PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Hingga Rabu (17/5), Pemerintah Provinsi Riau belum juga menerima perintah untuk menjemput surat keputusan (SK), penetapan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru dan Pj Bupati Kampar dari dikonfirmasi mengatakan belum ada perintah menjemput SK Pj.
"Untuk SK Pj dua daerah itu belum ada kami terima. Kalau ada yang mengatakan sudah diteken Mendagri, itu pemberitaan kawan-kawan media. Yang jelas kami belum ada menerima SK Pj, bisa saja besok atau menjelang hari H, masa akhir jabatan," ujar Firdaus, Rabu (17/5).
Dijelaskan Firdaus, pihaknya hanya akan mengambil SK jika sudah mendapatkan perintah, termasuk pengusulan nama Pj hanya yang sesuai dengan rekomendasi Gubernur. Jikapun ada dua nama di luar rekom Gubernur itu menjadi haknya Kemendagri.
"Yang jelas kita tunggu saja siapa yang ditunjuk Mendagri. Kalau kami berpendapat bisa saja dari nama yang diusulkan Gubernur. Kalau di luar usulan Gubernur, itu di luar sepengetahuan kami. Yang jelas SK tentu tetap kami yang jemput," kata Firdaus.
Seperti diberitakan sebelumnya, dari informasi yang didapat, pada usulan calon Pj Wali Kota Pekanbaru terdapat tiga nama, yakni Asisten I Setdaprov Riau Masrul Kasmi, Kepala BPBD Riau M Edy Afrizal, dan Kadispora Riau Boby Rachmat. Belakangan menyusul nama Sekwan DPRD Riau Muflihun masuk dalam calon Pj Wali Kota Pekanbaru.
Sedangkan Pj Bupati Kampar diusulkan Kepala Biro Kesra Setdaprov Riau Zulkifli Syukur, Kadisnakertrans Riau Imron Rosyadi, dan Kepala Dinas Pariwisata Riau Roni Rakhmat. Informasi sebelumya SK kedua Pj kepala daerah tersebut akan diserahkan lima hari jelang akhir masa jabatan (AMJ), kedua kepala daerah tersebut atau tanggal 17 Mei 2022.
Sementara itu, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengatakan, ia belum menerima SK Pj dua daerah tersebut dari Mendagri. Karena yang menandatangani SK Pj bukan dirinya tapi dari pemerintah pusat melalui Mendagri. "Kan bukan saya yang meneken suratnya. Jadi tidak tahu, kita menunggu saja," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Wali Kota Pekanbaru Firdaus. Lima hari jelang masa jabatannya habis, Firdaus mengaku belum tahu siapa yang akan menjadi Pj Wako hingga dilakukan pemilihan kepala daerah tahun 2024. "Sampai detik ini saya belum dapatkan informasi sama sekali (Pj wali kota), dan juga belum ada dokumen baik itu resmi atau tidak resmi siapa itu Pj wali kota," kata Firdaus, Selasa (17/5).
Firdaus mengaku hanya mendengar kabar burung siapa sosok Pj Wali Kota Pekanbaru. Namun itu belum pasti apakah penjabat yang bersangkutan memang ditunjuk sebagai Pj walikota. Menurutnya, dalam satu atau dua hari ini akan digelar pelantikan Pj Wali Kota Pekanbaru oleh Gubernur Riau usai ditandatanganinya SK penunjukan dari Mendagru. "Kalau belum ada data dan fakta yang diterbitkan SK-nya oleh menteri itu tidak bisa kita pedomani," terangnya.
Firdaus berharap kepada Pj wali kota dapat melanjutkan pembangunan yang berkelanjutan. Pasalnya, Pj wali kota mempunyai kewenangan sama dengan wali kota definitif, dan waktu menjabatnya juga lama."Saya berharap sebagai pribadi, sebagai warga kota, ataupun sebagai kepala daerah saat ini, pembangunan yang berkelanjutan diharapkan," ujar Firdaus. Pj wali kota diharapkan mampu melanjutkan pembangunan yang telah dilakukan sehingga mempercepat dan mengeluarkan dari situasi krisis ekonomi dan kesehatan. Ia menambahkan, sejumlah prestasi dan penghargaan telah berhasil diraih di masa kepemimpinannya selama dua periode. Baik di bidang pembangunan maupun pelayanan publik.
Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Kampar Repol SAg juga mengaku tak mau berspekulasi siapa dan menunggu SK Pj Bupati Kampar dari Kemendagri. "Kita tunggu SK saja siapa yang akan ditunjuk menjadi Pj Bupati Kampar nanti. Soalnya tidak berapa hari lagi tepatnya 22 Mei 2022 massa jabatan Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto akan berakhir," jelas Repol yang juga Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Kampar ini, Selasa (17/5). "Siapapun Pj Bupati Kampar nanti yang bisa membawa Kampar lebih baik lagi," tambahnya.
