 itu berisi permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan PT Adimulia
Agrolestari di Kabupaten Kampar yang ditandatangani oleh Direktur PT Adimulia Agrolestari, David Vence Turangan.
Masuknya surat tersebut juga diiringi dengan permintaan uang lanjutan dari Bupati Andi Putra, sesuai yang dijanjikan total Rp1,5 miliar. Frank Wijaya disebutkan dalam dakwaan keberatan menyerahkan uang sekaligus. Lalu disepakati adanya penyerahan uang kepada Bupati Andi sebesar Rp250 juta.
Lalu pada 18 Oktober 2021 pagi, Sudarso kembali meminta Syahlevi Andra, kali ini untuk mencairkan uang sebesar Rp250 juta tersebut. Pada hari yang sama Bupati Andi Putra disebutkan menghubungi Sudarso menanyakan soal uang yang diminta. Andi Putra meminta Sudarso datang ke rumahnya. Sudarso datang bersama Paino dan Yuda Andika ke rumah Bupati Andi Putra di Jalan Sisingamangaraja, Kuantan Tengah, Kuansing.
Usai pertemuan di rumah tersebut, penyidik KPK menciduk Sudarso, tepatnya di persimpangan Jalan Abdoer Rauf dengan Jalan Datuk Sinaro Nan Putiah. Sudarso langsung diamankan. Akibat perbuatannya tersebut, Sudarso didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sidang ini akan dilanjutkan pada pekan depan.(end)