LAMR Minta Pusat Utamakan Usulan Gubri
Pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri seharusnya mengutamakan usulan gubernur dalam menentukan pejabat kepala daerah dengan membuka ruang dialog yang lebar, sehingga kepentingan daerah dan nasional dapat terwujud sebagai suatu kesatuan dalam pembangunan bangsa. Menentukan pejabat di luar dari yang diusulkan, tidak saja berpotensi mengundang friksi antara pusat dan daerah, tetapi juga internal daerah, bahkan sesama aparatur sipil negara.
Demikian disampaikan Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau (MKA LAMR) Datuk Seri H Raja Marjohan Yusuf yang didampingi Ketum Dewan Pimpinan Harian (DPH) Datuk Seri H Taufik Ikram Jamil, menanggapi maraknya berita penetapan pejabat kepala daerah di Riau di luar nama yang diusulkan Gubernur Riau, Drs H Syamsuar, MSi, Selasa (17/5). "Kalau menimbulkan banyak friksi vertikal dan horizontal, tentu tidak sehat bagi pembangunan, sehingga patut dihindari sejak awal," kata Datuk Seri Marjohan dalam keterangan resmi yang diterima Riau Pos.
Sebagaimana diketahui, lebih 100 orang bupati dan wali kota se-Indonesia mengakhiri masa jabatannya sebelum pemilihan umum serentak dilaksanakan tahun 2014. Di antaranya, terdapat di Riau yakni Wali Kota Pekanbaru dan Bupati Kampar yang harus diisi oleh pejabat. Sesuai dengan ketentuan, Gubernur Riau sudah mengusulkan tiga nama untuk masing-masing kepala daerah di tingkat dua tersebut. Tetapi beredar kabar dalam beberaa hari terakhir ini bahwa sosok yang diangkat untuk jabatan itu, justru dari luar nama yang diusulkan tersebut.
"Dari ketentuan yang ada, hal itu memang memungkinkan, karena disebutkan bahwa bisa saja tokoh yang diangkat sebagai pejabat kepala daerah langsung berasal dari Kemendagri," kata Datuk Seri Marjohan. Tetapi secara etika birokrasi, hal tersebut setidak-tidaknya harus dikomunikasikan dulu dengan gubernur berdasarkan argumentasi yang kokoh, tidak hanya berlandaskan wewenang.
Taufik Ikram menambahkan, ketentuan itu juga menyangkut kepentingan nasional. "Dengan tidak memilih figur yang diusulkan gubernur itu, apakah kita menganggap mereka tidak memenuhi unsur kepentingan nasional. Jadi, justru yang ditunjuk pusat itu memenuhi kepentingan nasional? Lalu, macam apa betul rupanya sesuatu yang disebut kepentingan nasional itu," kata Taufik.
Berdasarkan hal itu, kata Datuk Seri Marjohan, kalau terjadi perbedaan, apakah tidak sebaiknya diciptakan dialog antara pemerintah pusat dan daerah. Pusat juga harus menjelaskan alasan mereka menunjuk seseorang di luar usulan gubernur, demikian juga sebaliknya. Jika tidak, buat apa daerah mengusulkan sejumlah pejabat untuk jabatan pejabat tersebut, karena kearifan lokal yang terkandung di dalamnya diabaikan begitu saja oleh pemerintah pusat.
Baik Datuk Seri Marjohan maupun Taufik Ikram Jamil mengatakan, nama-nama yang diusulkan gubernur Riau dan nama-nama yang muncul di luar usulan tersebut, memang tidak asing sebagai birokrat berpetensi di Riau. Tetapi di antara mereka bisa saja "pandai bermain", terutama terlihat dari nama yang tidak diusulkan itu. Justru dari sini pulalah, dapat terlihat sejauh mana loyalitas seorang aparat di daerah. Kondisi di atas, sambung Datuk Marjohan, menimbulkan persaingan tidak sehat dengan membelakangi alur dan patut. Akibatnya, bisa menimbulkan ketidakharmonisan sesama kembaga maupun aparat. Terleih lagi, aparatur sipil negara secara langsung dilibatkan dalam kancah politik praktis, padahal seharusnya dihindari sejauh mungkin.
Di sisi lain, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil, tidak setuju dengan pandangan yang mengatakan bahwa munculnya nama yang tidak diusulkan gubernur, menunjukkan lemahnya komunikasi politik gubernur. "Jangan di balik, justru hal itu menunjukkan kesewenang-wenangan pusat yang tak mampu mengakomodir daerah," kata Taufik yang juga seorang magister komunikasi politik itu tegas.(sol/ali/kom/egp)